3. Azha dan Dinda

983 Words
Ketika pandanganku masih saja kabur, kamu datang menawarkan sebuah kacamata untuk menemukan titik fokusku kembali. Tapi ternyata hanya dirimulah yang aku lihat disana. Jadi, maukah kamu menjadi titik fokusku, dengan atau tanpa mengahapus semua titik-titik kabur kita? . . TENG TENG TENG Suara bel sekolah yang berdengung kencang membuat Dinda berlarian menuju kelasnya. Hampir saja ia terlambat berangkat ke sekolah pagi ini. "Fiuh...." Dengan lega dia bisa sampai di kelasnya. BRAKK "Aduh!" Saat ia berdiri di depan pintu perpustakaan sekadar untuk mengatur nafasnya, tiba-tiba saja pintu itu terbuka dan menubruk dirinya yang ada di depan pintu itu. "Maaf… eh, Dinda?" kata orang itu sedikit terkejut. "Eh... Kak Zaha?" "Azha,” koreksinya karena Dinda salah menyebut namanya. "Zaha!" pekik Dinda yang lebih menyukai menyebut nama Azha dengan Zaha. Azha menghela napas pasrah. "Ok... ok, terserah lo aja. Tapi jangan panggil gue kayak gitu kalo ditempat ramai, ok?" "Okey!" pekik Dinda dengan riang. Dinda kemudian melihat Azha yang terlihat kesusahan membawa buku yang cukup banyak di tangannya. Dia pun mendekati teman satu sekolah yang juga kakak tingkatnya ini. "Mau gue bantu, Kak?" tawar Dinda. Azha pun hanya mengangguk, lalu tanpa aba-aba ia langsung menyerahkan setengah buku yang dari tadi dibawanya pada Dinda. "Hey! hey! Kenapa berat banget, sih?" keluh Dinda. Dia tidak percaya kalau Azha akan memberinya sebanyak ini. Azha mengedikkan bahunya. "Salah sendiri nawarin bantuan,” katanya dengan cuek. Lalu berjalan duluan. "Hey! Dasar Sialan!" umpat Dinda, tapi akhirnya ia pun berjalan menyusul Azha yang sepertinya menuju ke kelasnya. . -Takdir Kedua// gorjesso- . "Hey, Kak Azha!" panggil Dinda. Kemudian dirinya langsung saja Dinda duduk di sebelah Azha yang sedang bercanda bersama sahabatnya yang bernama Kevin. "Oh hey, Kak Kevin!" sapa Dinda dengan ramah. "Oh hey, cebol!" balas Kevin. Langsung saja Dinda menendang kaki Kevin. "Lo!" protes Kevin karena kakinya langsung terasa berdenyut sakit. "Aishh… kalian ini…," desis Azha, selalu saja setiap Kevin dan Dinda bertemu pasti akan bertengkar. "Kenapa? Ada apa lo kemari?" tanya Azha pada Dinda yang sibuk dengan ice cream di tangan kanannya supaya tidak meleleh oleh cuaca Jakarta yang panas. "Nggak, cuman pengen gabung sama elo, Kak," jawab Dinda. Dengan santai remaja perempuan ini bersender pada bahu Azha yang ia belakangi dan kembali ia memusatkan fokusnya pada ice cream yang tengah dilahapnya itu. "Ck! Minggir Lo!" perintah Azha, selalu saja Dinda seperti ini. Inilah yang membuat semua murid di sekolahnya mengira Dinda ini pacarnya. Padahal setiap mereka bertemu saja selalu bertengkar, Azha dan Dinda pun hanya saling menganggap bahwa mereka hanya kakak-adik. Tepatnya sahabat. Tapi Azha selalu mengakui jika hanya Kevin sahabatnya, lalu Dinda akan misuh-misuh jika sudah seperti itu. "Ishh… pelit!" cibir Dinda dengan raut wajah yang sudah cemberut. Azha hanya menjulurkan lidahnya, tampak tidak terpengaruh dengan wajah cemberut Dinda. "Lo harus berdiet, Din! Nggak liat segede apa pinggang lo?" celetuk Kevin. Dan dihadiahi 1 pukulan telak di kepalanya oleh Dinda dengan sebuah sendok. "Diam lo, Jerapah! Gue nggak pernah minta elo buat kasih komentar tentang tubuh gue! Minta di timpuk memang pala lo ini!" pekik Dinda tidak terima. Dia tahu sih kalau Kevin hanya bercanda untuk membuatnya kesal dengan mengatainya begitu. Dinda hendak menoyor kepala Kevin, tapi dengan cepat Kevin menghindar dan bersembunyi di belakang Azha. Membuat kepala Azha yang akhirnya menjadi korbannya. "Upss!" Dinda menutup mulutnya, ia tahu, sebentar lagi Azha pasti akan marah besar padanya. Azha menarik napasnya guna meredam emosinya yang sudah naik ke ubun-ubun itu. "Dinda Kamila....," gumam Azha dengan suara tertahan, lebih tepatnya menahan emosinya. "Y—ya??" jawab Dinda takut-takut. "HAISSHHH... BISA NGGAK SIH KALIAN AKUR, HAH? ATAU GUE JODOHIN AJA KALIAN JADI PaCARAN?!" bentak Azha, yang kini berdiri di depan Kevin dan Dinda yang terlihat ketakutan. Bahkan semua orang yang ada di kantin sekolah mereka pun memandang Azha ngeri. Seorang pria manis seperti Azha bisa marah seperti itu? Batin mereka. "Sorry...," ucap Dinda dan Kevin bersamaan. Mereka menyesal sudah bercanda dan membiat keributan. "Hah…." Azha kembali duduk di tengah-tengah Kevin dan Dinda. "Apa tadi gue terlalu keras?" tanya Azha dengan berbisik. Jujur, tadi ia malu sekali saat dipandangi semua orang yang ada di kantin ini. Dinda dan Kevin mengangguk semangat. "Lo ini mewarisi suara lumba-lumba mama lo, Azha.. dan lo nggak nyadar?" kata Kevin. Suara lumba-lumba mamanya yang dimaksud Kevin adalah suara nyaring milik Kinan. Ibu Azha ini memang memiliki suara yang unik dan juga sangat nyaring. Harusnya mungkin menjadi penyanyi saja dengan suaranya yang bagus itu. "Ok, gue ngerti... lagi pula itu gara-gara kalian, kan?" ujar Azha yang kemudian kembali melototkan matanya pada Dinda dan Kevin. Lantas Kevin dan Dinda diam menunduk, mereka merasa bersalah walau tetap saling sikut. "Awas kalo kalian ulangin lagi. Gue bener-bener bakal jodohin kalian berdua," ancam Azha. "Hey!" teriak Kevin dan Dinda bersamaan karena tidak terima. Mereka berdua tidak akan pernah mau dijodohkan. . -Takdir Kedua// gorjesso- . Azha sampai di rumahnya. Langsung saja ia menuju ruang makan, karena ada sesuatu yang sudah memanggil-manggilnya. Aroma masakan yang menyebar di seluruh ruangan, sangat menggugah selera makannya. "Humm... kayaknya enak banget, Ma?" ucap Azha. Dugaannya memang benar, mamanya sudah sampai di rumah dan tidak lembur di rumah sakit seperti biasanya. Dia senang sekali jika demikian, karena melihat mamanya tidak lembur adalah sesuatu yang jarang. "Kenapa sampai sesore ini?" tanya Kinan, ia menghampiri Azha lalu mengecup dahi putra satu-satunya itu. "Muach!" "Pulang sekolah tadi aku langsung main basket sama Kevin,” jawab Azha. "Oh iya, sama Dinda juga,” tambahnya ketika mengingat teman perempuannya yang suka merecokinya dan Kevin. "Hm? Dinda Kamila? Kamu kayaknya akrab sama dia, ya?" tanya Kinan, sebab dia sering mendengar nama Dinda kalau anaknya bercerita. "Dia teman dekatku selain Kevin, Ma,” jelas Azha. Kinan mengangguk mengerti. "Ganti bajumu, lalu cuci tanganmu. kita makan malam bersama,” ujarnya kemudian. "Siap!" ucap Azha bergaya seperti seorang tentara yang tengah memberi hormat. Lalu ia berlari-lari kecil menuju kamarnya yang berada di lantai 2. . -Takdir Kedua// gorjesso- .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD