Harmonious

1071 Words
Raka dan Chika yang sudah berbaikan sudah tidak tampak canggung satu sama lain saat mengantar Opa dan Armand ke bandara. Hal ini menjadi perhatian Opa dan Armand yang menyadari bahwa sepasang suami-istri itu bertengkar selama beberapa hari ini. Hal ini membuat mereka senang karena itu artinya tujuan untuk mendekatkan keduanya berjalan lancar. "Kalian jaga diri baik-baik, ya," Opa berpesan. Chika mengangguk sembari tersenyum lebar, sedangkan Raka hanya mengangguk pelan. "Jangan berantem lagi. Kalian pikir kami nggak ngeuh kalo kalian berantem selama beberapa hari ini?" Armand menggoda sambil melirik pada Opa yang sudah lebih dahulu terkikik. Chika yang mendengar hal itu hanya bisa meringis, sedangkan Raka mengalihkan atensinya, bersikap seolah tak mendengar apa pun. Masih mengerling, Armand melanjutkan, "Padahal kalian keliatan gemes lho kalo akur gini." "Tapi beneran lho, Den, Non. Kalian itu kayak yang suka muncul di tv atau sosmed itu lho, yang couple goals gitu. Sama-sama good looking." Mbak Asri turut serta memuji, tapi hal itu justru membuat Raka dan Chika semakin tak nyaman. "Mending kalian buruan masuk, deh." Raka menukas tak sabaran karena tak tahan mendengar keluarganya menggodanya dan juga Chika. Rautnya yang begitu serius membuat Mbak Asri seketika diam, pun dengan Opa dan Armand yang langsung merapatkan bibir. "Nggak lucu kalau kalian telat cuma gara-gara ngecengin aku sama Chika, 'kan." Opa menggeleng tak percaya dan berujar, "Kamu ini benar-benar mirip sama papamu, ya. Sama-sama galak dan kaku. Gitu aja ngambek. Nggak seru." "Pfft!" Chika menahan diri untuk tidak tertawa lebar mendengar ucapan Opa. Raka refleks menoleh pada Chika yang kini sedang menutup mulutnya dan melirik takut pada pemuda yang sedang menatapnya dengan tatapan galak tersebut. Merasa kalau dirinya tidak melakukan kesalahan apa pun, Chika memberanikan diri untuk membela dirinya. "Kenapa natap gue kayak gitu? Gue kan nggak ngomong apa-apa." Raka mendengus dan segera mengalihkan atensinya dari Chika. Opa tertawa melihat tingkah kedua cucunya, pun dengan Armand yang ikut terkekeh. "Oh ya, Opa." Suara Chika membuat atensi semua orang terarah padanya penuh minat. Sepertinya Chika ingin menyampaikan sesuatu yang cukup serius. Hal ini terlihat dari sikap yang tampak gugup. Sambil meringis gadis itu bertanya, "Aku boleh nginep semalam aja di rumah Ayah-Bunda, nggak? Aku lagi kangen sama mereka, nih." Chika menggigit bibir guna menekan rasa gugupnya. Opa tampak terkejut. "Lho, kok kamu minta izin sama Opa? Minta sama Raka, dong kan dia suami kamu." Mata Chika dan Raka sama-sama melebar dan keduanya kompak melirik satu sama lain. "Imam kamu itu Raka, Sayang." Opa dengan lembut menjelaskan. "Jadi segala sesuatunya kamu izinnya sama Raka, bukan Opa selaku kepala keluarga. Kalau Opa sih nggak keberatan kamu mau nginep berapa lama pun di sana, tapi kan segala sesuatunya bukan di tangan Opa, melainkan Raka." "Jadi, gimana tuh, Rak? Boleh nggak istri kamu nginep di rumah orang tuanya?" tanya Armand pada Raka yang kini mendadak kikuk ditodong pertanyaan tersebut setelah sekian lama diam karena menyimak. Pemuda itu menatap Chika dan Armand bergantian. Raka mengusap tengkuknya lalu berdeham. "Y-Ya, boleh lah. Masa aku larang?" "Nah, kalo gitu kamu sekalian nginep aja di sana, nemenin Chika sekaligus mengenal lebih dalam keluarga besan kita. Gantian, kan Chika udah tinggal sama kita, kenal kita lebih dekat. Nah, kamu giliran mengenal keluarga Chika." Opa tampak begitu antusias saat mengutarakan ide itu. Begitu pula dengan Armand dan Mbak Asri yang mengangguk setuju. Berbeda lagi dengan Raka dan Chika yang langsung terdiam dan kembali kikuk. Akan tetapi, tiba-tiba Chika mengubah ekspresi wajahnya dan tersenyum lebar. Dia menatap Raka dan berujar, "Eh, boleh juga tuh. Soalnya besok ada acara kecil-kecilan di rumah, anniv pernikahan Ayah sama Bunda. Nginep nggak nginep sebenarnya lo juga bakal diundang kok, jadi sekalian aja." Raka syok karena tak tahu harus bereaksi bagaimana. Dia menatap perempuan di sebelahnya seakan bertanya, "Maksud lo apa sih ngomong gitu?" Namun, Chika masih setia bertahan dengan senyum manisnya yang penuh arti. "Nah, ide bagus tuh! Sekalian pendekatan ke mertua gitu lho." Armand kembali menggoda sang keponakan dengan menaik-turunkan alisnya. Raka hanya berdecak kesal melihat sikap sang paman yang membuatnya risih. Akhirnya, sudah tiba waktunya bagi Opa dan Armand benar-benar masuk ke terminal keberangkatan mereka. Usai memastikan keduanya sudah benar-benar menghilang dari pandangan, barulah Raka dan Chika memutuskan untuk pulang. "Tadi itu lo serius?" tanya Raka tiba-tiba saat mereka berjalan ke tempat mobil Raka terparkir. Chika sedikit merasa kaget mendengar suara Raka, tapi gadis itu langsung mengangguk tanpa ragu. "Iyalah, serius. Ngapain juga gue boong soal anniv—" "Bukan itu," tukas Raka lembut. "Maksud gue tuh, lo serius ngajakin gue nginep di rumah lo?" Chika tidak tahu apa penyebabnya, tapi yang jelas pipinya terasa panas saat Raka bertanya seperti itu. Senyum tipis yang tadinya terukir di wajah, kini berubah menjadi senyum gugup. "Hm, iya gue serius." Gadis itu buru-buru mengalihkan pandangan agar Raka tidak menyadari bahwa pipinya mendadak memerah sekarang. "Lagian bakal aneh nggak sih kalo gue nginep sendiri? I mean, ya kayak yang gue bilang tadi, lo kan ujung-ujungnya bakal diundang juga ke rumah dan gue yakin lo nggak bakal bisa nolak, jadi sekalian aja ikut nginep biar nggak bikin orang-orang bingung." Raka masih setia terdiam dan berpikir. Kata-kata Chika memang ada benarnya, pun dengan kata-kata Opa dan Armand. Selama ini Raka memang kurang berinteraksi dengan keluarga Chika. Suka tidak suka, terima tidak terima, kini statusnya dan Chika membuat mereka sudah menjadi bagian dari keluarga masing-masing. Itu artinya, keluarga Chika adalah keluarganya juga, begitu pula sebaliknya. Selama ini Chika sudah tinggal dan semakin dekat dengan keluarganya, Raka pikir tidak ada salahnya jika dia melakukan hal yang sama. Toh, ini hanya menginap selama beberapa hari. Mungkin satu-satunya masalah yang akan dia hadapi adalah sikap sinis Levi kepadanya. "Sekalian, tuh biar lo sama Kak Levi bisa ngelurusin kesalahpahaman di antara kalian." Kaget karena Chika seolah bisa membaca pikirannya, Raka pun refleks menanggapi, "Kesalahpahaman apa sih? Gue nggak pernah merasa ada masalah kok sama dia. Dianya aja yang sensi sama gue sejak pacaran sama Drey." Raka menjeda kalimatnya karena tersadar akan sesuatu. "Kakak lo beneran suka sama Drey, ya?" Chika mengangkat bahu, tak yakin. "Kak Levi sih nggak mau ngaku, ya, tapi gue yakin emang itu alasan kenapa dia sensi banget sama lo. Lo pacar pertama Kak Drey, kan? Gue inget banget dulu dia bad mood parah pas Kak Drey ngenalin pacar pertama dia." Raka tergelak sinis usai mendengar penuturan Chika dan menggeleng tak habis pikir. Benar-benar tidak menyangka kalau rupanya Levi bisa bersikap layaknya anak kecil seperti ini. Mencoba mengalihkan topik, Raka pun bertanya, "Jadi, kapan mau ke rumah lo?" "Sekarang." "Hah?!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD