Aku dan Fery mengangkat tubuh Mama yang hampir sejajar dengan lantai. Baru kali ini aku melihat Mama seperti ini. Sambil membujuk, Fery terus memegangi kedua lengan Mama. "Sabar, Ma!," ujar Fery berkali-kali. Ia tampak sama sakitnya dengan Mama. Aku yang berdiri seperti orang linglung, terus memandangi Mama. Seakan tidak percaya dengan apa yang sedang aku saksikan. Bukan hanya aku, Nofel pun terdiam seperti patung di sisi tembok bagian luar dengan matanya yang berkaca-kaca. "Telpon Papamu, Fery! Sekarang juga!" "I-iya, Ma." Saat saluran teleponnya tersambung, Mama langsung mengatakan semua yang terjadi kepada Papa mulai dari awal kejadian perampokan hingga kondisi Anjar saat ini dan aku pun mendengar setiap ucapan Mama dengan seksama. Mama bercerita dengan air matanya yang penuh dan s