Shakila membaringkan Davin dengan hati-hati ke atas ranjang. Saat ini Davin telah terlelap setelah menghabiskan satu botol s**u. Setelah kejadian di dapur sebelumnya, kini tubuh Shakila telah bersih dan wangi bahkan saat ini beraromakan mint karena memakai kemeja Julian. Ia datang hanya membawa tas selempang berisi ponsel dan sisa uang yang ia miliki, baju yang melekat di tubuhnya serta sepatu flat shoes yang hampir rusak. Salahkan saja pada Julian yang langsung mempekerjakannya dan tak memberinya kesempatan mengambil pakaiannya di kontrakan.
“Sekali lagi kau membuat kesalahan, kau akan kupecat,” ucap Julian saat dirinya baru saja keluar dari kamar mandi dengan pakaian santainya yang rapi.
Sebelumnya Shakila membersihkan diri terlebih dahulu, membuatkan s**u kemudian menggantikan Julian yang menjaga Davin. Suatu keajaiban, Davin diam setelah melihat Julian. Setelahnya baru giliran Julian yang membersihkan diri dan saat ini baru keluar dari kamar mandi.
Shakila yang menunduk hanya mengangguk kecil. Melihat Julian hendak pergi dari sana, Shakila segera mencegahnya.
“Tu- Tuan, tunggu.” Shakila turun dari atas ranjang dan menghampiri Julian yang menatapnya dengan alis berkerut.
“Anda lihat sendiri aku tidak punya baju ganti. Bolehkah aku mengambilnya dulu ke kontrakanku? Aku janji akan segera kembali sebelum Davin bangun,” pinta Shakila dengan sesekali melirik arah lain karena takut.
Julian mengarah pandangannya pada jam dinding. “Satu jam. Tidak lebih,” ucapnya tegas.
Shakila mendongak dengan wajah cerah dan mengangguk setuju. “Uum. Aku janji.”
“Lalu apa yang kau tunggu? Cepat pergi sebelum aku berubah pikiran!”
“Ta– tapi ….” Shakila menarik ujung kemeja Julian yang dipakainya. Meski sebatas paha, tapi tak mungkin baginya pulang dengan keadaan seperti itu bukan?
Pandangan Julian sempat terpaku sejenak pada paha mulus nan putih Shakila sampai akhirnya dengusan samar terdengar. Ia berjalan menuju lemari dan mengambil satu celana trainingnya yang kekecilan dan memberikannya pada Shakila.
“Terima kasih,” ucap Shakila seraya menerima celana itu.
Setelahnya Julian melangkah ke dapur membereskan kekacauan yang Shakila buat. Sesampainya di pintu dapur, Julian mendesah berat melihat dapurnya yang berantakan. Haruskah ia memecat Shakila saja? Tapi bayangan paha mulus, perut rata serta aset berisi membuatnya menggelang.
Shakila bergegas menuju kontrakannya. Ia memesan ojek online dan meminta pak ojol mengendarai motornya dengan kecepatan penuh.
“Ayo, Pak, sebelum waktuku habis!” seru Shakila seraya memakai helm.
“Tsk, Neng aja belum naik,” sahut pak ojol disertai gelengan ringan.
“Ya sudah, Pak. Ayo cepat, go!” seru Shakila setelah naik ke motor.
Hampir setengah jam kemudian Shakila sampai di kontrakannya dan segera membereskan pakaian serta barang-barangnya memasukkannya ke dalam koper besarnya.
“Ayo, Pak balik lagi ke tempat tadi,” ujar Shakila setelah mengunci kontrakannya dan menyeret kopernya lalu memberikannya pada pak ojol.
“Neng, gimana bawanya?” keluh pak ojol melihat koper yang Shakila berikan cukup besar.
“Terserah Bapak mau taruh mana yang penting jangan buang waktu. Waktuku satu jam, Pak, nanti aku kehilangan pekerjaan kalau telat!” ujar Shakila yang dengan gugup memakai helm dan segera naik ke atas motor.
“Yang penting itu keselamatan, Neng,” tutur pria paruh baya tersebut.
“Percaya saja semua pasti akan baik-baik saja, Pak,” balas Shakila dan kembali menyuruh pak ojol bergegas.
Pak ojol menaruh koper di depan meski sedikit kerepotan, tapi demi pelanggan dirinya berusaha melakukan yang terbaik.
Motor yang Shakila tumpangi akhirnya melaju kembali menuju rumah Julian. Namun, tiba-tiba saja di tengah perjalanan turun hujan yang membuat pak ojol berniat berhenti karena tidak membawa jas hujan.
“Kita berhenti dulu Neng! Hujannya deras sekali!”
“Apa?! Jangan, Pak! Terus jalan, Pak, waktuku tinggal sepuluh menit lagi!”
“Tapi ini bahaya, Neng!”
“Tinggal dikit lagi, Pak! Nanggung!”
Keduanya terlibat adu mulut namun pada akhirnya Shakila yang menang membuat pak ojol tetap melaju di tengah derasnya hujan hingga akhirnya motor yang mereka kendarai hampir sampai di rumah Julian. Akan tetapi, saat abang ojol hendak berbelok, motornya terpeleset karena licinnya jalan.
Brak!
Suara benturan keras terdengar di mana motor yang Shakila kendarai jatuh hampir tercebur ke selokan.
“Haduh, Neng! Neng tidak apa-apa?” tanya pak ojol seraya membantu Shakila bangun dengan hati-hati “Kan bapak sudah bilang, kita berteduh dulu! Kalau sudah begini, Neng mau tanggung jawab?!”
Shakila hanya meringis menahan perih di siku tangannya. Ia pun merasa bersalah dan hanya bisa meminta maaf. Semua ini memang salahnya yang memaksa pak ojol tetap melanjutkan perjalan di tengah derasnya hujan.
“Iya, Pak, maaf.”
Di rumah Julian, dirinya berdiri di depan jendela kamarnya dengan secangkir teh hangat di tangan. Ia menatap ke luar jendela menatap hujan yang turun dengan derasnya. Ia setengah berbalik mengarah pandangan ke arah jam dan waktu Shakila telah habis.
Tiba-tiba perhatian Julian teralihkan saat mendengar suara bel. Melirik Davin yang masih tertidur lelap, ia kemudian melangkah melihat siapa yang datang meski ia sudah bisa menebak, itu pasti babysitter barunya.
“Tu– Tuan ….”
Sebelah alis Julian meninggi menatap Shakila yang menggigil kedinginan kala ia membuka pintu. Kemudian perhatiannya tertuju pada pria berkumis tipis yang berdiri di depan teras.
“Tu– Tuan, bo– boleh aku meminjam uang? Ojek yang aku tumpangi mengalami sedikit kecelakaan dan aku harus–”
“Tidak.”
Bahkan belum selesai Shakila bicara, suara tegas Julian lebih dulu menyela.
“Aku mohon, Tuan. Aku janji akan membayarnya nanti. Atau, Tuan bisa langsung memotongnya dari gajiku. Kumohon, Tuan. Kumohon, kasihan Pak ojolnya, Tuan,” mohon Shakila dengan tangan menyatu di depan wajah. Wajah ayunya yang pucat menunjukkan harapan dan keputusasaan.
Julian melirik abang ojol tersebut dan dapat melihat bajunya basah kuyup dan kotor. Namun, tanpa mengatakan apapun Julian segera menutup pintu.
“Tuan! Tuan!” panggil Shakila dengan menggedor pintu. Satu-satunya harapannya hanya Julian. Jika saja uangnya masih cukup untuk mengganti rugi, ia akan menggunakan uangnya sendiri.
Tak mendapat respon dari Julian, Shakila berbalik menghampiri pak ojol dan dengan tangan gemetar karena kedinginan sekaligus takut, ia mengeluarkan sisa uangnya yang tinggal dua lembar. “Pa– Pak, aku hanya punya uang ini. Begini saja, alamat Bapak di mana? Setelah aku punya uang, aku akan membayar kurangannya, Pak.”
Pak ojol menatap uang di tangan Shakila tajam. “Kok cuma segini, Neng?! Ini masih kurang. Ini belum sama ongkos perbaikan motor.”
“Ta– tapi, Pak. Aku hanya punya segitu. Aku janji, nanti akan ganti rugi dan tanggung jawab setelah punya uang.”
Wajah ojol itu mulai menunjukkan emosi. “Jangan gitu dong, Neng! Semua ini gara-gara Neng! Neng harus tanggung jawab! Motor saya itu rusak dan saya hampir celaka! Kalau terjadi apa-apa dengan saya tadi, Neng mau tanggung kehidupan anak dan istri saya?!”
Tiba-tiba beberapa lembar uang berada di depan wajah pak ojol membuatnya seketika bungkam.
“Ambil ini,” ucap Julian.
Pak ojol menatap Shakila sekilas kemudian menerima uang dari tangan Julian.
“Makasih, Mas,” ucap pak ojol tersebut kemudian pergi dari rumah Julian.
Shakila menatap Julian dengan pandangan tak terbaca setelah pak ojol pergi. Ia sempat terkejut saat melihat Julian memberi ojol itu uang. Namun, lain daripada itu, ia senang karena Julian menolongnya.
Julian hendak berbalik untuk melangkah masuk ke dalam rumah. Namun, sebelum itu terjadi, Shakila segera mencegah.
“Tuan, tunggu. Aku … sangat berterima kasih tuan mau menolongku," ucap Shakila dengan tulus.
Julian menatap Shakila dengan pandangan tak terbaca kemudian setengah menunduk membuat wajahnya dan wajah Shakila begitu dekat. “Kau kira ini gratis? Tidak. Kau harus membayarnya dengan … tubuhmu.”