Sebuah Sindiran

1081 Words
Kinanti merupakan gadis yang memiliki reputasi yang cukup tinggi di sekolahnya dulu dan kini kampusnya. Dia gadis baik yang memiliki kecerdasan tinggi. Sadar bahwa menikah dengan seorang taipan tua tujuh puluh tahunan adalah hal yang tidak enak didengar dan dilihat, Kinanti hanya mengundang beberapa teman terdekat di acara pernikahannya. Dia pun enggan diwawancara oleh beragam media yang datang meliput pernikahannya yang sangat mewah. Wajar ada banyak wartawan yang ingin meliput pernikahannya dengan Arsa Biantara. Arsa adalah pemegang saham terbesar Biantara Group, sebuah perusahaan yang memiliki omset tinggi di dunia, tertinggi di wilayah Asia Tenggara. Acara resepsi pernikahan yang sangat mewah yang dihadiri para pejabat tinggi dan para artis dan selebriti terkenal. Jamuan yang terhidang juga sangat mewah dan mahal. Sebagai putra satu-satunya sang taipan, Dimas ikut hadir di pesta pernikahan papanya. Dia datang tepat waktu bersama orang-orang terdekat. Kedatangan Dimas ini menyita perhatian para tamu undangan juga yang lainnya. Sosoknya seperti lingkaran cahaya yang membuat terperangah bagi yang melihatnya. Sebagian besar kaum perempuan terkagum-kagum melihat tubuh tinggi besar Dimas berjalan gagah, juga wajahnya yang sangat tampan dengan rahang yang kokoh. Orang-orang penting sudah tahu rencana Arsa yang akan mengalihkan seluruh asset perusahaannya kepada Dimas. CEO Dimas akan segera menggantikan posisi papanya, yang akan memegang lebih dari lima puluh per sen saham Biantara. Artinya, setelah pertemuan penting para petinggi dan pimpinan perusahaan, Dimas benar-benar akan menjadi direktur utama. Dimas berpakaian formal hari ini, setelan jas hitam retro keluaran terbaru yang melekat sangat pas di tubuh seksi tingginya. Aura Dimas seolah memegang kendali acara pernikahan papanya dan Kinanti. Dimas langsung berjalan melangkah menuju pelaminan. Tampak papanya dan Mama tirinya berdiri bercakap-cakap penuh basa basi dengan para tamu undangan yang menghampiri mereka berdua. Langkah Dimas disambut senyum orang-orang yang melihatnya, dan Dimas pun membalas senyuman mereka dengan ramah. Kemudian seorang pegawai setengah berlari menuju Arsa, berbisik pelan memberitahu bahwa Dimas sudah datang. Arsa dengan cepat menghentikan pembicaraannya dengan para tamu. Bersama Kinanti yang cantik bergaun mewah, turun dari atas pelaminan menuju Dimas yang juga sedang menuju ke arahnya. Langkah Dimas terhenti dan orang-orang terperangah melihat mereka bertiga. Mata mereka terbuka sangat lebar mengamati sikap Dimas terhadap papanya dan Mama tirinya. "Papa, selamat atas pernikahan baru Papa,” ucap Dimas akhirnya dengan senyum lebar dan hangatnya. Kepalanya sedikit tertunduk pertanda hormat. Arsa tatap wajah putra satu-satunya yang tinggi itu, mendengar ucapan Dimas dengan seksama. Beberapa detik kemudian, dia terlihat menghembuskan napas lega. Dimas yang menyadari gerak gerik papanya, mengajak para tamu undangan bersorak dan bertepuk tangan. Dimas sepertinya benar-benar merelakan papanya menikah dengan perempuan yang sangat muda. Dan wajah kerut Arsa berubah sangat bahagia dan hati yang senang, begitu pula orang-orang yang ada di sekelilingnya. Hari itu Dimas menjadi orang yang super sibuk melayani pembicaraan para tamu undangan. Tentu saja dia tidak bisa berdekatan terus menerus dengan papanya. Ada saja tamu undangan penting yang mengajaknya berbicara, tentang segala hal mulai dari bisnis hingga rencana-rencananya ke depan. Meski sibuk berbincang sambil menikmati minuman, mata Dimas sesekali melirik ke arah Kinanti yang wajahnya didandan cantik dan tubuhnya memakai gaun pengantin indah. Kinanti mengenakan gaun biru tua yang dibuat khusus untuknya, warna gaun itu sangat cocok dengan kulit putih Kinanti yang mulus dan bersih. Rambutnya dihias dengan manik-manik berkilau. Dia terus berdekatan dan mengikuti langkah suaminya. Kinanti bak batu safir yang jatuh begitu saja di atas tanah lapang, safir biru yang tidak berdebu sama sekali, dan mengeluarkan cahaya penuh warna. Pesta pernikahan yang sangat mewah di sebuah gedung hotel berbintang lima itu berjalan sukses dan lancar. Mempelai perempuan yang sangat muda itu tetap mempertahankan senyuman dengan sikap sopannya. Gerak-gerik dan ucapannya tentu diamati intens. Sikap Kinanti sangat tepat dan sempurna di hari pernikahannya. Dimas mengikuti rangkaian acara pernikahan papanya dengan tetap melayani para tamu dan berbincang-bincang dengan mereka. Dimas juga menikmati makanan dan minuman, namun hati dan pikirannya terus tertuju pada sosok Kinanti. Sedikit heran akan sosok Kinanti yang ternyata menerima kesepakatan untuk tidak mengganggu Biantara Group sama sekali. Apa agenda yang tersembunyi Kinanti sesungguhnya dengan mau menikahi laki-laki tua kaya raya, murni balas budi karena papanya yang telah menolong keluarganya? Jika ada sesuatu yang Kinanti lakukan di masa mendatang, Dimas akan menghancurkan ambisi Kinanti. Dimas memejamkan matanya sejenak dan menggeleng, merasa aneh memiliki ibu tiri yang usianya sangat muda belasan tahun dari usianya sendiri. Dimas cukup banyak minum air di pesta pernikahan papanya. Mungkin karena gerah dan juga gelisah dengan pikiran-pikiran anehnya terhadap tiga hal sekaligus, pernikahan papanya, sosok dingin misterius Kinanti, dan perusahaan. Tak sadar sudah hampir lima gelas air minum yang mengalir di dalam tubuhnya. Selama acara berlangsung dia minum sambil berbincang ramah dengan orang-orang sekitarnya. Akibatnya, Dimas pun terdorong hendak ke toilet. Dimas ke luar dari toilet dan ingin mengistirahatkan pikirannya. Dia melangkah ke luar balkon hotel untuk merokok. Baru saja kakinya berhasil menapakkan lantai luar balkon, dia melihat ada dua orang yang sedang merokok di sana, asyik berbincang-bincang membahas pernikahan papanya. “Aku lihat nggak ada keluarga besar Kinanti yang hadir di pernikahan ini. Apa mereka sebenarnya tidak menyetujui pernikahan ini?” gumam pria yang memakai batik cokelat dan celana bahan berwarna serupa. "Kamu sendiri? Apa kamu setuju dengan pernikahan ini?" Pria satunya dengan raut wajah sinis balik mempertanyakan kebingungan temannya itu. Pria ini memakai batik berwarna biru muda. Pria yang berbatik cokelat tertawa kecil, tapi raut wajahnya serius. “Kalo masalah uang, Kinanti bisa menemukan seseorang yang sedikit di bawah dari keluarga besar Biantara, dan lebih muda dari Arsa." “Maksudmu?” pria berbatik biru muda balik bertanya. Pria berbatik cokelat menepuh dahi temannya dan memasang wajah serius dan penuh misteri, seolah ingin temannya menyetujui pendapatnya mengenai pernikahan Kinanti dan Arsa. “Kamu nggak sadar apa, ada pepatah sambil menyelam minum air. Hm … Kinanti memiliki agenda yang sesungguhnya. Siapa tau target Kinanti yang sebenarnya bukan Arsa, akan tetapi anaknya. Arsa yang pastinya nggak lama lagi meninggal … lalu sang anak yang berhasil dia dapatkan. Hah … warisan yang sempurna bagi sang anak, saham terbesar Biantara dan istri muda nan cantik jelita.” Pria berbatik biru muda menggeleng sambil menatap kagum wajah temannya. “Wow. Bisa saja pikiranmu sejauh itu,” kekehnya. “Hm … kematian sang Ayah dan suksesnya seorang putra mahkota.” Dimas dengan sengaja melangkahkan kakinya dengan sedikit menghentak sehingga membuat dua orang yang membicarakan pernikahan papanya itu tersentak. Keduanya tergagap karena telah menyinggung kata-kata kematian sang taipan kaya raya dan suksesi putra mahkota. Dan putra mahkota yang mereka bicarakan ada di hadapan mereka sekarang. “P … Pak Dimas?” Kedua orang itu benar-benar terkejut sekaligus malu. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD