TUJUH

1447 Words
Carissa memandang Gemma dari kursi penumpang. Ia telah mengenakan dress selutut dengan cardigan lengan panjang membungkus kulitnya. "Sepertinya pipimu memar." Suara Carissa. Gemma terkejut namun tidak mengalihkan fokusnya dari jalan raya. "Ada sedikit insiden." "Kau berkelahi?" Carissa mengejar. "Kau tidak perlu tau. Aku baik-baik saja." Carissa kembali menyandarkan kepalanya ke jok mobil. Gemma mengamatinya dari sudut mata. Ia melihat bagaimana Carissa berpakaian dan mulai membandingkannya dengan Mikaila. Benar-benar bagaikan langit dan bumi. Carissa boleh saja mengenakan dress donker yang feminin namun ia jelas memakai sepatu sneakers. Terlihat Carissa sangat cuek dan tidak perduli dengan penampilannya. "Tapi aku pikir kau terlalu berlebihan soal Nyiur Melambai itu." Carissa bergumam. "Aku sudah membuat afirmasi lima tahun yang lalu. Jika menikah nanti, aku akan membuat pestanya di tempat yang mewah, dengan biayaku sendiri. Aku tidak akan menerima bantuan dari siapa pun apalagi orang tuaku." "Tapi bukan pernikahan ini, Gem." "Lalu?" "Bukan denganku. Harusnya nanti ketika pernikahanmu dan Mikaila dihelat." "Oh, sorry. Aku hanya membayangkan satu pernikahan dalam afirmasiku dan aku lupa menyebutkan nama calon istriku di sana." Gemma tampak kesal. "Gem, aku benar-benar tidak enak pada keluargamu dan Mikaila." "Simpan saja rasa bersalahmu itu." "Aku juga tidak enak kalau kau harus mengeluarkan biaya yang banyak untuk pernikahan ini." "Aku hanya menginginkan sekali pernikahan dalam hidupku. Untuk itu aku menginginkan segala perencanaan dan persiapanku matang. Jika sekarang tiba-tiba aku harus menikah seminggu lagi dengan cewek yang beberapa waktu lalu menodongkan senjata ke wajahku ketika aku sedang persentasi di depan bos, ya anggap saja saat ini Tuhan sedang mengajakku bercanda. Ini malapetaka, tapi toh aku harus menghadapinya." "Ya, Tuhan Gemma. Semakin panjang kau bicara semakin terdengar menyakitkan untukku." "Kalau begitu sekarang kau diam saja dan jangan memancingku bicara lagi." Mobil Gemma memasuki salah satu kompleks perumahan mewah di daerah Kairagi beberapa saat setelah matahari terbenam. Haris telah bekerja dengan penuh dedikasi pada salah instansi pemerintah sehingga bisa meberikan rumah tinggal yang sangat layak bagi keluarganya. Di masa pensiun saat ini ia lebih senang menghabiskan waktu dengan aktif di salah satu yayasan sosial milik kerabatnya. "Ayo turun." Mobil Gemma telah berhenti di salah satu rumah di sudut jalan. "Gem, siapa saja yang ada di sana nanti?" tanya Carissa. Jelas terlihat kegugupan di wajahnya. Ia pernah diajak menemui keluarga Abian tapi ia tak pernah segugup ini sebelumnya. "Orang tuaku dan kakakku." "Kau punya kakak?" "Gibran Zachary Maramis. Perfectionist, tampan, berwibawa. Mungkin kau akan mudah menyukainya." "Bagaimana aku menghadapi keluargamu? Kau sudah bilang tentang surat wasiat Opa?" Gemma menggeleng. "Kau hanya perlu menjawab saat ditanya. Makan saat dipersilahkan. Sedikit senyum basa-basi jika dibutuhkan." Jawaban Gemma tidak membantu sama sekali. Carissa merasa ujung-ujung jemarinya mulai dingin. "Ayo masuk." Gemma turun dari mobil dan melangkah memasuki runah orang tuanya. Langkahnya terhenti ketika mendapati Mikaila di sana. "Sayang." Mikaila menghampiri Gemma dan merangkul lehernya. Tepat saat Carissa memasuki rumah menyusul Gemma. "Mami bilang ada acara makan malam. Jadi aku mampir untuk ikut serta." Carissa berhenti mendadak nyaris menubruk tubuh Gemma yang masih menghalangi jalan masuk. Beberapa detik kemudian ia menyadari seorang perempuan tengah merangkul Gemma dan mencium pipinya sekilas. Ia tahu itu Mikaila. Ulu hatinya seperti ditusuk pisau yang sangat tajam. Perih yang tidak ia mengerti. "Kenapa kamu ada di sini, Mika?" Gemma melepaskan lengan Mikaila yang melingkar di lehernya. "Tidak biasanya kamu bikin acara makan malam tanpa mengajakku, Gem." Gemma tak menyahut. Ia melangkah memasuki rumahnya meninggalkan Carissa terpaku di luar. Mikaila melirik Carissa sekilas. Menilai. Kemudian ia mengikuti langkah Gemma masuk ke rumah tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Carissa serba salah antara masuk atau berbalik meninggalkan rumah Gemma dan menganggap ini semua hanya lelucon belaka. "Ada apa ini, Mi?" Gemma menemukan Rima sedang berada di dapur memperiapkan hidangan makan malam. "Kenapa, Nak?" Rima balik bertanya. "Kenapa Gem? Kamu tidak suka aku ada di sini?" Mikaila menambahkan. Gemma memijit pelipisnya sejenak. "Mika, ini sangat rumit dan dengan adanya kamu di sini tidak membuat keadaan lebih baik." "Menunda pertunangan kita dan memutuskan menikahi perempuan lain memang adalah keadaan yang sangat rumit. Tapi aku punya banyak waktu untuk mendengar penjelasanmu." Gemma terdiam memandang wajah ibu dan calon tunangannya bergantian. Ia sama sekali tidak menyangka keluarganya berkonspirasi menentangnya dengan menghadirkan Mikaila di acara makan malam ini. "Baiklah kau begitu. Aku harap semuanya bisa berkumpul di meja makan," ujar Gemma kemudian. Ia melangkah kembali ke pintu rumah dan mendapati Carissa masih berdiri mematung di sana. "Ayo." Gemma menggamit jemari Carissa. "Kemana?" Carissa enggan beranjak "Kau tidak bilang ada Mikaila di sini." "Aku pun tidak mengerti kenapa dia bisa ada di sini. Ayo sekarang kau mau masuk atau berdiri saja di luar?" Gemma tidak melepaskan genggaman tangannya dari jemari Carissa. Ia membawa Carissa menuju meja makan dan melewati begitu saja Gibran yang baru keluar dari kamarnya. Carissa menatap sekilas ke arah Gibran dan langsung mengenalinya sebagai kakak yang disebut oleh Gemma. "Wah! Apakah kau gadis itu?" Suara Haris terdengar bersemangat saat melihat Carissa. Ia duduk di ujung meja dan mempersilakan Carissa untuk duduk di sebelahnya. "Ayahku," bisik Gemma. Carissa menyambut uluran tangan Haris. Rima keluar dari dapur membawa hidangan disusul Mikaila di belakangnya. Gibran memilih duduk di ujung lain dari meja makan dan mengamati anggota keluarga lainnya. "Ini ibuku." Gemma memperkenalkan Rima. Carissa mengulurkan tangannya untuk berjabat yang hanya dibalas dengan tatapan mengintimidasi. "Ini Mikaila." Gemma memperkenalkan. Carissa menatap gadis bernama Mikaila itu sambil mengulas senyum tipis di bibirnya. Mikaila lebih tinggi beberpa sentimeter dari Carissa dan high heels membuat kakinya terlihat sangat jenjang. Carissa merasa bersalah pada Mikaila. Kurang lebih ia bisa paham bagaimana kecewanya ketika berada di posisi Mikaila. "Ayo duduk." Suara Haris. Carissa duduk di samping Haris, disusul Mikaila. Gemma duduk berseberangan dengan Mikaila dan Rima berseberangan dengan Carissa. "Jadi, apa yang membawamu kemari?" Rima menyendokkan makanan ke piring Haris. Ia bertanya pada Carissa namun tidak menatapnya. Hening cukup lama karena semua anggota keluarga ingin mendengar dari mulut Carissa sebuah alasan kuat yang membuat Gemma memutuskan menikahinya. "Aku ingin memperkenalkan calon istriku pada kalian." Suara Gemma datar. "Gem, are you serious?" Mikaila menuntut penjelasan. "Kamu tidak bilang soal ini ke aku. Kenapa Gem? Apa yang salah dengan hubungan kita?" "Aku sedang menunggu waktu yang tepat untuk memberitahukan ini padamu, tapi kamu lebih mementingkan ego dan rasa penasaranmu sehingga kamu datang kemari, kan?" sahut Gemma. "Aku hanya mau alasan." Mikaila tidak menerima apapun yang coba dijelaskan oleh Gemma. "Sayangnya itulah yang tidak bisa aku berikan sekarang." Gemma sudah memutuskan untuk tidak memberitahu perihal surat wasiat sampai ia menemukan alasan Roni Kalalo menjodohkannya dengan Carissa Seluruh anggota keluarga sedang berada di meja makan namun tidak ada yang berselera untuk menyantap hidangan. "Apa yang terjadi, Carissa? Siapa kau sebenarnya?" Rima mencecar. "Apakah kau sedang mengandung dan meminta Gemma bertanggungjawab? Apakah kau yakin anak yang kau kandung itu anak Gemma?" Carissa terkejut dengan pertanyaan Rima. Wajahnya terasa panas demi mendengar kalimat demi kalimat yang meluncur dari mulut calon mertuanya itu. "Mami! Pertanyaan Mami kelewatan." Gemma menyela. "Mami hanya mencoba menyebutkan beberapa kemungkinan karena kalian berdua tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan pada kami." "Saya minta maaf, Tante." Suara Carissa untuk pertama kalinya terdengar. "Saya telah membuat Gemma dan keluarganya menjadi susah dengan semua ini. Tapi, percayalah tidak ada hal lain yang terjadi antara aku dan Gemma selain karena…." "Selain karena kami sudah memutuskan akan menikah dalam waktu dekat." Gemma menyela pernyataan Carissa mencegahnya berbicara terlampau jauh dan menyinggung surat wasiat. Mikaila tampak tidak bisa mengendalikan diri di samping Carissa. Air mata telah membasahi pipinya demi mendengar sendiri dari mulut Gemma rencana pernikahan itu. "Mika," ujar Carissa bermaksud menenangkan, "aku minta maaf. Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Ini...." Kalimat Carissa terhenti karena Mikaila telah menyiramkan air dalam gelas ke wajah Carissa. Rambut dan baju Carissa basah. Ia terkejut setengah mati. "Mikaila, apa yang kamu lakukan?" Gemma tersentak dari kursinya. "Jangan sok tau tentang apa yang aku pikirkan karena kau sama sekali tidak tau apa sebenarnya yang ada dalam pikiranku!" kata Mikaila tajam. Telunjuknya mengarah ke wajah Carissa. Rima, Haris dan Gibran tak kurang terkejut dibanding Gemma menanggapi reaksi Mikaila, namun mereka hanya mematung tanpa satu kata pun. Gemma beranjak dari kursinya bermaksud menghampiri Carissa namun Carissa telah lebih dulu berdiri dan meninggalkan meja makan, menghilang di balik pintu rumah. "Aku tidak percaya dengan yang sudah kamu lakukan ini, Mika." Gemma tampak menahan emosi. Gibran mengawasi dengan waspada. Gemma merogoh ponsel dari saku celananya dan memijit nomor Mario. "Halo, gue minta tolong lu booking Gedung Nyiur Melambai untuk Sabtu minggu depan. Gue mau nikah." Mario tidak sempat mengatakan satu patah kata pun saat Gemma menutup sambungan telpon. Tapi Mario tahu Gemma sedang tidak main-main dan itu adalah instruksi. "Ya, Tuhan Gemma!" Rima histeris. Air mata Mikaila menderas. Ia telah sesenggukan saat Gemma berlari ke luar rumah untuk mengejar Carissa. []  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD