"Mengetahui bahwa seseorang tidak akan pernah kembali, tidak berarti bahwa kamu berhenti merindukannya."
-Toby Barlow
.
.
Jakarta, 16 agustus 2010 pukul 07.00
Adrian tersenyum nakal pada Kinan yang sedang sibuk memasangkan sebuah dasi di lehernya. Wanita itu terlihat sangat serius dengan kegiatan paginya itu.
"Kamu serius sekali, nyonya Prasetya,” ucap Adrian.
Kinan mendongak pada Adrian yang memang jauh lebih tinggi darinya. Pria ini selalu saja minta dipasangkan dasi olehnya, padahal jelas-jelas suaminya ini tahu betapa menderitanya Kinan tiap memasangkan dasi di leher jenjangnya, karena masalah tingginya yang memang tak sepadan.
"Nah, sudah... Sekarang aku akan menyiapkan sarapan,” ujar Kinan.
"Tunggu!" cegah Adrian, ia menahan lengan Kinan, lalu menarik tubuh wanita itu ke dalam dekapannya.
Hah... kenapa tiba-tiba dirinya begini? Adrian pun tidak tahu.
"Hmmm... Bapak Prasetya... aku harus menyiapkan sarapan sekarang. Kamu ingin kelaparan nanti di perjalananmu, hm?"
"Hanya ingin memeluk istriku sendiri, apa tidak boleh?"
"Tapi sebentar lagi kamu harus berangkat, Sayang...."
"Justru itu...." Adrian melepas pelukannya, lalu ia letakkan kedua tangannya pada kedua sisi bahu Kinan. "Apa nantinya kamu tidak merindukanku? Aku akan pergi lama kali ini," tanya Adrian.
"Ck... bukankah kamu sering berpergian lama? 1 bulan, 2 bulan, bahkan kemarin kamu pergi selama 6 bulan. Aku sudah terbiasa, Sayang. Jadi jangan berlebihan seperti ini,” jawab Kinan.
"Sayang! Tapi kali ini beda, 6 bulan kemarin aku melakukan tugas di Banten, hanya berbeda kota saja dan nggak pergi jauh-jauh dari kamu, selain itu juga masih bisa pulang kerumah. Tapi kali ini aku harus pergi jauh.... dan nggak akan bisa pulang, aku akan bertugas penuh di sana," jelas Adrian.
Kinan menangkup wajah Adrian dengan kedua telapak tangannya.
"Aku akan baik-baik saja bersama putramu di Jakarta ini. Kamu sudah dipilih oleh bawahanmu untuk memimpin mereka, menjadi seorang Kapten Angkatan Udara negara kami, Indonesia. Jadi mantapkan hatimu untuk mendampingi Mentri Pertahanan melakukan tugasnya nanti,” kata Kinan memberikan nasihat.
Adrian meraih tangan Kinan, lalu ia tempelkan di dadanya, membuatnya Kinan memandangnya bingung. "Kamu bisa merasakannya?" tanya Adrian.
"Merasakan apa?"
"Tentu saja detak jantungku, Sayangku yang suka lola!"
"Heh! Kamu!" pekik Kinan kesal apalagi saat melihat Adrian justru tertawa setelah mengatai dirinya telat berpikir. "Apa kamu sakit? Kalau begitu biar aku memeriksamu dulu."
"Tidak! Tidak usah, aku baik-baik saja,” cegah Adrian, sebelum Kinan menariknya untuk diperiksa dengan alat-alat kesehatan milik istrinya yang berprofesi menjadi dokter itu.
"Lalu kamu kenapa, Sayang?" tanya Kinan lagi.
Adrian menatapnya sendu. Sangat sendu, ia selalu nyaman ketika suaminya itu memberikan tatapan seperti ini. Sangat tenang. Mungkin ia akan kehilangan tatapan sendu ini—
Kehilangan?
Entahlah, Kinan mulai merasakan hal itu menyerbu dirinya, walau ia tak tahu kenapa dan dari mana asalnya.
"Boleh aku minta jatahku lagi?" tanya Adrian menunjuk-nunjuk bibirnya. Kinan mendelik kesal. Ia kira Adrian akan berkata romantis, tapi nyatanya... yah... dasar m***m.
"NO! Kamu sudah mendapatkannya tadi!" tolak Kinan.
"Heis...." Adrian menarik Kinan medekat ke arah ranjang, lalu ia dorong tubuh mungil istrinya ke ranjang sehingga jatuh bersamaan dengan dirinya yang menindih tubuh Kinan itu.
"Hey! Kamu mau apa, hah?" tanya Kinan was-was.
"Apa lagi... kamu seperti tidak pernah melakukan ini saja."
"Ck! bicara apa kamu ini, Mas. Dasa-mphhhhh—“
Dengan cepat Adrian sambar bibir mungil merah istrinya itu. Awalnya Kinan menolak kelakuan suaminya ini, tapi akhirnya Adrian pun bisa menuntun Kinan untuk lebih menikmati ciuman mesra yang ia berikan ini. Membuat Kinan juga ikut membalas ciuman lembut dan sedikit menuntut suaminya. Kinan kalungkan tangannya di leher Adrian, ia suka leher jenjang suaminya ini, lalu semakin dalam saja ciuman mereka.
"Hahh...."
Adrian menatap sendu ke dalam manik mata istrinya yang sedang ia tindih itu. nafasnya masih terasa berat dan tidak beraturan akibat ciuman yang tadinya lembut akhirnya memanas juga. Libidonya sedikit naik jika sudah berdekatan dengan istrinya itu. Hanya dengan istrinya, ia tak pernah sedikitpun melirik wanita lain selain seorang dokter spesialis anak yang kini sudah menjadi istrinya ini.
Kinan tersenyum saat melihat senyuman Adrian yang terlihat sangat tulus pria itu suguhkan padanya. Adrian mengulurkan tangan kanannya menyentuh rambut coklat Kinan, lalu turun menuju dahi indah istrinya, mengecup dahi itu. lalu tangannya turun menuju kelopak mata kanan istinya, ia kecup juga 2 kelopak mata itu bergantian. Kemudian tangannya bergerak lagi menuju pipi kiri Kinan, membuat wanita ini menahan geli. Ia cium pipi itu lalu berganti ke pipi kiri. Belum sampai disitu, Adrian masih ingin menjamah habis wajah istrinya, tangannya kini sudah turun menuju bibir mungil Kinan yang sangat tipis seperti barbie, bahkan istrinya itu tak bisa membuka mulutnya lebar-lebar dengan bibir mungil lucu ini. Tapi tetap saja Kinan bisa berteriak dengan suara lumba-lumba dan bahkan bisa berpotensi memecahkan kaca jendela dengan suaranya itu.
"Kenapa?" tanya Kinan saat melihat Adrian terkekeh.
Adrian menggeleng. "Tidak apa-apa... aku sangat suka bibir ini." Adrian masih saja sibuk mengelus-elus bibir Kinan. "sekali lagi, ya?" tanya Adrian, Kinan mengangguk.
Dengan perlahan Adrian mulai mendekati wajah Kinan. Deru nafas mereka yang saling bertemu menimbulkan sensasi tersendiri saat ini. rasa panas tubuh mereka yang saling bersentuhan saat ini membuat mereka semakin hanyut. Kedua bibir mereka akhirnya perlahan bersatu. Saling melumat lembut seolah tak ada hari lain untuk melakukan ini lagi untuk mereka.
Tak ada? Entahlah, ini adalah naluri alami yang sedang mereka rasakan saat ini, rasa kehilangan yang semakin mendominasi ciuman mereka.
"Aku akan sangat merindukan hal ini." ucap Adrian di sela-sela ciumannya.
"Kamu akan mendapatkannya lagi setelah kamu pulang ke Indonesia, Sayang...," ujar Kinan.
"Semoga,” gumam Adrian dengan lirih. Ia pun kembali mencium Kinan lembut. Tak berani menyakiti hal berharganya ini sedikitpun.
"Aku mencintaimu,” ucap Adrian pelan.
Kinan tersenyum tak percaya mendengar suaminya mengucapkan kata itu. Sangat jarang ia mendengarnya. "Aku juga, Aku juga mencintaimu Adrian Juni Prasetya,” balas Kinan. Menarik kepala Adrian dan menciumnya duluan.
Dan ini pertama kalinya Kinan yang mencium Adrian duluan. Membuat Adrian merasa sangat bangga.
"Aku akan selamanya ada di hati ini." Adrian meletakkan kedua tangannya di jantung Kinan. "Menjagamu, dan menyayangimu. Jaga dirimu baik-baik. Panggil namaku jika kamu mulai merindukanku. Aku...." Adrian menarik dan menghela nafasnya. Rasa sesak tiba-tiba saja datang. "Aku mencintaimu, Ariana Kinan Pramudya. Hiduplah dengan baik selama aku tidak ada. Jaga juga Azha, buah hati kita." Mata Adrian mulai memerah, air matanya mulai naik berkumpul dipelupuk matanya.
"Adrian…," lirih Kinan, suara parau suaminya begitu terasa perih di dadanya.
"Aku mencintaimu. Selamanya...," ucap Adrian, lalu memeluk tubuh Kinan, menumpahkan semua rasa sesak yang semakin mencekat pernafasannya. Menangis di ceruk leher Kinan, membenamkan wajahnya di sana. Menghirup habis aroma istrinya untuk ia simpan baik-baik. Ia pasti akan merindukannya.
Kinan memeluk erat tubuh Adrian yang masih menindihnya ini. mengelus pelan punggung Adrian. Mentransferkan rasa sayangnya yang begitu membuncah saat ini. Bahu Adrian pun mulai basah karena air matanya yang ia turunkan di sana. Aroma tubuh Adrian begitu menusuk di area ini, memaksanya mengihirup aroma ini lebih dalam untuk persediaan waktu yang lama.
Aku akan merindukanmu, Adrian. Akan sangat merindukan kamu....
.
=Takdir Kedua| gorjesso=
.
"Pemirsa, siang hari ini bertemu lagi dengan saya Putra Angkasa dalam KABAR TERKINI'. Hari ini saya akan melaporkan kabar yang datang dari pesawat milik angkatan Udara Indonesia."
"Ada apa, Ma?" tanya Azha bingung saat Kinan menariknya mendekat pada televisi yang sedang mengumumkan berita itu.
"Ini berita tentang pesawat yang dinaiki Papa mu, Azha," jawab Kinan.
"Baru saja sebuah kabar datang pada kami, bahwa pesawat yang ditumpangi oleh Menteri Pertahanan beserta kru dan juga tantara kita ini, jatuh di pegunungan Mount Everst siang tadi pukul 11.30. Pesawat tersebut menabarak pegunungan sebelum akhirnya jatuh di pegunungan tersebut, dengan keadaan yang tidak lagi berbentuk sempurna. Belum diketahui berapa banyak korban yang diakibatkan oleh peristiwa ini, karena saat ini para pihak berwajib juga para pihak militer dan tim SAR dari negara terdekat sedang menuju lokasi jatuhnya pesawat.
Saya Putra Angkasa, melaporkan untuk 'KABAR TERKINI'. Selamat siang."
Kinan menutup mulutnya kuat-kuat. Jadi ini jawaban dari rasa gelisah dan resahnya tadi?
Baru saja ia melepas suaminya, dan sekarang.. lihatlah apa yang terjadi. Sebuah kecelakaan menimpa pesawat yang dinaiki suaminya.
"Adrian...," lirih Kinan.
Di sisinya, Azha juga hanya bisa menahan tangisnya. Ia juga belum percaya dengan laporan kejadian yang ia dengar.
Bagaimana keadaan papa sekarang? Tanya Azha dalam hati. Ia bergerak memeluk Kinan. Menangis bersamaan di antara pelukan erat mereka.
///