37. Apa akan baik-baik saja?

1016 Words
"Kalian beneran ngekick gue?" Hana memutar kepalanya ke belakang. Intan yang duduk tepat di belakang kursinya mengacuhkannya. "Wah." Hana tersenyum miring. "Oke, nggak masalah." Selama acara itu berjalan Hana tidak berhenti untuk memuji perwakilan dari kelas lain. Bahkan ia menyelingnya dengan menjelekkan Tobias. Anak kelas F sampai merasa bahwa rival sebenarnya mereka bukan dari kelas lain justru adalah kelas mereka sendiri. Sampai pada pengumuman pemenang Hana masih gencar menyebut perwakilan dari kelas lain. "Kelas IPS A sih gue rasa. Orang ganteng gitu." Ternyata kelas yang disebut Hana menempatkan urutan ke tiga. "Yah, nggak sesuai harapan," sindir Sonia. Hana berdecih. "Yang penting menang, dari pada yang memalukan kelas sendiri." "Han, tobat lo dah sesat itu, Han," kata Vino sambil menggelengkan kepala. "Oke, berarti yang menang." Hana tidak mempedulikan omongan teman-temannya. Ia tetap membagusi kelas lain dan menjelekan temannya sendiri. "Kelas IPA B kalo gitu, bakatnya nggak tertandingi." Pembawa acara menyebutkan kelas IPA B menempati urutan ke dua. "Ahaha. Udahlah, Han. Semua orang di sini sepakat yang menang Tobias." Gani menyolek bahu Hana. Cewek itu tampak tersulut dengan memukul tangan Gani. "Tobias nggak akan menang. Gue yakin banget pemenangnya itu dari kelas—" "Sebelas IPA F, Tobias Otaru!" sebut pembawa acara yang tengah mengumumkan urutan pertamanya. Kalimat Hana menggantung di udara. Ia belum dapat mencerna apa yang terjadi saat teman-temannya pada berjingkrakan kemudian berlari ke depan. Meninggalkan Hana yang masih melongo. "Selamat untuk Tobias!" kata pembawa acara itu. Menyadarkan Hana pada satu hal. Tobias terpilih? Jadi, duta sekolah? *** "Na, lo nggak mau liat nih sertifikatnya." Jojo menggoda. Hana memasukan wajahnya ke dalam tas. Moodnya bisa dipastikan sudah berada di paling dasar. Sedari tadi teman-temannya kompak mengolok-oloknya. "Iya, Na. Siapa tau lo mau liat design-nya nih. Bagus tau, Na?" seru Windi diakhiri dengan cekikikan kecil. Setelah acara pemilihan duta sekolah, sebenarnya mereka sudah boleh pulang. Namun, karena kelas F masih ingin merayakannya. Kebanyakan dari mereka masih berada di kelas. Sebenarnya Hana sudah tidak tahan mau pulang. Namun, ia harus menahannya karena ia berniat pulang bersama Tobias. Ketukan kecil di mejanya terdengar. Membuat Hana mendongak. Itu Tobias. "Gue mau pulang sekarang." "Oh, oke. Gue rapihin buku dulu bentar." "Ckck, gue jadi Tobias sih ogah pulang sama pembelot kelas." Vino mengompori. Hana membalas omongan Vino dengan mengeluarkan lidahnya. Usai merapikan barangnya Hana berdiri. "Wey, Intan. Jangan lupa invite gue lagi." Intan dan teman-temannya yang lain saling melirik. Beberapa dari mereka bergeleng. "Gue invite besok. Hari ini kita mau merayakan kemenangan. Nanti lo gerah." "Tan, ish." Intan menggoyangkan jari telunjuknya. "Kita sepakat ngundang lo lagi besok. Anggap ini sebagai hukuman buat pembelot." "Terus kalo ada pengumuman mendadak gue gimana." Sonia menepuk bahu Hana berlaga prihatin. "Ujian hidup ini memang berat, Na." Kalau saja Tobias tidak menyuruhnya untuk cepat pulang, Hana masih ingin merengek dan membalas omongan teman-temannya. "Bi, gue dikick dari grup kelas. Gue masih mau ngomong sama mereka." "Emangnya bakalan didengerin?" Tobias menyodorkan helm kepada Hana. "Ya gue usaha dulu lah," ucap Hana seraya memakai helm. "Kalo nanti ada pengumuman mendadak gimana coba?" "Mana gue tau." Hana berdecak sambil berkacak pinggang. "Kekanak-kanakan banget mereka tuh tau nggak." Tobias mengambil tangan kiri Hana dan menempatkan di bahu kirinya. "Lo juga kekanakan tadi." Sambil masih menggerutu Hana naik ke atas motor Tobias dengan memegang bahu cowok itu. "Gue ke rumah lo, ya, kalo gitu." Tobias tidak menjawab. Dan Hana anggap itu jawaban setuju dari cowok itu. *** Salah satu tempat yang menyimpan kenangan masa kecilnya. Taman kecil yang ada di belakang rumah Tobias. Dulu di sini terdapat perosotan, ayunan, bahkan kemah kecil. Hana lupa di umur berapa Om Irwan memutuskan untuk menghilangkan itu semua dari taman kecil ini. Tatanan tempatnya pun sudah sedikit berbeda. Rumput buatan dengan kolam ikan di pojok taman itu. Hanya ada satu ayunan putih besar di sana. Berbeda dengan ayunan warna-warni yang ia naiki dulu. Tobias mendatanginya dengan dua gelas jus jeruk. Hana memperhatikan Tobias dari atas sampai bawah. Cowok itu menempelkan gelas dingin itu ke pipi Hana. "Pegang nih." Cewek itu berjengkit karena terkejut dengan sentuhan dingin di pipinya. "Tobias Otaru! Duta sekolah baru kita." Hana menirukan pembawa acara tadi. Di balik gelasnya, Tobias hanya melirik sebentar. Kemudian cowok itu mendudukan dirinya di ayunan. Hana mengikutinya dan duduk di samping cowok itu. "Lo sekarang gue akui." Kepala Hana mengangguk kecil. "Udah keren. Diterima tim inti voli. Jadi duta sekolah." Hana meneguk jus miliknya. "Gue denger adek kelas juga banyak yang ngomongin lo." "Lo nggak suka?" tanya cowok itu seraya memajukan badannya. "Su-suka kok. Seneng gue. Ikut bangga." Kelopak mata Hana bergerak. Tidak berani menatap balik Tobias. "Terus kenapa lo paling nggak setuju gue ikut seleksi itu?" Cewek itu mengibaskan tangannya ia memaksakan tawanya. "Gue cuma bercanda. Nggak beneran." "Bohong." Tawa Hana hilang. Mulutnya kebuka dan tertutup saat Tobias sudah menyudutkannya seperti ini. "Gue cuma nggak suka aja kalau lo banyak kegiatan. Nanti lo sibuk terus nggak bisa main sama gue lagi." Tobias mengangguk kecil. "Gue emang bakal sibuk," balasnya sambil meneguk minumannya kemudian beranjak dari ayunan itu. Entah kenapa Hana merasa kecewa. Ia berharap cowok itu akan mengurangi kecemasannya. Meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja. "Gue ke dalam dulu." Baru selangkah. Tobias kembali berbalik. "Lo jangan lupa makan. Bu Rumi udah nyiapin." Hana mengangguk kecil. "Iya ... Okey." *** "Tobi diem aja di sana." Telunjuk kecil itu mengarah ke ayunan kuning. "Tapi aku mau main perosotan." Hana menggeleng cepat. "Nanti jatoh. Tobi main ayunan aja biar Hana yang main perosotan." "Nanti Hana jatoh," tanya anak lelaki itu dengan dahi mengerut. "Hana udah gede." Gadis kecil itu mendorong bahu temannya dan mendudukan paksa ke ayunan yang ia tunjuk sebelumnya. "Emang Hana umur berapa?" "Enam," jawab anak perempuan itu sambil menaiki undakan tangga. Tobias yang merasa seumuran langsung berdiri dari ayunan itu. "Sama kayak Tobi dong." "Eh, bukan enam. Hana udah sepuluh tahun pokoknya udah gede." Anak perempuan itu duduk di puncak perosotan lalu mulai meluncur. "Hana bohong kan?" Mata Tobias menyipit. Wajahnya mengekspresikan ketidaksukaannya. Hana bergeleng. "Enggak bohong. Nih buktinya tinggian aku." Melihat ujung kepalanya yang hanya setinggi hidung cewek itu membuat Tobias sedikit percaya omongan Hana. "Dah, sekarang kamu main ayunan aja, aku main perosotan," perintahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD