Pengemis Elit

1066 Words
Adam menyisir tubuh Starla dari atas ke bawah. Senyumnya terpatri nakal tanpa disadari. "Kalau begitu...." "Kecuali hal-hal yang menyangkut pelecehan!" sahut Starla cepat. Mengetahui respon Adam yang seolah ingin menerkamnya. Adam terkekeh singkat, "akhirnya aku bisa melihat wajah asli mu." "Santai saja, jangan terlalu kaku. Mungkin kita bisa berteman baik?" lanjut Adam. "Aku akan berteman dengan senang hati. Tapi mohon maaf aku tidak bisa bersikap layaknya teman." "Kenapa?" "Karena aku sudah menikah. Akan banyak reporter gila yang membuat cerita picisan untuk kedekatan kita." Adam tersenyum tengil, "aku suka kata 'kita' yang kamu ucapkan," goda Adam. Tidak ada komentar. Starla bersungut, tidak bisa disembunyikan kalau ia ingin menyudahi kesepakatan tanggung jawab ini. "Hahaha, ekspresi kesal mu adalah obat terbaik." Adam tertawa lebar. "Syukurlah, ada bagian dari diriku yang bisa menjadi obat," jawab Starla mencoba bersabar. "Aku sungguh-sungguh," tukas Adam lugas. Sorot matanya tajam menatap Starla tanpa celah. Menandakan tidak ada kebohongan di dalamnya. "Baguslah," jawab Starla sekenanya. Hampir saja ia dibuat tersihir. "Aku ingin mendengar cerita mu. Cerita di balik mata sembab itu." Pandangan Adam menyendu. "Sayang?" panggil Daniel menginterupsi. "Ah sialan! Kemana si bren*sek Theo sampai pengemis ini masuk," gumam Adam lirih. Pendengaran Starla tidak salah! Baru saja ia mendengar Adam mendengus saat kedatangan Daniel. "Sebelumnya perkenalkan saya Daniel, suami Sta--" "Saya juga tau!" potong Adam. Terlihat ketidaksukaannya. "Ehem... saya selaku suami Starla dan perwakilan FG group ingin meminta maaf atas--" "Tck! Tidak usah basa-basi. Langsung saja!" Kening Starla berkerut. Heran dengan sikap Adam yang berbeda jauh dengannya. Ternyata isu yang mengatakan dirinya hanya peduli pada wanita benar adanya. "Baiklah, sebagai bentuk tanggung jawab. Kami akan memindahkan Tuan Adamson ke ruang VVIP dan mendatangkan ahli ortopedi terbaik." "Sudah? Hanya itu? Waah... aku bahkan hampir mati di tangan dia. Tanpa ku perkenalkan seharusnya Anda paham siapa saya?" "Tentu saja. Tuan Aldebara Adamson. Pemilik D.B Group yang memegang kendali atas pangsa pasar Indonesia ke ranah internasional." "Baguslah jika paham," sahut Adam datar sambil memainkan kukunya. Tidak peduli kehadiran Daniel. "Untuk orang seperti ku. Bukankah terlalu berharga untuk mati mengenaskan di tangan istri mu?" "Maaf menyela!" seruduk Starla, "tapi saat ini Anda tidak mati. Apa di kemudian hari Anda berniat mati di tangan saya?!" "Hemm...." Bola mata Adam ke atas. Ia sedang berpikir, "boleh juga." "Aku ingin memiliki kisah cinta dark romance ala mafia. Sepertinya menyenangkan mati di tangan orang yang dicintai." Kerling Adam nakal. Tidak tanggung-tanggung. Menggoda wanita di depan suaminya langsung. Tidak dapat disembunyikan tatapan jijik bercampur heran di wajah Starla. Begitupun Daniel, ia mencoba sabar dalam keadaan ini. Seperti menghadapi bocah umur lima tahun dengan segala fantasinya. "Tuan Adam," sela Starla, "sebaiknya Anda perjelas apa yang harus kami lakukan untuk bertanggung jawab. Transparan saja. Lagi pula jadwal pemeriksaan lanjutan Anda tinggal sebentar lagi." "Baiklah. Kstri mu sangat pengertian bisa tahu jadwal pemeriksaan ku. Bahkan sekretaris ku Theo malah pergi entah kemana." Adam melirik Starla sekilas. Tersenyum tengil kemudian menatap serius Daniel, "bagaimana jika istri mu menjadi asisten pribadi ku selama gip ini masih menempel? Emh, sekitar tiga bulan atau setengah tahun mungkin?" "Tid--" "Baiklah!" sahut Daniel cepat. Memutus niat Starla yang akan menolak. Bagaimana bisa seorang suami mengorbankan istrinya pada laki-laki playboy ini? Ah! Starla lupa! Daniel bukanlah suami. Melainkan perwujudan lintah yang akan menghisap habis darah inangnya. Apapun yang merugikan akan ia buang. "Good job! Anda memang pebisnis handal. Mungkin di lain kesempatan perusahaan kita bisa bekerja sama?" Daniel mengangguk cepat. Tidak dapat dikelabui bahwa wajahnya saat ini sangat senang mendengar kesempatan emas itu. Melemahnya perusahaan FG Group karena masalah internal membuat DIB Group melesat hingga menjadi raksasa bisnis. Dalam pikiran Daniel mungkin kerja sama ini seperti peluang besar. Siapa yang menyangka jika keputusannya ini adalah titik awal kehancurannya. Selama perjalanan pulang. Starla diam membisu. Daniel menyadari sikap aneh Starla. Walau sejatinya Starla tidak banyak omong seperti Alarie yang cerewet tapi diamnya kali ini sangat berbeda. Daniel tahu bahwa Starla marah. "Sayang?" panggil Daniel. Setelah sampai apartemen, Daniel sengaja tidak ke kantor. "Kamu marah?" "Tidak." "Maaf. Aku sudah membuat keputusan sepihak." Daniel mendudukkan diri di depan sofa yang Starla duduki. Meraih tangannya, "kamu tahu? Aku tidak ada apa-apanya dibanding orang-orang yang memiliki latar belakang bagus. Aku merasa kecil di hadapan orang berkuasa." "Tapi... ada kalanya aku harus mempertahankan sesuatu." Daniel mengusap pipi Starla lembut, "aku tidak ingin perusahaan kita dalam bahaya. Kamu yang paling tahu bagaimana almarhum Papa sangat berjuang mempertahankan jerih payahnya kan?" "Bagi ku sangat berat membiarkan laki-laki pemain itu berada di dekat mu. Tapi, untuk saat ini bisakah kamu bertahan? Sampai aku mengembalikan perusahaan kita ke sedia kala." "Sampai saat itu tiba. Kamu akan jadi satu-satunya ratu ku. Aku berjanji. Tidak ada yang bisa mengusik mu." Air mata Starla merembas. Genangan itu luruh mengenai tangan Daniel. Bukan karena ucapan dramatis Daniel. Starla hanya mengingat momen dimana Papanya berjuang seorang diri mempertahankan perusahaan sekaligus merangkap jadi Ayah dan Ibu yang baik. Ya! Ibu Starla sudah meninggal sejak Starla kecil. Menjadikan Papanya sebagai satu-satunya harapan Starla. Dan kini, harapan itu telah direnggut paksa. Starla menyingkirkan tangan Daniel. Ia mengambil nafas dalam-dalam sembari menghapus jejak air mata. Ia harus bertahan! "Aku tahu, aku akan berusaha melindungi apa yang Papa perjuangkan." **** From : Alarie Starlaaa, maafkan aku. Tolong jangan marah pada ku. Karena ku, kamu jadi terlibat masalah besar. Aku janji tidak akan mengajakmu makan di luar jika kamu ingin. ?? Starla menatap malas pada layar ponsel. Notifikasi atas nama Alarie yang bahkan tidak ingin dilihatnya telah terpampang. Membuat mood Starla di minggu pagi ini terjun bebas. Ah! Kalau dipikir-pikir lagi. Harusnya hari ini Starla ada janji bertemu dengan Adam untuk membicarakan kontrak perjanjian. Sekaligus ada poin-poin penting yang harus ditekankan. Rasanya malas berpindah dari kasur empuk ini. Starla menggeliat dan merasakan tangannya menyentuh sesuatu. Spontan Starla menoleh sumber kejanggalan dan mendapati Daniel tengah mendengkur halus dengan bertelanjang d**a. Pemandangan ini cukup jarang Starla temui semenjak sepuluh hari pernikahan mereka. Kenapa? Setelah Starla mendeklarasikan 'belum siap'. Daniel terlihat sibuk dengan urusan kantor sampai tidak pulang. Kelihatannya memang seperti itu. Siapa yang tau aktivitas gelap di belakangnya? Mungkin saja, dia sedang 'bercocok tanam' di suatu tempat? Tidak ada yang tahu. Ada pun, mereka pasti akan tutup mulut. Karena takut kekuasaan Daniel di dalam kantor. Mengingat hal itu membuat Starla semakin bad mood. Ia turun dari ranjang. Menggelung asal rambut lurusnya kemudian mencuci muka. Sebuah ide brilian terlintas. Seorang istri sudah menjadi kewajiban melayani suami bukan? Lihatlah apa yang akan Starla lakukan setelah ini. Senyumnya mengembang puas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD