Malam itu semua anggota keluarga hanya bisa duduk dalam diam di ruang tamu rumah orangtua Gemma. Tidak ada yang berani berbicara apapun sehingga isak Mikaila terdengar jelas. Hanya Rima yang tereus-terusan bergumam, “Kenapa bisa seperti ini?” gumaman yang sangat pelan sehingga anggota keluarga lain tidak yakin apakah itu ditujukan Rima kepada mereka ataukah kepada dirinya sendiri.
Berulang kali Gibran melirik ke arah Mikaila, tangisan gadis itu juga turut menbuat hatinya terluka. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. sebenarnya ia ingin sekali mendekati Mikaila, merengkuhnya dalam pelukan erat yang bisa membuat gadis itu sesak napas. Tapi, Gibran tahu, hal itu tidak mungkin ia lakukan.
Gibran jatuh cinta pada Mikaila sejak mereka pertama kali bertemu, namun semesta seolah tengah berkonspirasi menentangnya saat ia mengetahui Mikaila justru jatuh cinta pada Gemma sejak pandangan pertama. Gibran merasa kalah telak pada Gemma setelah selama ini ia yang selalu menjadi nomor satu. Ia adalah yang paling berprestasi di sekolah, ia adalah yang lulus dengan predikat c*m laude, ia adalah yang pertama memperoleh pekerjaan bergengsi, ia adalah yang selalu menjadi kebanggan orangtuanya. Ia adalah yang terbaik selama ini, tapi tidak untuk urusan Mikaila.
Gibran mengencani beberapa gadis sebelum pertemuannya dengan Mikaila. Gadis-gadis itu dikekanalkannya pada Rima dan selalu menadapat penolakan.
Attitude-nya jelek. Mami kurang suka, Gib.
Kok, gemuk sekali dia? Kamu suruh dia diet dulu lah.
Pekerjaannya apa? tidak ada cewek lain?
Gibran sangat menyayangi ibunya, sehingga setiap penolakan Rima juga menjadi penolakannya pada gadis-gadis itu.
Sementara Gemma, adiknya itu, tidak pernah membawa seorang gadis pun untuk diperkenalkan kepada ibunya. Ya, sepanjang yang Gibran ketahui, Gemma tidak pernah terlihat bersama seorang gadis pun setelah pacarnya di kampus tempo hari. Pacar yang tidak sengaja dilihat Gibran di Gramedia bersama Gemma. Mereka bersisian di rak komik, membaca komik yang tak tersegel sambil tertawa-tawa.
Saat itu Gibran menghampiri adiknya tersebut dan lalu diperkenalkan oleh Gemma kepada gadis yang akhirnya Gibran ketahui adalah pacar Gemma. Gadis bercelana jins yang robek di bagian lutut, kaus oblong, sepatu sneaker dan rambut yang dikuncir kuda sekenanya sehingga anak-anak rambutnya mencuat. Gadis yang membuat Gibran yakin akan mendapatkan penolakan telak dari ibunya bahkan sebelum gadis itu melangkahkan kaki ke dalam rumah mereka.
Tapi penolakan itu tidak pernah terjadi karena Gemma tidak pernah mengenalkan gadis itu kepada keluarganya. Gibran bahkan tidak pernah tahu kapan tepatnya Gemma tidak lagi tampak bersama gadis itu. Setelah itu Gemma tidak pernah terlihat bersama gadis lain, sebelum akhirnya Mikaila muncul di kehidupan mereka berdua.
Ah! Gibran tersadarkan akan suatu hal. Satu-satunya gadis yang pernah Gemma perkenalkan kepada Rima adalah Carissa. Gadis yang datang memakai dress dan cardigan tapi mengenakan sneaker di kakinya. Gadis tanpa riasan berlebihan di wajahnya. Mengingat penampilan Carissa ketika itu sedikit banyak memulangkan ingatan Gibran pada gadis yang ia temui bersama Gemma di toko buku tempo hari. Keduanya memiliki penampilan yang mirip. Tapi, bagikan langit dan bumi jika dibandingkan dengan Mikaila.
“Gemma bilang ini hanya akan berlangsung selama enam bulan.” Mikaila orang pertama yang memecah keheningan di antara mereka sekaligus membuat Gibran tersentak dari lamunannya.
“Apa?” Rima terkejut. “Jadi, kamu juga sebenarnya sudah tahu tentang rencana pernikahan ini?”
Mikaila mengangguk. Haris dan Gibran menatap Mikaila dari tempat mereka duduk dengan ketengan masing-masing.
“Astaga, Mika!” Rima menyentuh dahinya. Memjitnya perlahan. Mencoba menghalau migrain yang tiba-tiba menghantamnya.
Mikaila datang ke rumah orangtua Gemma tepat setelah Opa Maxi mengambarkan bahwa saat ini resepsi pernikahan Gemma sedang berlangsung. Rima hampir terkena serangan jantung ketika mendengarnya. Ternyata Gemma begitu serius dengan semua ini. Pertanyaan tentang siapa sebenarnya Carissa mencuat kembali di ingatannya. Ia rasanya tidak pernah melihat Carissa sebelumnya, ia tidak pernah tahu Gemma memiliki teman wanita bernama Carissa. Ah, ia tiba-tiba merasa sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang putra bungsunya itu. Ia lupa kapan tepatnya sikap Gemma berubah padanya. Ia tidak tahu kapan tepatnya Gemma seolah mulai menutup diri.
“Maksudnya enam bulan apa?” Kali ini Haris tidak dapat menyembunyikan rasa penasarnnya.
“Setelah enam bulan Gemma akan menceraikan Carissa,” ujar Mikaila. Matanya dan hidungnya sembab karena terlalu banyak menangis.
“Sialan! Memangnya dia pikir ini drama televisi?” Reaksi Gibran. “Dia merencanakan pernikahan ini hanya untuk enam bulan? Setelah itu mau cerai?”
“Haris, tolong lakukan sesuatu.” Rima memelas pada suaminya. “Bicaralah padanya. Pernikahan ini sendiri bikin malu keluarga besar. Menikah tiba-tiba. Bagaimana pula soal perceraian nanti?”
Haris tidak memberikan tanggapan apapun. Ia sendiri tidak bisa menebak jalan pikiran Gemma.
“Kami akan menikah setelah mereka bercerai,” lanjut Mikaila.
“Omong kosong apa ini?!” Gibran tampak tidak dapat menyembunyikan emosinya. Urat-urat halus muncul di pelipisnya. Jika Gemma ada di sini ingin sekali ia mendaratkan pukulan di ulu hati adiknya itu.
“Gemma bilang dia terpaksa menikah, Tante. Dia terlibat semacam utang piutang dengan Carissa.”
“Utang apa?” Nada suara Rima meninggi.
Ia tidak pernah tahu sebelumnya tentang utang Gemma. Kenapa Gemma harus berutang pada Carissa? Apakah penghasilan Gemma tidak cukup? Rasanya mustahil. Gaji sebagai kepala cabang suatu perusahaan perbankan tidak bisa dibilang sedikit. Tiga tahun bekerja Gemma sudah bisa membeli sebuah rumah, tunai. Rima bahkan menolak uang bulanan yang selalu Gemma berikan padanya, namun Gemma memaksa. Ia terkadang menyelipkan amplop coklat berisi uang di dalam tas ibunya itu. Kadang-kadang langsung ia transfer ke akun bank Risma tanpa pemberitahuan sehingga membuat wanita itu tidak bisa menolak. Dan jumlahnya selalu hampir sebanyak uang pensiun suaminya.
“Utang sebesar apa yang membuat dia harus menikahi gadis itu?” Gibran bertanya lebih kepada dirinya sendiri. “Lagipula jika dia mau terbuka, kami sebagai keluarga, tentu akan membantunya.”
Rima menyetujui kalimat Gibran. Mengepalai sebuah kantor akuntan publik juga membuat Gibran memiliki penghasilan dan tabungan yang jumlahnya tidak bisa dibilang sedikit untuk pemuda single seperti dirinya. Gibran pasti bersedia meminjamkan sejumlah uang kepada Gemma untuk membayar utang. Kalau pun pinjaman dari Gibran tidak cukup, Rima masih memiliki beberapa aset dan properti yang dapat dijual. Semua dapat diselesaikan dengan baik tanpa harus menghelat pernikahan jika saja Gemma mau lebih terbuka kepada mereka.
“Tenang saja, Mi. Aku akan coba berbicara dengan Gemma,” ujar Gibran menenangkan ibunya.
Rima hanya menatap dengan raut wajah yang susah diartikan oleh Gibran. Terakhir kali Gibran bilang akan berbicara pada Gemma, mereka malah baku pukul. Rima menjadi ragu dan kehilangan harapan tentang bagaimana mengatasi persolan yang telah Gemma timbulkan ini.
“Ini sudah larut malam. Sebaiknya aku antar kamu pulang, Mika.” Gibran beranjak dari sofa ruang tamu. Mikaila tidak menolak tawaran Gibran. Ia pamit kepada Rima dan Haris lalu mengikut Gibran melangkah keluar rumah.
Rima memandangi punggung Gibran dan Mikaila hingga menghilang di balik pintu sambil menyesali semua yang telah terjadi. Dari awal ia sebenarnya sangat mengharapkan Gibran dan Mikaila dapat menjadi pasangan. []