Tempat Penuh Kenangan

1127 Words
Setelah selesai berdiskusi dengan klien-nya, Rachel ingin segera menghubungi nomor ponsel Nathan. Tadi pagi saat mengantarkannya bertemu klien, Nathan berkata akan menunggu di sekitar tempat itu. Ia menyuruh Rachel menghubunginya saat pekerjaannya selesai. Rachel langsung mengatakan iya dan buru-buru masuk ke Restoran itu. Tapi baru saja mengambil ponsel dan akan melakukan panggilan pada nomor ponsel Nathan, dia ingat bahwa dia tidak mempunyai nomor ponsel Nathan saat ini. "Duuh, bisa-bisanya aku lupa meminta kartu namanya." Kesal Rachel lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Rachel memutuskan untuk berjalan-jalan sendiri. Menelusuri tepi pantai yang sudah pernah ia lewati. Sambil memperhatikan sekelilingnya. Barangkali saja ia melihat Nathan. Setelah lumayan jauh berjalan, Nathan tidak juga terlihat. Rachel memutuskan untuk beristirahat di bawah kursi payung yang banyak berdiri di sepanjang pinggir pantai. "Kak, ini jeruk hangatnya." Seru seorang anak laki-laki yang datang tiba-tiba menyodorkan segelas jeruk hangat. " Tapi, kakak belum memesan minuman apapun." Tanya Rachel heran. " Paman di sana yang memesankan untuk kakak." Ucap anak itu sambil menunjuk ke arah belakang Rachel. Terlihat Nathan sedang berjalan ke arahnya. Lalu ia tersenyum. "Kalau begitu, minuman ini kakak terima ya. Terimakasih anak baik." Kata Rachel lagi. "Baik, kak. Sama-sama." Jawab anak kecil itu lalu berlari menuju warung jus ibunya. Rachel duduk menatap deburan ombak di pinggir pantai. Nathan datang menghampiri dan duduk di sebelahnya. "Sejak kapan kau berdiri di belakang sana ?" Tanya Rachel. "Aku mengikutimu sejak kau keluar dari Restoran tempatmu bertemu klien itu." "Sepertinya sangat menyenangkan menjadi seorang penguntit." "Kenapa kau tidak jadi menghubungiku?" "Aku tidak punya nomormu." "Sebab itu lah aku hanya menunggumu disana dan mengikuti kemana kau berjalan." "Lalu kenapa kau tidak langsung menghampiriku?" "Aku ingin melihat sejauh mana kau sanggup berjalan mencariku." "Aku berjalan bukan karena ingin mencarimu, tapi karena aku ingin berjalan-jalan saja." "Tapi aku melihatmu melirik kiri kanan sepanjang jalan, seperti sedang mencari keberadaan seseorang." Awalnya Nathan hanya ingin menggoda Rachel, 6tapi siapa sangka Rachel malah menjawab dengan kata - kata yang sendu. "Kau benar. Aku mencari keberadaan seseorang. Sesorang yang telah lama hilang dalam hidupku. Dulu... Di tempat ini kami sering menghabiskan waktu bersama. Aku hanya ingin melihat apakah ditempat ini masih tersisa kenangan itu." "Seperti itu kah kita dulu?" "Kau bahkan akan langsung mendirikan tenda untuk kita berkemah di tepi pantai ini, saat aku mengatakan ingin tidur di temani suara desiran angin dan deburan ombak." "Sepertinya dulu aku terlalu memanjakanmu." "Kau menomor satukan aku di atas segalanya." "Lalu bagaimana denganmu? Apa kau menomor satukan aku juga ?" " Tentu saja. Seperti itu lah kita dulu." Nathan diam sejenak. Lalu mengeluarkan sebuah kalung yang terbuat dari kerang-kerang cantik. " Tadi saat aku berjalan mengikutimu, aku mengumpulkan kerang-kerang ini, lalu mengikatnya menjadi sebuah kalung. Bukan kah kau dulu sangat suka aksesoris yang kubuat dari kerang-kerang pantai ini?" Jelas saja, kata-kata terakhir Nathan membuat Rachel menegakkan posisi duduknya yang tadi bersandar ke kursi pantai. "Bagaimana kau tahu? Maksudku apakah kau sudah mengingat sesuatu?" Tanya Rachel dengan sangat bersemangat. " Ya, aku rasa tempat ini bagus untuk proses penyembuhanku. Perlahan-lahan aku mulai mengingat sesuatu. Maaf aku hanya berhasil mengingat sedikit untuk saat ini. Aku akan berusaha mengingatnya lebih banyak lagi. Tunggu lah sebentar lagi." Jawab Nathan lalu menggenggam tangan Rachel. Rachel mendekatkan dirinya pada Nathan, bersandar di bahu kekar pria itu. "Aku akan menunggu sedikit lagi. Bahkan dulu aku sanggup menunggu selama tujuh tahun hingga akhirnya kita bertemu kembali, kenapa tidak untuk sekarang." Bathin Rachel. Mereka menikmati desiran angin di tepi pantai. Memandangi sunset di senja itu. Sementara di kota D, Celline yang mengetahui bahwa Nathan pergi ke kota S untuk menyusul Rachel merasa sangat marah. Ia meluapkan kemarahannya dengan merusak semua barang-barang di kamarnya. Ia bahkan berteriak dengan sangat keras. Membuat ibunya kaget dan langsung mendatanginya ke kamar. "Celline, ada apa? Kenapa kau berteriak begitu keras? Lalu, apa semua ini? Mengapa kau menghancurkan semua barang-barangmu?" Tanya Sarah terus tanpa henti setelah melihat kekacauan di kamar itu. "Mami, Nathan hanya milikku. Dia hanya untukku. Tidak ada yang boleh merebutnya dariku." Teriaknya frustasi. "Tenang lah sayang, tenang. Tentu saja Nathan hanya milikmu. Bukan kah dia sudah bertunangan denganmu?" Hibur Sarah sambil memeluk anak semata wayangnya itu. "Walaupun dia tidak pernah mencintaiku, aku selalu sabar selama ini menunggu hatinya terbuka untukku. Tapi apa yang dia lakukan padaku sekarang?" Jeritnya lagi. "Tenang lah Celline, kemari lah. Duduk di sini." Sahut Sarah sambil mengarahkan Celline untuk duduk di sisi ranjangnya yang besar. "Coba katakan perlahan-lahan, agar Mami mengetahui situasinya." Bujuk Sarah lagi. Celline memang sangat dimanja orang tuanya. Dari ia kecil, apa yang dia minta selalu diberi tanpa satu pun kata bantahan. Itu lah yang akhirnya membuat Celline merasa semua yang dia inginkan di dunia ini harus dia dapatkan. Bagaimana pun caranya. " Roy, kaki tangan Nathan yang bodoh itu mengatakan Nathan pergi ke kota S siang kemarin." Celline berkata dengan geram. "Kota S? Apakah dia mempunyai bisnis ke kota itu? Sudah sangat lama, kenapa tiba-tiba dia datang kesana?" Tanya Sarah lagi yang juga heran mendengar perkataan Celline. "Itu karena gadis miskin itu sudah kembali dan merayunya lagi. Aku pasti tidak akan membiarkannya merebut Nathan dariku. Mami, tolong beritahu aku apa yang harus aku lakukan?" Pintanya pada Sarah, ia tahu ibunya ini sangat bisa di andalkan. "Maksudmu, kekasih Nathan tujuh tahun lalu? Nathan mencarinya kesana ?" Tanya Sarah masih tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Bukan Mam, ternyata selama ini dia juga tinggal di kota ini. Sangat dekat dengan kita. Aku yakin wanita itu sengaja mencari Nathan, dan membawa seorang anak. Dia pasti ingin menjebak Nathan agar masuk dalam perangkapnya. Entah anak siapa yang ia pungut untuk melancarkan rencana murahannya itu." Celline mengatakan itu dengan expresi penuh kebencian. "Jadi, apakah selama ini Nathan sudah sembuh dan berpura-pura masih amnesia ?" Sarah merasa syok. Karena jika Nathan sembuh sebelum pernikahannya dengan Celline, anaknya itu pasti akan ditinggalkan. Dia tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi pada Celline seandainya hal itu terjadi. Ia sangat tau bagaimana Putrinya itu. Ia sagat tempramental. "Kalau pun dia sembuh, dia harusnya membenci wanita itu. Aku sudah mengubah semua informasi tentang mereka di masa lalu." Kata Celline pelan, seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri. "Tenang lah, dia pasti akan tetap menikah denganmu. Nanti Mami akan bicara pada Papimu." Sarah berusaha membujuk Putrinya. "Sebaiknya Mami lakukan itu secepatnya. Apa yang seharusnya menjadi milikku, akan tetap menjadi milikku. Siapa saja yang mencoba menghalangi akan berhadapan denganku. Aku tidak akan bermurah hati." Kata-katanya membuat Sarah merasa takut. Ia takut putrinya akan melakukan hal-hal di luar batas kewajaran. Sarah tentu tidak ingin putrinya bertindak nekat. Dia tidak ingin terjadi apa-apa pada putrinya itu. Satu-satunya keturunan keluarganya. Jadi Sarah selalu berusaha menjaga agar suasana hati Celline tetap baik. Sarah menyuruh pelayan membersihkan dan merapikan kembali kamar Celline. Lalu ia mengajak Celline untuk pergi ke salon agar suasana hatinya kembali cerah. Celline menyetujui ajakan ibunya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD