Part 05

1639 Words
Maira menolehkan wajahnya kearah samping ketika mendengar suara keributan dari arah barat perkebunan teh miliknya. Dilangkahkannya kedua kaki jenjang miliknya dengan cepat untuk mencari tau siapa orang yang telah berani membuat keributan diperkebunan miliknya. Terlihat ada tiga orang disana, dua orang pria yang sangat ia kenal dan satu lagi Maira tidak tahu siapa dia karena seluruh wajahnya tertutup habis oleh kotoran hewan. "Lah bukannya itu anak buahnya juragan sapi ? ngapain mereka disini ?" Monolognya bicara sendiri sambil berjalan semakin dekat. "Heh, ngapain kalian disini ? Mau jahat ya ?" "Ih, mana bau lagi." Refleks-nya menutup hidung. "Kalian bukannya anak buahnya juragan sapi yang genit itu ya ? Ngapain ribut disini ? Jangan-jangan mau curang ya sama perkebunan ayah saya ?" Tuduhnya. Membuat ketiga orang tersebut dengan cepat menggelengkan kepalanya panik. "Eh enggak kok non, kita mah mana berani jahat sama non, iya kan juragan ?" Elaknya sambil menolehkan wajahnya kearah pria yang kini wajahnya sudah tertutup habis oleh kotoran sapi disampingnya. "Juragan ? mana dia ?" Sontak jawaban tersebut membuat Maira menolehkan wajahnya ke arah kiri dan ke kanan. Membuat Pria yang wajahnya tertutup habis oleh kotoran tersebut mengutuk ucapan yang di keluarkan anak buahnya dalam hati. "b******k, Kalian mau bikin saya malu hah ?" Bisiknya dengan geram menginjak salah satu kaki anak buah t***l nya dengan keras. Diliriknya Maira yang masih celingak-celinguk mencari seseorang yang tidak lain adalah dirinya itu. "Ngapain masih disini ? cepat bawa saya pergi dari sini bego !, Jangan sampai Maira tahu kalau pria yang ada didepannya ini adalah saya, calon suaminya !" Perintahnya sambil menginjak kaki pria yang satunya lagi. Yang mana langsung dibalas anggukan kepala oleh keduanya. "Maaf gan." Cicitnya kemudian diseretnya kedua kakinya mendekat kearah Maira. "Non Maira maaf, kita bertiga mau pamit dulu. Non silahkan lanjutkan lagi pekerjaannya kita gak bakalan ganggu non lagi kok." Ucapnya kemudian segera berbalik, menghindari Maira yang mungkin akan bertanya lebih jauh lagi mengenai kehadiran mereka disekitar perkebunan miliknya. "Eh, Mau kemana ?" Belum sempat tangannya menarik salah satu tubuh diantara ketiga-nya, mereka semua sudah lari terbirit-b***t meninggalkan Maira dengan wajah bingungnya. "Lah aneh" gumamnya dengan pelan, Kemudian memilih berbalik, berjalan kearah timur untuk menemui pak radun yang tadi sempat dilihatnya sedang memetik daun teh beserta para pekerja yang lainnya. "Mang." Panggil Maira sambil melambaikan satu tangannya kearah depan. "Sini ! Maira mau ngomong sebentar." Lanjutnya dengan gerak bibir. "Iya Neng, Neng Maira manggil mamang ?" Tanya-nya saat sudah berada didepan sang majikan. Pak Radun dan Bi Ijah sudah terbiasa memanggil anak majikannya tersebut dengan sebutan Neng atau usu, berbeda dengan para pegawai lainnya yang lebih sering memanggil Maira dengan sebutan Non atau juragan. "Iya mang, Maira mau minta tolong sama mamang. Nanti kan habis dzuhur Maira mau pulang, mau nyiapin makanan buat nanti tahlilan ayah, mamang mau gak jagain kebun buat sementara gantiin maira ?" Ucapnya, yang langsung dibalas anggukan pria didepannya. "Mau neng, nanti biar mamang aja yang jagain kebunnya, neng mending pulang aja ! sama tadi kata nin, kalau misalnya neng butuh bantuan buat nanti tahlilan suruh panggil nin aja, dia ada dirumah kok !" Pinta-nya pada sang majikan. "Iya udah tau kok mang, tadi pagi juga waktu berangkat maira udah ketemu sama nin dijalan. Nin juga katanya mau dateng kerumah habis dzuhur buat bantuin Maira mang." Ucapnya kemudian setelahnya Maira dan Pak Radun kembali pada pekerjaannya masing-masing. *** Saat adzan Dzuhur selesai berkumandang Maira buru-buru membereskan barang-barang miliknya dan keluar dari dalam perkebunan menuju rumah sari untuk mengambil daging pesanannya. "Nih Ra udah aku beliin daging pesanan-nya." Ucap sari yang sudah stand by berdiri didepan rumahnya, menunggu kedatangan Maira dengan kedua tangan memegang penuh kantong kresek pesanan sahabatnya. "Kuat nggak ? Berat loh itu." Tanya-nya setelah memindahkan kedua plastik tersebut ke tangan Maira. "Kuat kok, Gampang lah segini mah" "Makasih ya Sar, udah beliin pesanan aku, kurang nggak uangnya ?" "Nggak, cukup kok. Sini deh aku bawain satu sampai belokan depan !" Sari yang melihat Maira kesusahan langsung mengambil alih satu kantong kresek ditangan Maira. "Eheheee, Makasih ya sari." "Iya sama-sama, aku ke rumah kamu-nya ntar sore aja ya, setengah tiga'an. Mau bantuin ibu dulu soalnya panen cabe dikebun, Gapapa kan ?" "Iya gapapa, nggak dateng juga nggak apa-apa kok kalau kamu sibuk mah ! Toh nanti ada Nin juga yang mau dateng habis dzuhur buat bantuin aku masak sama beres-beres buat tahlilan ntar malem." Ucapnya sambil melangkah. "Ya nggak gitu juga Ra, aku tetep dateng ko cuman nanti habis bantu ibu panen biar dapet komisi maksudnya." Ucap sari sambil tertawa. "Okelah, serah kamu aja kalo gitu ! makasih ya Sar !" "Iya ih makasih mulu dari tadi kamu mah kebiasaan." Ucap sari sambil memonyongkan bibir tebalnya kearah depan. "Udah nih, sana pulang ! aku nganternya sampe sini aja ya, kamu hati-hati pulangnya !" Sari menyerahkan kembali kantong plastik ditangannya begitu mereka sampai dibelokan. "Iya, udah sampe sini aja nganternya, makasih ya udah dibantuin, aku pulang dulu." Ucap Maira mengambil kembali kantong kreseknya kemudian berjalan dengan riang menuju arah rumah miliknya. Setelah sampai didepan rumah, Sinta yang melihat kedatangan Maira dari arah jendela kamarnya sedang berjalan mendekat sambil membawa sesuatu dikedua tangannya langsung berlari keluar. "Wiih, Maira nih anak kesayangannya ayah, udah pulang kamu ?" Tanya sinta putri kandung dari bu ratih yang tidak lain merupakan adik tiri dari maira. "Bawa apa kamu ? abis belanja ya ? kok banyak banget belanjaannya ? coba sini aku liat !" Pinta-nya mencoba merebut salah satu kantong plastik yang dipegang maira. Namun Maira dengan tegas menepis tangan sinta yang hendak menyentuh plastik belanjaan miliknya. "Dih, pelit, aduin ibu loh ! Buu, ibuuu sini deh bu !" Teriaknya sambil bibirnya menyunggingkan senyum sinis kearah maira. "Buu, lihat nih maira bu ! Dia abis belanja, mana banyak banget lagi belanjaannya. Buuu ih lama banget sih, cepetan sini entar dia keburu kabur bu !" Teriaknya dengan kencang. "Apa sih sinta ? berisik banget ibu kan lagi maskeran tadi. Kamu mah ganggu, awas aja kalau gak penting." Ucapnya dengan kesal menghampiri sinta yang tengah berdiri didepan pintu rumahnya. "Ada apa sih ? Tanya-nya "Itu lihat maira bu !" Tunjuknya pada maira dan kantong keresek ditangannya. "Wah, kamu belanja ra ? kok banyak banget sih ? Dapat duit dari mana kamu ?" Cecarnya sambil mengambil salah satu kantong kresek ditangan maira. "Daging sapi ?." Gumamnya "Kamu dapet ini dari mana ? Nyolong ya kamu ?" Tuduhnya. "Atau jangan-jangan kamu diem-diem nyimpen duit dari bapak kamu yang kemarin mati itu, kok ibu gak tau sih ?" Lanjutnya. Yang di balas delikan malas oleh Maira. "Apaan sih bu, nggak sopan main ambil-ambil aja belanjaan punya maira ! ini kan buat ayah." Ucapnya. Maira bahkan merebut kembali kantong kresek yang sempat di ambil oleh ibu tirinya. "Buat ayah ?" Ulangnya "Maksudnya ini semua mau kamu pake buat tahlilan ayah kamu gitu ?" Tanya-nya lagi "Iya, sama nanti juga bakalan ada nin sama sari juga mau kesini buat bantuin maira siap-siap tahlilan ayah." Yang langsung dibalas decakan sinis bu Ratih. "Segala manggil mereka, kebanyakan gaya kamu ra. mati ya mati aja ngapain harus tahlilan segala cuman bikin repot aja" Ucapnya dengan sinis Membuat Maira tersentak kaget mendengar ucapan ibu tiri didepannya. "Kok ibu ngomongnya gitu sih ? Ayah kan suami ibu juga, ibu tega ngomong kaya gitu sama ayah padahal ibu sendiri tinggal sama makan di rumah ayah." Ucapnya menatap tajam wanita didepannya. "Halah, banyak laga kamu. ya wajar lah ibu kaya gini, orang bapak kamu juga gak ninggalin apa-apa sama ibu. cuman ninggalin hutang sama kamu yang gak guna ini !" "Udah mending gini aja lah ra, kamu mending nurut aja sama ibu. terima tawaran dari juragan sapi itu buat nikah sama kamu. abis itu kamu bebas, hidup kamu juga enak bisa jadi istri orang kaya" Ucapnya kembali menghasut maira agar mengikuti keinginannya. "Maira nggak mau bu, kalau ibu tetep maksa ya mending ibu aja sana yang nikah sama dia !" Tantang maira sambil berjalan pergi meninggalkan ratih dengan sejuta kedongkolannya. *** Malam nya, Christ berjalan keluar dari arah rumah hanya dengan memakai celana pendek dan kaos oblongnya. Setelah selesai makan malam yang disiapkan oleh bi ijah tadi, badannya mendadak kegerahan akibat perutnya yang kekenyangan. Dihirupnya dengan rakus udara malam yang begitu sejuk sambil duduk selonjoran di beranda depan penginapannya. "Aduuuh. enak banget suasananya, tapi sayang kurang kopi sama gorengan." Ucapnya. "Cari kali ya sambil jalan-jalan di sekitar sini, kali aja kan nemu yang enak-enak." Gumamnya lagi sambil cengar cengir sendiri. Dikuncinya pintu rumah tersebut dengan rapat kemudian berjalan sambil bersiul riang keluar menyusuri setiap belokan mencari sesuatu yang enak untuk disantapnya malam ini. "Makan sama ngemil kan beda, bodo amat toh badan juga tetep oke kok !" Bela-nya pada diri sendiri terus berjalan memasuki area perkebunan yang sempat dilaluinya tadi siang. Namun sayangnya setelah beberapa menit berjalan, tidak ada satupun pedagang kaki lima ataupun warung kopi yang ia temui. Membuat bibir tipisnya mendengus dengan kesal karena terus saja berjalan sampai pergelangan kakinya pegal. "Hiih, tau gini mending diem dirumah aja tadi" Gumamnya sambil berbalik bertepatan dengan matanya yang menangkap sosok gadis tengah berjalan seorang diri menuju arah perkebunan miliknya. Merasa familiar. Christ diam-diam mengikuti gadis tersebut dalam diam. Dari mulai gadis itu duduk di kursi dekat perkebunan, kemudian setelahnya berpindah menuju pemakaman sampai terakhir pulang menuju rumahnya, Christ tetap berada di sana, mengikuti dalam diam dan memastikan gadis didepannya aman. Satu ulas senyum bahkan terpatri dibibir tipisnya, merasa aneh dengan kelakuannya sendiri. Karena seumur-seumur, baru kali ini Christ mengikuti wanita diam-diam. Lain dengan biasanya dimana Christ lah yang selalu diikuti dan dikejar-kejar oleh wanita. "Gila emang, udah gak bener nih kampung. lama-lama ini otak bisa geser kalau terus kaya gini." Ucapnya setelah sadar dari kegiatan menguntitnya. Christ kemudian memilih berbalik dan pulang, menyusuri setiap jalanan yang tadi ia lewati sampai menuju penginapan. Seperti orang linglung memang, sepanjang jalan hanya diam dan melamun, memikirkan seseorang yang bahkan sama sekali tidak dikenalnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD