Author's POV.
Sampai dirumah, Lolita melihat Papi dan juga bundanya sedang berbincang di ruang keluarga.
"Kamu sudah Pulang nak?" Tanya amira yang menyadari kepulangan Putrinya.
"Iya bun" jawab Lolita agak singkat.
"Apa kamu sudah memutuskannya?" Tanya Wibowo seperti menginterogasi putrinya tanpa memberikannya waktu untuk bernafas.
"Jangan seperti itu, biarkan Lolita memutuskannya sendiri, jangan pernah memaksanya" kata amira mencoba meyakinkan Suaminya agar tak memaksa putrinya.
"Sampai kapan kita menunggu keputusannya? Dia sudah dewasa bunda, dia sudah pantas untuk menikah, jika dia tak menikah tahun ini dia hanya akan menjadi perawan tua" kata Wibowo agak menyakitkan.
"Papi atur saja waktunya, Lolita menyetujui perjodohan yang papi rencanakan untuk Lolita" kata Lolita sembari masuk kedalam kamarnya dengan pasrah karena dia juga sudah tak memiliki kekuatan untuk berharap Gibran kembali.
Sampai di kamarnya Lolita langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya, ia merasa begitu lelah.
"Hari ini rasanya aku abis berlari mengelilingi lapangan bola 10x" kata Lolita.
Tak lama kemudian Ponselnya berdering.
Sahabatku
+6289633001***
Memanggil....
"Hallo?" Jawab lolita.
"Bagaimana? Apa kamu sudah bertemu Gibran? Kamu berhasil mencegah kepergiaannya kan?" Tanya Yuna agak penasaran.
"Aku tidak berhasil, sudah dulu ya Yun, aku lelah dan kepengen istirahat soalnya aku baru lepas dines, setelah bangun nanti aku akan mengabarimu" lolita mencoba menghindari pertanyaan yuna tentang gibran karena itu hanya akan membuatnya semakin sedih.
Lolita lalu mengakhiri telfon dan memejamkan matanya sejenak.
■■■■■
"Sayang,bangun ini sudah sore loh" kata amira yang sejak tadi berusaha membangunkan Lolita.
"Biarkan Lolita tidur lagi bund"
"Ini sudah sangat sore, ga baik gadis tidur jam segini" kata Amira.
Lolita lalu membuka matanya dan melihat amira sedang melipat selimut miliknya.
"Bund, percepat saja pernikahan Lolita" kata Lolita, Amira terkejut sembari melotot ke arah putrinya.
"Jadi kamu benar-benar menyetujui perjodohan yang papimu rencanakan?" Tanya amira sembari duduk di samping Putrinya.
"Iya bund, Lolita juga udah ga punya pilihan Lain, benar kata papi, umur lolita sudah tak muda lagi" Jawab Lolita Pasrah.
"Calon suamimu dan juga calon mertuamu sedang berkunjung kerumah saudaranya di Jepang, jadi pas mereka kembali pertemuan akan segera di lakukan, tapi jangan pernah memaksakan dirimu nak" kata Amira.
"Insha allah Lolita pasrah bund, mungkin saja dengan cara ini lolita benar-benar bisa bertemu jodoh" kata Lolita mencoba meyakinkan hatinya sendiri, ia lalu memeluk amira dengan lembut, ibu yang sudah di anggapnya sebagai ibu kandungnya sendiri, pelukan hangat milik amira sungguh membuatnya tenang dan ingin menangis.
"Ada apa nak? Ceritakan ke bunda, ada apa?" Tanya Amira yang sejak tadi sudah curiga dengan sikap Putrinya.
"Hari ini Lolita membuang kesempatan yang membuat Lolita menyesal Bund, sampai saat ini menyesal" kata lolita yanng masih berada di pelukan amira, amira lalu membelai rambut putrinya.
"Sabar nak, kadang apa yang kita harapkan tak pernah bisa menjadi nyata" kata amira yang tak berniat menanyakan apa yang sebenarnya terjadi karena itu hanya akan membuat Putrinya tertekan.
■■■■■
Sebulan berlalu aku belum juga bisa melupakan sosok gibran yang sudah begitu mengakar di dalam hatiku.
Sebentar lagi aku akan menikah, menikah dengan lelaki pilihan Papi yang sebelumnya tak pernah ku temui.
"Apa kamu yakin dengan keputusanmu?" Tanya yuna yang sudah menghabiskan tenaganta untuk menanyakan hal yang sama sehak sebulan yang lalu.
"Aku yakin, aku tak mungkin memutuskannya ketika aku tak yakin" jawabku.
"Tapi bagaimana dengan gibran? Lelaki yang kamu sukai?" Yuna mengingatkanku kepada sosok gibran lagi yang sejak sebulan yang lalu membuatku berusaha melupakannya walaupun sampai detik ini belum juga berhasil.
"Apa kamu tak bisa memikirkannya lagi?" Tanya yuna yang masih tak percaya akan keputusanku.
"Catering, aula dan undangan sudah di sebar, aku tak punya kesempatan lagi untuk memikirkannya" jawabku.
"Kamu sudah bertemu dengan calon suamimu?"
Aku menggeleng.
"Bagaimana jika calon suamimu itu tak seperti yang kamu harapkan?" Tanya yuna.
"Semua sudah terlanjur walaupun aku juga ga tau namanya dan ga tau bagaimana wajahnya tapi semua sudah terlanjur" kataku.
"Terus kapan rencana kamu bertemu dengan calon suamimu?" Tanya yuna lagi.
"Kemungkinan sebentar, ada apa?" Tanyaku balik.
"Ya sudah....aku tak bisa mengatakan apa-apa lagi, aku menyerahkan semuanya sama kamu, kamu bahagia akupun ikut bahagia" kata Yuna.