Waktu semakin dingin dan larut, Tapi Anjar semakin memanas dan gila. Ia tidak bisa ditawar. Seperti tidak pernah bertemu denganku dalam waktu yang panjang, lalu sekarang merengek untuk dibawakan secawan madu dan ingin terus bersenang-senang. "Sayang, ayo ganti pakaianmu!" pinta Anjar sambil berbisik manja. "Atau mau aku yang menggantikannya?" "Eeemh, rayuan yang pintar." "Masuklah duluan! Aku menunggu di sini. Kalau sudah siap, tolong buka pintu kamarnya ya!" "Penampilan seperti apa yang kamu inginkan, Anjar?" tanyaku sekali lagi. Aku sengaja pura-pura lupa, hanya untuk mengganggunya. "Yang nakal, terserah saja," bisik Anjar yang sepertinya sudah tidak lagi tahan menunggu lama. "Baiklah, emuach." Kemudian aku meninggalkanya dan masuk ke dalam kamar. Setelah siap, namun 'tak sesuai d