BAB - ENAM

1243 Words
Musim dingin di akhir desember...     - Kilas balik -     Suara tetesan air menggema di ruang bawah tanah yang gelap. Dari lorong bawah tanah itu, tampak tiang-tiang besi berjajar seperti sebuh penjara dimulai dari pintu kayu ek tua hingga ujung ruangan. Masing-masing kamar memiliki ukuran sekitar 3 kali 3 meter saja. Di dalam sana, ada sekumpulan anak-anak berusia antara 7 hingga 10 tahun. Mereka tampak sedang meringkuk, menangis kecil dan bahkan ada pula yang  tertidur karena mulai dilanda kelaparan serta kedinginan. Anak perempuan dan anak laki-laki berbaur di ruang bawah tanah yang sempit. Mereka adalah sekelompok anak-anak dari berbagai negara yang berkumpul untuk tujuan tertentu.   Gadis kecil berambut pendek sebahu dan memakai pita merah itu terlihat lebih tenang dibandingkan anak-anak lain yang terus memanggil nama orang tuanya. Gadis kecil itu mendekati anak laki-laki di sebelahnya dan memberinya mantel cokelat tebal miliknya. Dengan senyum ramah, gadis itu datang dan memperagakan bagaimana cara menggosokkan tangannya di depan bocah laki-laki itu agar ia bisa merasa sedikit kehangatan.   "Lakukan seperti ini agar tanganmu lebih hangat," katanya meski bahasa Koreanya masih belum lancar.   Anak laki-laki itu mengangkat kepalanya dan menatap gadis kecil di depannya dengan senyum tipis yang dia miliki, "Kamu bisa bicara bahasa Korea?"   Gadis kecil itu mengangguk yakin, "Sedikit. Karena pengasuhku adalah orang Korea," ucapnya sambil kembali tersenyum.   "Kamu tidak takut? Di sini gelap, dingin dan kotor... kita semua pasti akan mati," katanya lagi sambil menggigit bibir bawahnya ketakutan.   Gadis kecil itu juga menekuk lututnya sambil terus menggosok tangannya sendiri dan kemudian menempelkannya ke pipinya yang tembam. Membuat anak itu takjub dan tidak lagi merasa ketakutan, "Kata ibuku, ada alasan mengapa kita dilahirkan. Juga ada alasan mengapa kita berada di suatu tempat. Aku tidak takut karena pasti ada alasan mengapa kita ada di sini."   Bahasanya masih berantakan, tetapi bocah itu mengangguk sambil memahami ucapannya tersebut. Karena gadis kecil itu, bocah laki-laki itupun sudah tak lagi merasa takut. Bibirnya mencoba mengukir senyuman, menyambut uluran tangan seorang gadis cilik yang ramah padanya. Dia senang bisa mendapat teman baru di tempat yang mengerikan tersebut.   "Siapa namamu?"   "Namaku –“   Gadis kecil itu tersenyum lagi.   Ada sedikit kehangatan yang terpancar di setiap senyuman mereka, meskipun sebenarnya itu adalah awal dari penderitaan semua anak yang dikurung di sana. Senyum itu tak pernah muncul lagi, setelah gadis itu berubah menjadi 'monster' seperti beberapa anak terpilih lainnya.   -kilas balik Selesai-     "Jadi itu alasanmu? Kenapa merahasiakannya dariku? kenapa merahasiakannya juga dari Yona?"   Yian mengerutkan kening tidak senang dengan cara Sora memilih untuk menghadapi geng 'Kirikuzen’ itu sendirian. Pemuda itu sudah mendengar semua alasan Sora pergi ke sekolah yang sama dengannya, tapi tetap saja  itu malah membuat Yian khawatir. Bukannya ia takut Sora tidak bisa mengatasi para berandalan itu, hanya saja dia datang ke sekolah untuk melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya terlalu jauh. Yian tahu bahwa geng tersebut bukan geng biasa. Ada yang lebih berkuasa di atas mereka dan Yian tak ingin terlibat lebih jauh dari itu.   Yian meraih bahu Sora dan menatapnya. Memohon agar Sora menjadi murid yang baik di sekolah tanpa menghadapi masalah dengan geng pembuat onar. Tapi Sora tetaplah Sora. Dia akan tetap melakukan apa yang sudah ia rencanakan. Apapun resikonya.   “Kamu tenang saja. Hanya sampai Yoona benar-benar berubah pikiran.”   “Apa itu mungkin?”   "Yoona ingin bergabung dengan mereka. Aku tidak bisa bertanya pada gadis itu kenapa. Jadi aku ingin mereka tidak..."   Yian menyela dengan alis tinggi, "Yoona ingin bergabung?”   Sora tampak mengangkat bahunya, memberikan kode bahwa itu benar. Kemudian bel pelajaran ke-2 akan dimulai. Mereka terpaksa berpisah lalu menuju kelas masing-masing.   "Ingat, kamu sekarang juniorku. Ikuti seniormu! jangan pergi ke sana sendiri dan sebisa mungkin jangan berkelahi tanpa ada diriku. Mengerti?”   Yian mengusap puncak kepala Sora dengan harap-harap cemas. Kemudian pemuda jangkung itu membalas senyuman tipis Sora yang tidak mau percaya bahwa Yian kini adalah seniornya. Mereka berpisah, tapi langkah Sora berhenti. Dia memilih untuk berjalan ke arah yang berlawanan dengan kelasnya.   ==   Stella masih menikmati isapan demi isapan rokok elektriknya. Dia tersenyum kecut ketika mendengar pintu atap berderit dan terbuka dengan kerasnya. Semua anggota  geng melirik ke pintu, yang di sana menunjukkan seorang pria muda dengan mata tajam melangkah masuk mendekati kumpulan Stella dan anak buahnya. Pria tersebut duduk di atas meja belajar yang sudah tak digunakan lagi. Menghela napas panjang sambil mengacak-acak rambutnya kesal.   "Kau bilang ada sesuatu yang penting? Hal sepenting apa yang membuatku harus datang ke sini?" katanya kepada Stella, yang sekarang berdiri tegak dengan gaya militer. Kelakuan stella juga diikuti oleh anggota lainnya yang memiliki empat anggota laki-laki dan enam perempuan dari semua tingkatan.   Geng 'Kirikuzen' ini sengaja dibuat untuk menguasai area kecil di kota. Tujuannya  adalah untuk memata-matai perdagangan obat-obatan yang tengah santer dilakukan oleh kalangan anak sekolah. Serta bentuk tindakan criminal lain yang diawasi oleh pemuda yang kini berdiri sambil menatap Stella – kesal.   "Saudarinya Yoona, yang membuatku malu tadi malam ingin bertemu denganmu—"   Suara stella sedikit tercekat mengucapkan kata 'mempermalukanku' yang membuatnya menunduk di depan pemimpinnya itu.   Pemuda itu mendengus sambil memainkan belati kesayangannya yang tak pernah lepas dari sakunya itu. Sesekali ia menggosok ujung pisau lalu melemparkannya ke area papan dart di belakang pintu masuk. Tepat setelah itu, pintu berderit terbuka lagi. Semua orang tercengang ketika melihat orang yang berani datang ke situs mereka sendirian. Tapi kemudian langkahnya berhenti saat pintu setengah terbuka. Embusan angin seperti menyambutnya datang.   "Hai, Kris? Apakah kau dalam suasana hati yang baik hari ini?"   Kris mendesis sambil merutuk kecil melihat sosok pria yang datang ke hadapannya kini. Pria berkacamata dengan sweeter coklat tua melangkahkan kakinya ke arah Kris yang kini harus pasrah menerima tarikan telinga dari pria tersebut.   "Wali kelas!"   Stella langsung melotot dan mencoba beberapa kali untuk kabur agar tidak tertangkap. Tapi terlambat, wali kelas mereka sudah menghalangi langkahnya.   "KALIAN SEMUA! IKUT AKU KE KANTOR!”   ***   Meksiko   Musik orkestra mengelilingi kolam renang eksterior klasik meksiko. Keheningan serta cuaca yang panas membuat pria tua dengan tato elang di punggung kanannya itu memilih menikmati berendam di kolam hangat beraroma anggur miliknya. Aktivitasnya terpaksaa terganggu oleh suara derap langkah ajudannya yang datang mendekatinya. Penjaga itu berbisik hingga membuat lelaki tua yang juga memiliki luka lubang peluru di bahu kirinya itu membuka matanya lebar-lebar.   Tidak lama kemudian, ada seringai tipis di bibirnya.   "Apa kamu yakin? Sudah ada dua orang yang juga mencari keberadaan Jean selain kita?"   "Ya pak."   Lelaki tua itu menghabiskan minumannyaa dalam sekali teguk dan menyeringai, "Kasihan sekali kau  Jean.  Mereka tidak memberimu hidup dengan damai. Siapkan pesawat! Kita kembali ke Korea."     Seoul, Korea.   Di sisi lain, suasana berbeda terjadi di ruangan seorang pria yang memiliki luka memanjang dari pipi hingga bibirnya itu yang kini tengah asik memandangi foto Jean dan pria tua yang ada di Meksiko tersebut. Dia menyesap birnya dan berjalan menuju pintu masuk ruang utama untuk menemui anak buahnya yang telah duduk manis di konter bar 'Butterfly Monster' miliknya. Sebuah organisasi penculiikan, perdagangan nar*koba, minuman ilegal dan pembunuh dari Korea Utara dan Jepang.   Seorang wanita berperawakan Cina dan seorang pria kulit hitam dengan anting-anting di hidung berdiri tegak, siap menerima perintah. Mereka terlihat trendi, tetapi mereka juga terlihat sangat buas. Mereka menghadap tuannya dengan patuh, "Shelly dan kau Pate, temukan Jean! Ikuti informasi ini. Bawa dia hidup-hidup karena Jean adalah anak kesayanganku."   Shelly terlihat cemberut saat melihat kembali wajah Jean di foto yang tengah ia pegang saat ini.   "Jadi Jean masih hidup? Kupikir dia..."   "Itulah yang harus kalian selidiki. Karena kalian juga pasti tahu, Jean tidak akan mati begitu saja hanya karena melompat dari tebing."   .   .     BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD