CHAPTER: 4

1734 Words
Aku sudah tenggelam dalam kehidupanmu, walau aku tahu kehidupanmu bukan milikku ~Romeo Andra Pangestu~ Damta berlari memasuki Mansion dengan tangan mengepal kuat, amarah dalam dirinya mendidih saat mengingat kejadian di mobil tadi. Rasanya ingin sekali ia mengutuk dirinya sendiri yang menjadi lupa diri dan bisa-bisanya ia menyentuh pria lain di saat dirinya sudah menikah, walaupun ia sadar bahwa statusnya sekarang adalah janda. Dari belakang Romeo berusaha mengejar langkah kaki Damta, Romeo terus berteriak memanggil nama Damta namun Damta tak menoleh sedikit pun malah ia semakin cepat melangkah. Damta merasa malu pada dirinya sendiri, bagaimana ia bisa menatap mata Romeo seperti biasa mengingat kejadian memalukan yang terjadi di antara mereka. Sesampainya di kamar, Damta langsung memutar kunci lalu tubuhnya jatuh merosot di depan pintu. Tangis Damta pecah saat melihat foto pernikahannya dengan Azam terpampang jelas dengan ukuran besar, seakan mengejek perilaku jalangnya tadi pada Romeo. "Aku benci diriku! Aku benci!" "Bagaimana bisa aku hampir melakukan itu pada Romeo? Dasar bodoh, tidak berguna, jalang murahan!" "Mati saja kau jalang! Kau tak pantas lagi menyandang nama keluargamu atau keluarga mendiang suamimu, tingkahmu itu telah mencoreng nama baik keluargamu!" Damta terus saja berteriak, sambil melempar apa pun yang ada di sekitarnya. Mulai dari guci, vas bunga, foto, dan lain-lain yang bisa ia jangkau dengan tangannya. Damta merasa sangat bersalah karena telah mengkhianati Azam, tangan Damta menarik rambutnya dengan kuat berharap rasa sakit di kepalanya bisa menghilangkan rasa malu pada harga dirinya. "Maafkan aku Azam, maafkan istrimu yang penuh dosa ini. Kau baru saja meninggal beberapa bulan tapi aku bahkan hampir menyentuh pria lain, pria itu adikmu sendiri hiks, hiks." Damta terus saja menangis tanpa memedulikan teriakan dan ketokan pintu yang dilakukan oleh Romeo. Sedangkan di sisi lain Romeo cemas dan khawatir akan kondisi Damta saat ini apalagi saat mendengar teriakan dan suara barang di lempar dari kamar Damta. "Damta buka pintunya!" "Damta jangan seperti anak-anak, kita harus bicara Damta!" "Damta jangan lakukan hal gila apa pun di dalam, dengarkan perkataanmu ini Damta!" Merasa percuma terus berteriak dan mengetuk pintu, Romeo pun menjadi frustasi dan memukul dinding di samping pintu hingga dinding itu retak dan tangannya memerah. Di dalam kamar, Damta terus saja memeluk foto Azam yang sedang tersenyum pada kamera. Foto ini diambil saat mereka masih pacaran dan sedang pergi ke pantai. Saat mengingat kenangan akan Azam, Damta kembali menangis dan mengutuk dirinya yang gagal menjaga harga dirinya sebagai wanita dan sebagai istri Azam. "Azam tolong jangan marah, aku janji hal di mobil tadi tak akan terjadi. A___ aku hanya khilaf, aku mengira Romeo adalah kau hiks, hiks." Damta menatap ke arah pintu yang sudah tak ada suara apa pun dari luar, Damta pun berjalan ke arah lemari, mengambil koper, dan memasukkan segala pakaian dan barang-barang yang ia bawa saat ia datang ke sini. Semuanya sudah berakhir, seharusnya ia mendengarkan ayah dan ibunya mengenai pergi dari Mansion ini, lagi pula Azam sudah pergi untuk selamanya jika ia selalu berada di sini, maka ia hanya akan menambah dosa dan mempermalukan nama Azam dengan melakukan tindak tercela dengan Romeo. "Aku akan pergi dari Mansion ini Azam, aku akan menjauh dari adikmu sehingga tidak akan ada lagi malam seperti malam itu," ucap Damta sambil menatap penuh yakin pada foto Azam. Setelah membereskan pakaiannya, Damta pun membuka pintu kamarnya namun ia sangat terkejut saat melihat Romeo yang duduk bersandar di depan pintu. Romeo yang melihat Damta membuka pintu langsung berdiri dan menatap Damta dengan senyum lebar, namun senyuman itu dibalas dengan tatapan datar oleh Damta. Tatapan Romeo tertuju ke koper yang berada di samping Damta, lalu menatap penuh tanya pada Damta lewat tatapannya, bukannya menjawab Damta malah berjalan menuruni tangga sambil mengangkat kopernya. "Damta tunggu! Kau ingin ke mana Damta? Dan buat apa koper itu?" Romeo bertanya sambil mengikuti langkah kaki Damta dari belakang namun Damta tetap diam dan tak memedulikan pertanyaan Romeo. Tak tahan dengan Damta yang terus diam, akhirnya Romeo langsung menyalip Damta dan menatap tajam Damta. "Minggir, aku bilang Minggir Romeo Andra Pangestu!" "Aku tidak mau minggir sebelum kau menjawab pertanyaanku! Kau ingin ke mana? Lepaskan koper itu, kau tidak boleh pergi." Romeo langsung merebut koper tersebut dari tangan Damta, namun Damta berusaha merebutnya kembali. Namun sayang koper tersebut sudah dilempar oleh Romeo ke bawah tangga. Damta menatap tak percaya pada Romeo semudah itu melempar barang, ia pun hendak menuruni tangga untuk mengambil kopernya namun Romeo mencekal tangannya hingga ia tak bisa berjalan. "Romeo lepaskan, tanganku sakit Romeo!" Bentak Damta berusaha melepaskan pegangan erat Romeo di tangannya, namun tenaganya tak sekuat tenaga Romeo, sehingga pegangan itu tak terlepas. "Kau ingin pergi dari Mansion ini ha?!" "Kau selalu mengatakan bahwa kau istri mendiang kakakku, dan kau akan tetap berada di Mansion ini, lalu apa ini?!" "Kau sudah melupakan mendiang Azam? Kau sudah melupakan status dan pernikahanmu dengan mendiang kakakku?!" Damta menatap penuh amarah pada Romeo lalu menampar pipi Romeo dengan sangat keras sehingga menimbulkan bekas merah di pipi Romeo. Romeo menyentuh pipinya yang ditampar oleh Damta, ia tak suka jika Damta sudah mulai berani padanya, Damta harus takluk dan taat padanya. "Sekarang kau sudah berani menamparku ha?!" "Kenapa aku harus takut ha?! Sekarang aku sadar kenapa kau begitu kekeuh ingin aku tetap tinggal di sini, walaupun aku sudah tak lagi menjadi istri mendiang Azam, semua itu karena kau ingin aku menjadi wanita pemuas nafsumu kan?!" Tubuh Romeo diam mematung, Romeo tak pernah menyangka bahwa Damta memiliki pemikiran yang sangat jahat dan kotor seperti itu akan dirinya. Amarah langsung menguasai diri Romeo setelah mendengar perkataan Damta, ia berusaha menahan amarahnya untuk tidak melukai sosok cantik di depannya karena Romeo tak mau Damta semakin membenci dirinya. Damta yang melihat kepalan tangan Romeo, langsung tersenyum miring mengejek Romeo yang sudah kalah dalam permainannya sendiri, Damta yakin pasti Romeo mengira dirinya adalah gadis bodoh yang akan tertipu oleh pesonanya dan mau menjadi mainan pria itu untuk kesekian kalinya, namun Romeo salah karena Damta adalah wanita terhormat dan satu lagi ia setia hanya pada Angga. "Aku tak pernah berpikir sekotor itu tentang dirimu Damta Karvantara!" "Oh iya? Sampai kapan pun aku tak akan percaya akan ucapanmu itu, siapa yang tak mengenalmu Romeo. Pria yang penuh dengan kejahatan dalam dirinya, setiap harinya hidupmu dipenuhi dengan darah dan kematian. Oh jangan lupa oleh wanita pula, berganti wanita seperti berganti pakaian bagimu. Setiap hari keluar masuk hotel dengan wanita yang berbeda____ PLAAKKK Tak pernah ada yang menamparnya selama tiga puluh tahun hidupnya, bahkan ayah dan mamanya saja tak pernah berani menamparnya walaupun ia melakukan kesalahan sebesar apa pun, tapi pria di depannya yang bahkan bukan siapa-siapa dalam hidupnya, beraninya menamparnya dengan sangat keras. Tamparan itu terasa sangat sakit, mengingat kekuatan dan tubuh gagah Romeo sudah pasti tulang-tulang di pipinya terasa patah akibat tamparan itu, air mata tanpa sadar mengalir di pipi Damta saat ia merasakan rasa sakit itu. Romeo menatap bersalah pada Damta, ia tak bermaksud melukai Damta namun amarahnya langsung mendidih saat Damta sudah mulai mengatakan kehidupannya dengan pendapat wanita itu sendiri. Romeo hendak menyentuh pipi Damta namun Damta malah menghempaskan tangannya dengan kasar, dan menatap penuh kebencian pada Romeo. "Kau membuktikan hari ini bahwa semua pendapatku akan dirimu adalah kebenaran, kau pria yang kasar dan suka bermain tangan saat kau tak mendapat apa yang kau inginkan, sekarang aku akan pergi dari Mansion ini untuk selamanya, aku tak Sudi melihat pria b******k seperti dirimu!" Romeo berpikir dengan keras berusaha mencegah kepergian Damta, apalagi saat melihat Damta sudah berbalik badan dan menuruni tangga. Romeo terpaksa mengatakan hal ini untuk menahan Damta sementara waktu. "Dasar mencari alasan! Bilang saja kau takut kalau nafsu jalang dalam dirimu akan bangkit seperti saat di mobil tadi karena berdekatan denganku, ternyata kau sama dengan wanita lain yang gairahnya selalu naik saat bersama denganku, dasar menjijikkan!" "Aku tidak seperti itu! Aku bukan wanita seperti yang kau katakan, yang terjadi di mobil itu adalah kesalahan karena aku melihat kau mirip dengan Azam sekilas." Romeo berusaha bersikap biasa saja saat mendengar alasan atas perilaku Damta di mobil tadi, ia pun langsung berjalan mendekati Damta dan berdiri di depan Damta. "Oh ya? Jadi kau sudah memberikan semuanya pada Azam sebelum pernikahan kalian?! Ternyata kau tidak lebih dari perempuan pemuas nafsu yang memberikan harga dirimu sebelum menikah, lalu kenapa kau marah saat aku mengatakan saat aku menganggapmu wanita pemuas nafsu?" Romeo tersenyum miring, mengejek Damta walaupun dalam hati ia mengutuk dirinya sendiri karena telah menghina wanita yang sangat ia cintai dan tanpa Damta menjelaskan pun, Romeo sudah tahu seberapa pentingnya harga diri bagi seorang Damta Karvantara. "Apa maksudmu? Aku ini sudah menikah dengan mendiang Azam, jelas bahwa aku wajar jika sudah bukan gadis lagi dan punya pemikiran akan seksual sehingga bisa membayangkan bahwa kau adalah Azam." "Azam tak menyentuhmu selama malam pertama kalian." Damta terlihat sekali terkejut saat mendengar ucapan Romeo, ia tak menyangka bahwa Romeo tahu akan hal seintim itu. Lagi pula dari mana Romeo tahu itu? Tidak mungkin kan kalau Azam menceritakan malam pertama mereka, jelas-jelas Azam bersamanya semalam penuh dan pagi buta langsung bertugas di lapangan. Damta melotot tak percaya, saat salah satu cara kotor bisa saja Romeo lakukan untuk mengetahui malam pertama mereka. "b******n kau! Kau mengintip aku dan Azam?!" Teriak Damta penuh amarah, saat tahu bahwa Romeo sudah bertindak senonoh padanya, bagaimana kalau ia dan Azam melakukan hubungan suami istri dan dilihat oleh Romeo, membayangkan hal itu saja Damta rasanya ingin muntah. "Memangnya kenapa? Lagi pula kan kau sudah tak perawan lagi yang berarti kau siap pria mana pun melihat tubuhmu tanpa ada ikatan resmi yaitu pernikahan." Damta yang sudah tak bisa menahan amarahnya lagi, tanpa sadar mendorong tubuh Romeo dengan kuat sehingga Romeo terjatuh dari tangga ke lantai bawah. Damta menutup mulutnya tak percaya dengan tindakan yang ia ambil. Demi Tuhan, Damta tak berniat melukai Romeo dan tindakan itu secara spontan. "ROMEO!" Damta langsung berlari dan turun ke bawah, ia melihat kening Romeo mengalir darah dan Romeo pun sudah tak sadarkan diri. Damta langsung mendekati Romeo dan mengguncang tubuh Romeo, berusaha membangunkan Romeo dan ia terus saja memanggil nama Romeo, tetap saja Romeo tak bangun. Air mata mengalir deras di pipi Damta saat tangannya tanpa sengaja terkena darah Romeo, Damta menatap tangannya yang dilumuri darah Romeo. Isak tangisnya pecah saat melihat kondisi Romeo dan secara tak langsung ia sudah jadi pembunuh. "Romeo bangun hiks, hiks!" "Romeo, maafkan aku, a___ aku tak sengaja melakukan hal itu." "Romeo, jangan seperti ini. Aku takut, jangan pergi Romeo, ku mohon bangun lah!" "ROMEO!" Tangerang, 09 Maret 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD