Tak lama Adit dan Dama datang membawa air dan bunga melati sesuai pesanan. Pak Renal langsung menyiapkan tiga lilin di atas lantai, melingkari lilin itu dengan tasbih. Kemudian menuangkan air ke dalam wadah dan memasukkan bunga melati ke dalamnya.
"Tiara, kamu bisa kompres kening Shevia supaya terjaga dari makhluk yang berusaha masuk ke tubuhnya." Pak Renal memberikan wadah tadi dan selembar handuk.
"Tapi tangan saya satunya memegang tangan Shevia, Pak."
"Biar saya yang kompres, Pak." Lify mendekat dan mengambil wadah tadi.
Adit juga ikut duduk di dekat Lify, menjaga gadisnya supaya tidak kesurupan lagi. Bahaya kalau Lify sampai kesurupan lagi seperti tadi.
"Kamu duduk sini, Nat. Kamu sudah pakai kalungnya?"
Nata tak menjawab, dia langsung memakai kalung yang ditemukan Tiara tadi ke lehernya.
Pak Renal menyalakan ketiga lilin yang sudah ada di tengah-tengah Pak Renal dan Nata. Pak Renal memegang tangan kiri Nata sedangkan tangan kiri Pak Renal ikut memegang tangan kanan Nata dan tangan kiri Shevia.
"Peraturannya, tangan kita tidak boleh terlepas. Dan buat kalian yang berjaga di sini, jika nanti ada satu lilin yang mati itu artinya ada yang dalam bahaya. Masing-masing lilin mengarah ke kami, dan bisa lihat mana yang mati. Kalau misalkan yang mati lilin mengarah ke saya, artinya saya yang dalam bahaya." jelas Pak Renal.
"Terus kita harus apa Pak, supaya Pak Renal kembali?"
"Panggil nama dari lilin yang mati itu sekencang mungkin. Kalian mengerti?"
"Mengerti, Pak."
Pak Renal melihat ke sekeliling, pintu dan semua jendela sudah ditutup. Tidak ada udara yang masuk, semua ini memang sengaja supaya tidak ada angin yang membuat lilin itu mati.
"Nata, pejamkan mata kamu sekarang."
Nata menurut apa kata-kata Pak Renal. Mereka terus berdoa untuk keselamatan Nata, Shevia dan Pak Renal. Pasti semua khawatir atas kejadian ini.
***
Nata langsung berlari ke lorong menuju gedung lama mencari Shevia. Pak Renal tak mau kalah, dia pun berlari di belakang Nata.
"Shevia! Lo di mana, She?!" seru Nata berharap Shevia akan mendengar.
"Shevia, ini Pak Renal!"
Mereka terus berlari sampai tengah-tengah lorong, tapi belum juga mendapat titik terang tentang di mana keberadaan Shevia.
"Shevia!"
"She... Jawab gue! Lo di mana?"
"Kita cari ke setiap kelas, Nat."
Nata mengangguk dan mencari ke setiap kelas dari kelas yang paling dekat mengarah ke jalan dekat semak-semak sumur tua. Semua pintu mereka buka, tapi sudah enam kelas mereka buka belum juga menemukan Shevia.
"Shevia... Gue datang!"
"Shevia... Kamu di mana?!"
"She... Ini gue Nata, She...!"
"Kita pindah ke sana, Nat." Pak Renal menunjuk ke kelas yang mengarah ke jalan gudang sekolah.
Mereka kembali berlari dan kembali membuka setiap pintu kelas. Ini berbeda dengan suasana saat Nata terjebak di gedung lama tadi. Kali ini sepi dan tidak ada makhluk-makhluk yang mengerikan.
"Di mana, Shevia?"
"She...!"
"Ini kelas terakhir Nat, semoga saja Shevia di dalem." harap Pak Renal.
Nata menendang pintu kelas itu, dia masuk ke dalam kelas. Dia seperti mendengar orang menangis tapi Nata tidak melihat orang itu di mana.
"Itu suara Shevia, Pak."
Nata melihat ke setiap sudut, matanya melebar ketika melihat Shevia ada di pojokan kelas dengan kondisi diikat.
"She... Shevia, lo kenapa?" Nata mendekat dan berusaha membuka ikatan tali di tangan dan kaki Shevia.
"Gue diikat sama hantu tanpa kepala itu." ujar Shevia lirih, gadis ini sudah sangat lemah.
"Hantu punya tali juga ternyata." Nata berhasil melepaskan ikatan Shevia.
Entah yang barusan tadi melucu atau apa tapi rasanya hal itu tidak perlu dibahas tentang hantu yang memiliki tali atau tidak dalam situasi genting seperti ini.
"Nat... Hiks... Nat..." Shevia menunjuk belakang Nata.
"Lo kenapa, She?"
"Itu Nat, dia ada di belakang lo."
"Hah?" Nata menoleh ke belakang, tepat di belakangnya ada hantu tanpa kepala itu.
"Hua.... Lari..." Nata menarik tangan Shevia. Mereka lari keluar ruang kelas dan menyusul Pak Renal yang menunggu di depan.
"Kenapa Nat, She?"
"Hantu itu ada, Pak."
Mereka bertiga lari menjauh dari hantu tanpa kepala itu. Meski masih mengejar, hantu tadi tidak bisa menyentuh tubuh mereka. Karena Nata memakai kalung sentro aji, Pak Renal punya gelang wetra pemberian nenek buyutnya dulu.
"Gue capek, Nat." Shevia berhenti, dia terlalu lelah karena terus menerus berlari dari tadi.
"Sebentar lagi sampai She, kita harus cepat."
"Tapi gue capek, Nat."
"Tidak apa-apa, kita istirahat bentar. Hantu itu tidak akan berani menyentuh kita."
Shevia menarik napas mengeluarkannya pelan, seperti itu terus sampai beberapa kali. Nata dan Pak Renal melakukan yang sama.
"Ayo kita lari lagi." ajak Pak Renal saat melihat hantu tanpa kepala tadi semakin dekat.
Ketiganya berlari bersamaan menuju gedung baru. Tinggal beberapa meter lagi mereka sampai.
"Aw..." Nata terpeleset dan jatuh.
"Pak, Nata jatuh." kaget Shevia, Pak Renal memegang tangan Shevia.
"Selamatkan Shevia, Pak."
"Enggak, kita bakal pulang sama-sama." Shevia meronta tidak mau meninggalkan Nata sendirian.
"Ayo She, kita harus pergi dari sini."
"Tapi Nata bagaimana, Pak? Kita harus tunggu Nata."
Pak Renal terus menarik tangan Shevia. Sedangkan Nata masih berusaha bangun.
"Yah, lepas." Nata berusaha mengambil kalung sentro aji yang lepas dari lehernya.
Hantu tanpa kepala tadi sudah ada di depan Nata. Tangan Nata masih berusaha mengambil kalung sentro aji yang terjatuh lumayan jauh darinya.
"Hua..." teriak Nata berjingkat kaget ketika ada sosok berbaju putih di dekatnya. Nata berhasil mengambil kalung sentro aji yang tadi terjatuh.
"Pergi...!" ujar sosok itu menghadap Nata.
***
Pak Renal kembali sadar, Shevia juga sudah menggerakkan tangannya. Tapi tiba-tiba lilin yang mengarah ke Nata mati.
"Kita harus panggil Nata." seru Pak Renal tiba-tiba membuat mereka semua kaget.
"Nata!" Shevia bangun tiba-tiba, dia mendekat ke tubuh Nata.
"Nat sadar, Nat!"
"Nata." mereka semua berseru memanggil Nata.
"Nata!" suara Shevia menggema.
"Nat sadar, gue di sini." Shevia terus menggoyang-goyangkan tubuh Nata.
"She!" Nata tiba-tiba membuka matanya mencari Shevia.
"Nat, gue di sini." Shevia memeluk tubuh Nata tiba-tiba. Gadis itu menangis di pelukan Shevia.
Nata membalas pelukan Shevia dan tak lama dia langsung melepaskannya. Lelaki itu malu dilihat banyak orang apalagi ada guru mereka di sana.
"Lo tidak apa-apa?" Shevia menggelengkan kepalanya.
"Kamu kembali, Nat?" Pak Renal terlihat bahagia melihat Nata sadar.
"Ada sosok yang menolong saya, Pak."
Perkataan Nata membuat semua orang kaget. Ada banyak pertanyaan di dalam benak mereka.
"Sosok? Siapa?"
"Saya tidak tahu Pak, tapi dia menyelamatkan saya."
Mereka semua bersyukur karena Nata, Shevia dan Pak Renal selamat semua. Meski mereka sempat sport jantung karena lilin yang mengarah ke Nata mati.
"She, lo tadi diapakan sama hantu itu?" Tiara ikut bertanya, memecahkan keheningan di antara mereka.
Mereka mendengarkan apa yang diceritakan Shevia. Gadis itu masih terlihat ketakutan. Mereka hampir tak percaya kalau hantu tanpa kepala itu terus mengejar Shevia dan mengincarnya. Sebenarnya ada satu pertanyaan dalam diri mereka. Kenapa hantu tanpa kepala itu mengincar Shevia.
"Sepertinya dia juga yang menggerakkan timba air saat kita di semak-semak sehabis mengambil airnya." ujar Adit tiba-tiba.
"Benarkah?"
Semua mata berpindah menatap Adit. Menuntut jawaban apakah benar yang dikatakannya barusan.
“Memangnya mahkluk begitu bisa menggerakkan sesuatu? Bukannya mereka tidak bisa memegang benda ya?” heran Angel sambil mengingat-ingat cerita horor dalam film yang pernah dia tonton.
“Ya gue kan cuma bilang sepertinya.” sahut Adit masih merasa belum pasti kalau asumsinya benar.
“Bisa kalau energi mereka besar, apalagi kalau sedang marah.”
Semuanya kaget ketika mendengar perkataan Pak Renal barusan. Ternyata mahkluk halus bisa memegang benda juga. Mereka pikir tidak bisa.
“Kalau memegang benda bisa, memegang manusia juga bisa ya Pak?”
“Melukai manusia saja bisa kalau mereka marah.”
Mengerikan, mendengarnya saja sudah membuat bulu kuduk merinding.
***
Next...