Siswa Terkenal

1176 Words
Sedikit bermimpi angin akan membelai rumput liar di tengah kebun bunga, mengharap matahari memberi cahaya di antara rimbun daun kepada rumput liar yang ternaung di bawahnya . Senin pagi di sekolah tempat Doni menimba ilmu pemandangannya sedikit kacau, banyak siswa yang terlambat termasuk dirinya karena tadi di jalan ban motornya bocor. Saat ini dia masih ada di depan gerbang dengan 3 satpam yang menjaga gerbang mengawasi anak-anak sekolah yang bisa saja menyelinap masuk. Untuk pertama kalinya Doni terlambat sekolah sejak pindah. Sedangkan dari gerbang dia bisa melihat siswa sudah mulai untuk melaksanakan upacara, dan saat itu dia melihat Andin yang menggunakan seragam dengan rapih sesuai ketentuan sekolah, berikut topi dan dasi yang sewarna dengan rok nya yang berwarna abu-abu. Tapi meskipun tidak banyak dipoles seperti teman-teman ceweknya di kelas, yang banyak melanggar aturan sekolah demi eksis, aura kecantikan Andin tetap terlihat. Dan memikirkan soal aura kecantikan membuat Doni merasa bodoh, dari mana dia mendapatkan kosa kata macam itu? Pikirnya geli. "HAHAHAHA!" Dan pemandangan akan Andin yang sedang mengatur siswa untuk berbaris tergantikan oleh wajah asem milik kedua teman barunya di sekolah ini, Anjar dan Bagus. Mereka berdua sudah menggunakan topi dan dasi tapi dengan cara nyeleneh tentunya. Baik Anjar maupun Bagus, sedang menertawai Doni yang berada di luar gerbang dengan muka ngenes. "Sukurin, loe! Akhirnya dapet poin juga, hahahha!" Anjar tertawa lagi setelah mengejek Doni. "Anak baru udah dapet poin aja, lu! Sampe jumpa di kelas ye!" Kini giliran Bagus yang menertawai kesialan Doni di pagi hari Senin. Dan belum sempat Doni membalas ejekan itu, satpam sudah menyuruh Anjar dan Bagus untuk masuk dalam barisan upacara. Dia dan beberapa siswa lain masih tertahan di depan gerbang karena kata siswa lain yang juga sama terlambatnya dengan Doni, mereka harus menunggu sampai ada perwakilan guru BP yang kemari dan membukakan gerbang. Lalu setelahnya mereka akan mengikuti upacara dengan berbaris di depan seluruh siswa sekolah sebagai hukuman telah terlambat di Senin pagi ini. Hukumannya tidak berat, tapi sangat melucuti harga diri. Kini Doni sudah pasrah saja ketika dirinya berdiri paling depan menghadap semua peserta upacara dan menahan malu. Hancur sudah image-nya sebagai the next cowok hits sekolah yang bersih dari poin pelanggaran, yang kata Anjar dan Bagus sampai saat ini dipegang oleh si ketua osis. Di jam pelajaran yang ke 2, Doni baru diperbolehkan mengikuti pelajaran di kelas setelah membersihkan lapangan, toilet, serta halaman belakang sekolah. Hukuman yang jika dijumlahkan setara membersihkan lapangan bola sepak. Doni berjanji dia tidak akan telat lagi setelah ini karena hukumannya bukan main-main! "Pegel kagak, lo?" cibir Anjar saat Doni duduk di kursinya dan langsung menselonjorkan kakinya yang hampir putus. "Asli! Kagak mau lagi gue telat!" seru Doni kesal, dia menerima sebotol minuman dari Bagus. "Ini mending, tahun lalu hukumannya lu juga kudu ngepel teras depan kelas-kelas abis disapu sama yang cewek,” cerita Bagus, kepala Anjar mengangguk setuju karena pernah mengalaminya juga. "Anjir... bokap gue ternyata milih sekolah yang agak anti maenstream!" ujar Doni tidak percaya. "Untung kagak ketemu bu Rahma, lu.. bisa abis tuh rambut." Anjar menunjuk rambut Doni yang mulai panjang di bagian dahi. Doni menyentuh rambut di dahinya yang memang panjang namun belum sampai menutupi matanya, tapi di sekolah lamanya rambut panjang seperti ini masih di tolerir. "Segini kagak boleh?" "Potong cepak ala tentara mah boleh,” kata Bagus. "Dijamin aman sentosa selama di sekolah ini, razia cuma lewat dah tuh gunting ijo bu Rahma,” tambahnya seraya memeragakan gerakan menggunting pada rambut Doni. "Sadezz geng... idup tentram aja makannya di sekolah ni,” sahut Anjar ikut mendramatisir. Lalu ketiga cowok SMA itu beralih topik membahas hal lain seperti bola. Pertandingan yang dibahas adalah turnamen yang berlangsung semalam antara Jepang dan Indonesia, yang akhirnya membuat semua siswa cowok di kelas itu juga ikut nimbrung, kadang juga saling melempar pendapat soal performa TIMNAS U-16. Hal yang kemudian Doni syukuri juga kalau teman-temannya mau menerimanya sebagai siswa baru. . /// Epiphany | Gorjesso /// . Doni berjalan sendirian menuju kantin, karena kedua temannya saat di tengah pelajaran tadi di panggil oleh masing-masing pembina eskul terkait perlombaan antar sekolah se-Jakarta. Doni yang belum memutuskan akan ikut eskul, pun akhirnya pasrah menjadi anak hilang seperti ini. Tapi belum sampai di kantin, kedua tangannya sudah penuh dengan coklat, cemilan, dan surat. Semua jenis makanan manis ini dia dapat dari para cewek yang ditemuinya kala berjalan menuju kantin. Buset dah, jaman ini masih ada yang pakek surat mo PDKT? Batin Doni sambil terus menyunggingkan senyum. Ada rasa tidak enak juga kalau begini, bisa-bisa kakak kelas menganggapnya anak baru yang sok terkenal. Tapi memang Doni tahu kalau pesonanya mampu membuat semua ini terjadi. Meski tadinya ragu, tapi diterima juga akhirnya surat itu oleh Doni. Lalu dia masukkan ke dalam saku celananya dan anak dia akan baca di rumah saja nanti. Jangan sampai dua temannya itu tahu, karena pasti mereka ribut atau paling banter akan mengejeknya. Sampai di kantin, Doni duduk di salah satu kursi kosong yang di sekelilingnya kebanyakan adalah siswa cowok sekolah, sedangkan di bagian dekat lapangan basket yang dirangkap juga sebagai lapangan olahraga, kebanyakan justru menjadi tempat berkumpul siswa cewek. Jelas kaum hawa itu sedang menikmati pemandangan cowok-cowok yang sedang main basket. Doni juga bisa melihat Bagus yang sedang bermain basket di lapangan, mungkin temannya yang satu, si Anjar bermain voli di lapangan indoor. Doni beranjak lagi dari tempatnya duduk untuk memesan makanan, dia menuju gerobak bakso milik mang Salim yang terkenal seantero sekolah akan rasa ajib dari baksonya. Kalau hafal surat ke 8, 9 dan 10 di Juz Amma, katanya bakal dikasih gratis 4 mangkok bakso buat 4 hari, mantap 'kan? Tapi Doni hanya bisa meringis, karena dirinya hanya hafal suratan pendek saja sedangkan 3 surat yang disebutkan di Juz Amma itu lumayan panjang ayatnya. "Bakso sama kupat 2 ya, Mang, pedesnya sedeng aja,” pesan Doni pada Mang Salim yang sedang lowong karena sudah semua pembeli dia layani. "Oke, Mas-se, tak buat spesial kasih pangsit?" sahut mang Salim yang langsung bergerak meracik baksonya. "Gratis kagak nih mang?" tanya Doni dengan mata yang sudah berbinar saja. Meskipun uang saku yang diberikan ayahnya mampu untuk membelikan makanan lebih dari satu mangkok, tapi makanan gratis siapa yang bisa menolak. "Iya gratis. Tapi remahan pangsitnya doang," jawab Mang Salim. Doni langsung mendengus dan mencibir mang Salim, dia melirik pada bagian pangsit yang memang sudah tinggal beberapa buah saja beserta remahannya. "Oke lah, Mang.. remahan pangsit juga tetep bisa dimakan." "Siap, Mas-se.. tunggu aja di kursi,” kata Mang Salim kemudian. Sambil meracik pesanan untuk Doni, Mang Salim memperhatikan keadaan kantin, lalu dia tiba-tiba memanggil nama seseorang, “Andin!" Saat baru saja Doni akan duduk kembali ke kursinya, suara Mang Salim yang memanggil satu nama yang akhir-akhir ini familiar di telinga dan pikirannya, membuat Doni menoleh dan terkejut melihat jika memang Andin yang dipanggil mang Salim. Kini Andin yang dipikirannya itu sama, lalu cewek itu muncul dari balik papan yang Doni tebak sebagai tempat cuci peralatan makan. Karena di kedua tangan Andin saat ini tengah membawa sejumlah mangkuk, sendok dan garpu. "Apa yang Andin lakukan di sana?" gumam Doni tanpa sadar. . /// Epiphany | Gorjesso /// .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD