Kira-kira sepuluh menit kemudian, Jeffrey yang bersandar santai di dinding bangunan melihat sosok Kinanti yang sedang berjalan ke arahnya. Kinanti memakai kemeja putih dan bertopi hitam. Saat Kinanti mendekat, Jeffrey menegapkan tubuhnya sembari melambaikan tangan ke arah Kinanti. Tampak Kinanti menurunkan topinya sedikit lebih rendah dan sejenak menghentikan langkahnya sebelum kemudian kembali berjalan menuju Jeffrey.
Sudah dua hari berturut-turut Jeffrey mengawasi Kinanti di area perumahan elit Arsa. Jeffrey terlihat sedikit ceroboh dengan wajah pucat lagi kuyu. Kaus putih yang dipakainya tampak longgar dengan menebar bau asap rokok yang tidak sedap bercampur alkohol. Jeffrey tidak mau menyerah, dia terlihat tidak sabar saat Kinanti mendekatinya.
Sementara Kinanti seperti biasa terlihat biasa dan dingin. Dia sama sekali tidak heran dengan penampakan Jeffrey sekarang. Dia bahkan langsung menatap Jeffrey dengan sorot mata yang begitu tajam saat ini.
“Jeff, berhenti mencariku! Aku sudah lunasi seluruh hutang keluargamu … mulai detik ini kita nggak ada hubungan apa-apa lagi.”
Mendengar perkataan itu, Jeffrey seketika menatap Kinanti tak kalah tajam. Dia tidak mengacuhkan kata-kata Kinanti karena sepertinya dia hanya terobsesi dengan tubuh wanita itu. Tahu Kinanti lengah, Jefrey melepas topi dari kepala Kinanti dan membuangnya di sisinya.
Secepat kilat Jeffrey sentuh dagu Kinanti. "Dengan begini, aku bisa melihat kakak Kinantiku dengan amat jelas."
“Jeff!” Kinanti tepis tangan Jeffrey dari dagunya. “Kamu dengar nggak sih apa yang barusan aku bilang?” Kinanti marah tidak terima dengan kata-kata Jeffrey. “Aku nggak mau melihat kamu lagi! Apa kamu nggak dengar yang tadi aku katakan kalau kita nggak ada hubungan apa-apa lagi.”
Jeffrey tersenyum menyeringai melihat amarah Kinanti. Dia kembali bersandar di dinding di belakangnya, mengamati wajah Kinanti yang semakin cantik dan bersih. “Ya … ya. Aku mendengar apa yang kamu bilang tadi,” ujarnya sambil mengangkat tangannya memberi isyarat menyerah. Nada suaranya lembut seolah sedang menenangkan seorang kekasih.
Kinanti menyadari bahwa Jeffrey tidak mendengarkan kata-katanya dengan serius. Dia ulangi kata-katanya lebih tegas. "Jeffrey, kita tidak memiliki hubungan apa-apa mulai sekarang, dan kamu tidak boleh memiliki pemikiran lain tentang aku."
Tapi Jeffrey tertawa kecil dengan nada sedikit menggoda. "Emangnya apa yang aku pikirkan tentang kamu, Kak?"
Kinanti tidak bisa memahami apa yang ada di dalam pikiran Jeffrey sekarang. Sikap sembrono dan kegilaan Jeffrey membuatnya kesal. “Bisa-bisanya kamu bilang begitu?”
Meskipun Kinanti dan Jeffrey tidak memiliki hubungan darah, Jeffrey adalah adik laki-lakinya. Jeffrey merupakan anak kandung Rachel – Mama tiri Kinanti – yang usianya lebih muda beberapa tahun dari Kinanti.
Jeffrey terlihat menahan kekesalan atas sikap dan kata-kata tajam Kinanti. Dia tersenyum sinis dengan mata memicing remeh. "Kak, kamu aja belum jelaskan pendapatku tentang kamu."
Lalu Jeffrey tertawa dingin sambil menegapkan tubuhnya malas-malasan. Dia tinggi dan kuat, dengan fisik bak beruang. “Karena kakak nggak bisa menjelaskannya, biar aku yang jelaskan.”
Sekejap Jeffrey menerkam Kinanti, mendorongnya ke dinding dan menekan tubuh ramping Kinanti.
"Apa yang ingin kamu lakukan?" Dengan wajah terkejut, Kinanti mengatakan itu.
Namun, belum sempat menghindar dengan apa yang akan dilakukan oleh Jeffrey, pria itu berhasil menempelkan bibirnya yang berbau asap dan alkohol ke bibir Kinanti dengan paksa. Pria itu kini mulai menghisap, menjilat, menggigit dengan buas, dan menjejalkan lidahnya seperti ciuman paksa di masa lalu. Kinanti coba bersikap tenang sambil mengendalikan dirinya agar tidak terbawa permainan hasrat Jeffrey yang semakin menggila. Dia sadar untuk melepaskan diri adalah hal yang sulit. Jadi, lebih baik mengendalikan dirinya agar tidak terbawa suasana daripada mencoba lepas dan itu hanya sia-sia. Terlebih sosok Jeffrey memiliki tinggi yang lebih darinya. Badan kekar kuatnya sangat menyulitkan Kinanti untuk bisa menghindar. Bagi yang melihat keduanya, Kinanti sepertinya menyerah pada rayuan Jeffrey hingga perlakuan paksa itu tampak seperti godaan dan cumbuan sepasang kekasih.
"Sudah, Jeff. Berhenti!” Kinanti sekuat tenaga mendorong tubuh kuat Jeffrey.
“Aku nggak bisa berhenti, Kakakku Sayang….” Jeffrey semakin kasar menjejal leher putih jenjang Kinanti dengan wajahnya.
“Aku sudah menikah!”
“Aku nggak peduli!”
Tanpa memedulikan permintaan Kinanti yang minta dilepaskan, satu tangan Jeffrey mulai memegang rahang halus wanita itu sambil mencubitnya lembut hingga mulutnya terbuka.
“Kamu gila, Jeff! Aku bilang berhenti!"
"Aku memang gila, Kak! Kamu sudah tau aku gila ... tergila-gila dengan kakakku yang cantik jelita."
Tanpa bisa melakukan apa-apa, Kinanti hanya bisa pasrah menerima gigitan dan cengkeraman Jeffrey. Tangan Jeffrey yang lainnya pun kini mulai mengangkat kemeja tipis wanita itu, lalu memijat pinggangnya yang ramping dan kencang. Jeffrey benar-benar tidak bisa menahan diri saat ini. Seolah-olah hasratnya sudah memenuhi isi kepalanya hingga membuat gelora dalam tubuhnya seperti terbakar dan ingin mencari kepuasan dari Kinanti.
"Aku benar-benar menginginkanmu, Kak." Tubuh bagian bawah Jeffrey kini mulai menempel erat pada bagian sensitif tubuh Kinanti. Pria itu seperti binatang buas yang belum lama dilepas. Dia mendorong pinggulnya ke tubuh Kinanti dan bergerak maju mundur sambil bergumam dengan kata-kata yang sangat memuakkan.
"Kakak, aku sangat merindukanmu. Saat aku menyentuhmu, aku tidak bisa mengendalikan diri."
Saat pertama kali melihat foto dan informasi tentang Kinanti yang dia dapat dari Tari, Dimas tidak mau mengakui pesona Kinanti, tapi dia terpikat dengan mata Kinanti yang hitam dan putih bening dengan pupil mata yang terkesan dingin seperti tertutup lapisan es tipis. Sosok Kinanti terasa sangat sulit didekati. Hal terindah dari sudut mata Kinanti yang sedikit naik ke atas, memberi kesan Kinanti sebagai orang yang pendiam, tapi menyembunyikan rayuan. Membuat orang berpikir bahwa dia memiliki mata menggoda.
Dimas merokok sambil menyaksikan adegan intim di seberang jalan dengan perasaan tenang. Dia tidak bisa mengungkapkan apa yang dia rasakan. Ada kemarahan bahwa istri papanya dicium dan dibelai laki-laki lain. Ada juga kekecewaan yang amat dalam. Dia mengira Kinanti adalah bunga suci lagi mulia. Namun, pada kenyataannya, ternyata dia adalah orang yang tak sanggup menahan diri dari godaan perselingkuhan. Entah kenapa, pada saat yang sama, Dimas juga merasakan emosi-emosi lain yang dia sendiri tidak bisa menjelaskannya. Dimas mengembuskan napasnya dengan kasar, bersama amarah yang entah kenapa mulai mengusiknya.
Tampak asap abu-abu yang perlahan ke luar dari mulutnya, mengaburkan pandangan di depannya. Namun, matanya yang memicing terasa sangat berat saat menatap pinggang putih Kinanti yang tersingkap akibat tangan Jeffrey yang mengangkat kemejanya. Ketika tangan gelisah Jeffrey terulur ke bagian bawah tubuh Kinanti, Dimas akhirnya tidak tahan lagi. Dia buang puntung rokoknya dan melajukan mobilnya menuju rumah papanya.
"Dasar jalang.” Dimas mengencangkan cengkeraman di setirnya.
Bersambung