Alasan Hanna

1102 Words
    Diana menatap tidak percaya pada temannya yang tiba-tiba tertawa dengan begitu kerasnya. Apa dia tidak salah bicara, kata apa yang membuat Scott harus tertawa seperti itu. Seharusnya Scott marah karena dia tidak berpihak padanya dan bukan sebalinya.      “Hentikan Scott. Kenapa kau harus tertawa seperti itu? Apa kau marah padaku karena aku lebih memilih Ken sebagai pasangan Hanna?”     Scott menghentikan tawanya dan kini pandangannya tertuju pada Diana yang wajahnya penuh penyesalan.     “Sejak kapan orang marah tertawa. Aku sama sekali tidak marah dan kau harus tahu bahwa aku juga mendukung rencanamu,” jawab Ken dengan wajah serius.     “Sungguh? Kau mendukung recanaku bukan karena kau kecewa?” tanya Diana memastikan.     “Sungguh Di.”     Diana masih terlihat ragu melihat kesungguhan Scott, tetapi apa yang bisa dia lakukan kalau memang Scott sendiri sudah berniat seperti itu.     Mereka berdua adalah sahabat terbaik dari Ken dan berusaha agar sahabatnya mendapatkan wanita yang menurut mereka adalah yang terbaik, Namun, apa yang akan mereka lakukan kalau Hanna menolaknya bahkan menentangnya. Mereka tentu tidak mengetahui kalau Hanna memiliki perasaan yang lain terhadap Ken. Bukan perasaan suka melainkan perasaan marah karena semua ucapan Ken yang tidak sengaja ia dengar sebelum  putusan hakim di persidangan saat ia membela Lenna untuk mendapatkan hak asuhnya.     Senyum di bibir Diana terlihat sangat lebar saat ia melihat seorang wanita menggunakan jacket kulit memasuki restoran. Dia sempat berpikir kalau gaya berpakaian antara Scott dan Hanna seringkali sama. Mereka berdua seringkali memakai jacket padahal udara begitu lembab. Diana tidak mengetahui kalau alasan Hanna memakai jacket adalah karena dia mengendarai sepeda motor dan bukannya mobil.     “Halo Di, Scott…aku minta maaf kalau sudah membuat kalian lama menunggu,” sapa Hanna dan mereka saliang memberikan pelukan dan cipika-cipiki.     “Sebenarnya dari jam yang kau sebutkan tadi, kau sudah datang lebih awal dari waktu yang kau sebutkan” sahut Diana tertawa lalu Hanna duduk di kursi yang berada di samping Diana.     “Sebenarnya aku mau lebih sore lagi kalau aku tidak tahu kalian sudah berada di sini,” jawab Hanna tertawa.     “Benarkah? Dan darimana kau tahu bahwa aku sudah berada di sini,” tanya Diana heran.     “Dari share lokasi yang kau kirimkan padaku,” jawab Hanna tertawa sementara Diana mengernyit.     “Astaga Di, kalau kau bisa kirim lokasimu saat ini berarti kau sudah berada di sini bukan?” kata Hanna menjelaskan ucapannya sehingga Diana tertawa keras karena tidak menyadari kebodohannya.     “Sorry, aku ga terpikir kesana. Kau tahu aku sangat terkejut waktu kau bilang sudah lama ada di sini. Kenapa tidak bilang?” tanya Diana yang lebih mirip dengan perintah.     “Karena aku baru masuk kuliah dan memerlukan waktu untuk adaptasi,” jawab Hanna memasang wajah menyesal.     “Kau pikir ekspresi menyesalmu bisa membuatku memaafkanmu. Sebagai hukumannya kau harus mengatakan padaku apa saja yang sudah kau lakukan selama ini. Tentu saja termasuk mengapa kau memilih kuliah lagi.”     “Yang aku lakukan selama ini adalah belajar dan sesekali keluar untuk cuci mata agar tidak suntuk di asrama,” jawab Hanna setelah ia memesan makanan.     “Dan, kenapa kau memilih tinggal di asrama? Aku yakin keluargamu sangat mampu untuk menyewa apartement untukmu,” kata Diana tertarik.     “Orang tuaku terlalu khawatir putrinya hidup bebas di luar sehingga dia melarangku. Pilihannya adalah apartemen yang tidak akan pernah aku tinggali atau kuliah dengan tinggal di asrama.”     “Tapi tidak mudah mendapatkan asrama Han. Dan omong-omong kau kuliah dimana?” Diana mulai tertarik dengan penjelasan Hanna.     “Lassie University. Aku adalah salah satu mahasiswa yang cepat mendapatkan kamar. Dan aku beruntung mendapatkan kamar bersama dengan seniorku yang cukup ramah dan bersedia membantuku.”     “Sepertinya kau memang selalu beruntung Hanna,” sahut Diana.     Hanna melirik Scott dan menegurnya karena wajahnya terlihat muram.     “Kenapa? Kau sedang galau?” tanya Hanna menyentuh tangan Scott yang berada di atas meja/     “Tentu saja aku galau. Kau sangat bersemangat menjawab pertanyaan Diana, padahal di sini bukan hanya ada dia saja. Ada aku yang masih menanti tegur dan sapaanmu,” jawab Scott memasang wajah sedih.     “Omong kosong. Sejak kapan kau mau nunggu? Bukannya kau yang selalu tidak sabaran,” kata Diana menyindir.     “Untuk seorang Hanna, aku selalu bersabar,” jawab Scott membuat mereka tertawa.     “Jadi, apa yang membuatmu mengambil master. Kau belum menjawab pertanyaanku.”     Hanna menatap Diana, dia lupa kalau Diana adalah salah satu temannya yang tidak akan membiarkan pertanyaan yang sudah dia katakan dilewati begitu saja.     “Karena aku ingin menjadi lebih baik lagi. Aku tidak mau dikatakan sebagai pengacara kacangan yang tidak bisa melakukan pembelaan dan juga memberi penjelasan pada kliennya yang sebenarnya tidak perlu menghabiskan waktu lawannya secara sia-sia.”     Jawaban Hanna dan juga ekspresinya membuat Scott dan Diana saliang berpandangan. Kenapa Hanna harus bicara seperti itu, apakah ada yang membuatnya tersinggung? Lalu siapa dan mengapa dia juga harus memilih melanjutkan sekolah hukumnya di negara ini sementara masih banyak negara lain yang tidak kalah bagus dan terbaiknya.     “Apakah ada yang menyinggungmu? Bagiku baik saja seorang pengacara manambah ilmunya lagi. Kita sebagai pengacara harus memiliki yang orang lain tidak miliki, tentu saja yang berhubungan dengan pasal-pasal hukum. Sebagai teman aku akan memberi saran padamu untuk mempelajari hukum internasional karena kita juga tidak boleh puas.”     “Setuju. Untuk itulah aku memilih keluar dari firma hukum dan memilih memperdalam ilmu.”     “Lalu apa yang kau lakukan saat cuci mata dan kenapa kau tidak kasih kabar kepadaku. Aku tidak akan mengganggu waktu belajarmu dan hanya akan menjadi teman jalan dan santaimu saja.”     “Aku tidak menghubungimu karena kau adalah pengantin baru. Tidak sopan kalau aku mengganggu.”     “Astaga…aku menikah bukan baru kemarin Hanna, sudah cukup lama dan aku yakin kau sama sekali tidak memiliki alasan yang tepat untuk itu. Benar tidak?”     “Seratus untukmu,” jawab Hanna terkekeh.     Obrolan ringan di siang menjelang sore sampai akhirnya Diana harus pulang karena suaminya sudah meneleponnya.     Mereka sudah akan berpisah ketika Diana bertanya lagi apakah selain cuci mata untuk menghilangkan kejenuhan, Hanna masih ada tugas yang lain lagi.     “Aku menjadi pengasuh di keluarga Antoilter. Aku seperti menjaga keponakan sendiri yang usianya hampir sama,” jawab Hanna tersenyum.     Hanna tersenyum sambil membayangkan wajah Bella sementara Diana yang mendengarnya terkesiap dan memandang Scott heran.     Bahasa isyarat disampaikan oleh Scott sebelum Diana bertanya.     “Baiklah, aku pulang dulu. Kau tidak keberatan bukan kalau libur kita bertemu kembali?”     “Tentu saja tidak. Aku sangat senang karena hari-hariku akan penuh tawa kembali,” sahut Hanna dibarengi suara tawanya yang mengundang mereka yang mendengarnya untuk ikut tertawa.     “Salah sendiri kenapa tidak menelepon kami dan sibuk dengan diri sendiri,” tegur Hanna.     “Aku tahu kok.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD