7. Perkelahian Part 2

1023 Words
"Kamu tuh, punya pelet apa sih? Bisa-bisanya pak Davin peduli sama kamu?" Amuk Antika dengan iri, sepanjang ia bekerja di sini, tak pernah sekalipun ia melihat Davin peduli dengan karyawan biasa, jangankan yang biasa, yang cantik seperti dirinya saja dia tidak peduli. Tapi Luna? Kenapa gadis ini sepertinya sukses memikat hati Davin? Luna meneguk segelas air dingin dengan santai lalu menatap Antika dengan sengit. Andai saja ia tidak tengah berpura-pura menjadi petugas kebersihan di sini, mungkin sudah ia pastikan untuk menjambak rambut Antika sekarang juga. Sedangkan Angela, memutar bola matanya dengan jengah, anak konglomerat dari mana sosok Antika ini, punya status sekertaris saja sudah berani bersikap layaknya istri bos. "Lo, anak konglomerat dari mana sih? Bapak lo punya apa aja? Perusahaan? Mall? Pabrik? Atau pejabat negara?" Tanya Angela dengan nada bicara yang cukup sombong. Antika menoleh ke arahnya dengan tatapan tidak suka, seorang cleaning service berani-beraninya menanyakan hal seperti ini seperti dia jauh lebih dari pada dirinya. "Ingat ya, kamu itu cuma cleaning service di sini, gaya bicaramu tidak pantas untuk di dengar dari mulut kasta rendahan kayak kamu. Ngerti?" Balas Antika tidak mau kalah. "Kasta rendahan lo bilang?!" Seru Angela tidak Terima. Luna yang sejak tadi diam langsung bergerak mendekat ke arah Angela, menenangkan sahabatnya agar tidak terlalu emosi. Ia tidak mau ada pertengkaran lagi setelah beberapa saat yang lalu. Baru sehari bekerja saja rasanya sudah sangat menyebalkan. "Apa aku salah?" Angkuh Antika sembari melipat ke dua tangannya di d**a. "Lihat dia? Seenak jidat ngomongnya." Tunjuk Angela pada Antika saat Luna memperingatkan dengan tatapan matanya yang cukup tajam. "Biarin aja, orang kalau kedudukannya gak seberapa emang gitu." Balas Luna berusaha menenangkan Angela. "Apa lo bilang?!" Teriak Antika yang tidak sengaja mendengar ucapan Luna barusan. "Kedudukan gak seberapa? Lo tahu, posisi sekertaris itu gak semua orang bisa dapetin. Cuma yang cerdas, cantik dan juga spesial kayak gue!" Amuk Antika mulai kesetanan. Luna membalas tatapan Antika tak kalah angkuh. Apa ia tidak salah dengar? "Sejak kapan, syarat jadi sekertaris harus cantik dan spesial? Kalau bicara kecerdasan, otak ikan bahkan jauh lebih cerdas dari pada otak lo!" "HEY!" Amuk Antika hendak menjambak rambut Luna dengan gemas, namun sebelum tangannya benar-benar mendarat di kepala Luna, sebuah suara barithon menginterupsinya untuk segera berhenti. "ANTIKA!" Davin mulai pusing, hari pertama istrinya bekerja sudah membuat kekacauan sebesar ini. Termasuk Antika, ia mengenal Antika sebagai pribadi yang kalem, lemah lembut dan juga feminim. Kenapa jadi begini? Antika mundur beberapa langkah, tidak ingin membuat dirinya terlihat jahat di depan Davin. Sedangkan pria itu memijat pelipisnya dengan perlahan untuk meredakan emosinya yang ingin meledak, jika Luna terus bekerja di sini, perusahaan tidak akan beres. "Luna, ikut saya ke ruangan." Titah Davin dengan tegas. "Mau apa? Luna gak salah kok Pak. Dianya aja yang bar-bar." Bantah Angela membela Luna, ia takut jika Luna di pecat, nanti dirinya bekerja sendirian di sini, ia tidak akan mungkin bisa bertahan sendirian di perusahaan yang penuh dengan orang-orang gila ini. "Salah atau tidak, saya minta Luna datang ke ruangan saya. SEKARANG!" teriak Davin sudah kehilangan kesabarannya. Ia berjalan terlebih dahulu meninggalkan ruangan petugas kebersihan, di susul oleh Luna yang berjalan di belakangnya sembari menunduk usai di tatap oleh banyak karyawan lainnya. Baru kali ini mereka menyaksikan petugas kebersihan baru berbuat ulah di hari pertamanya bekerja. Mereka bahkan berani bertaruh, Luna akan segera di pecat. Hari pertamanya bekerja, mungkin akan menjadi hari terakhir nya juga di perusahaan ini. Sayang sekali. "Gue bahkan berani taruhan, Luna di pecat. Dan sebentar lagi, mungkin lo yang nyusul dia." Ejek Antika pada Angela sembari menunjukkan senyuman sinisnya yang terlihat sangat menyebalkan. "Taruhan berapa?" Tantang Angela tidak takut. "Berapa banyak sih, uang yang lo punya? Sampai sombong kayak gitu? Gaji lo berapa juta sebulan?" Antika benar-benar ingin menelan hidup-hidup karyawan baru ini sekarang juga. Ucapannya benar-benar sangat tinggi, setinggi tugu monas, atau mungkin setinggi harapan orang tua pada anaknya jaman ini? "Gaji lo di sini selama satu tahun, adalah gaji gue selama sebulan. Ngerti?" "Enggak. Yang gue tahu, gue lebih kaya dari lo." "Sekaya apa sih lo? Lebih kaya dari pada gue?" "Ouh jelas, setidaknya gue gak pake tas palsu." Jawab Angela berbalik mengejek lalu tertawa pelan sebelum akhirnya entah dari sana untuk kembali melanjutkan pekerjaan. Sedangkan Antika masih mematung di tempat, dari mana dia tahu kalau tas yang ia pakai adalah palsu? "Kenapa? Lo kaget gue tahu semua tas yang lo pake itu palsu?" Sindir Angela sembari tersenyum meremehkan, sedangkan Antika kini tengah berpikir keras, bagaimana bisa petugas kebersihan di hadapannya ini tahu segala hal yang berbau mewah? Mau menyimpulkan dia anak orang kaya tidak mungkin, jika dia kaya, kenapa harus bekerja sebagai petugas kebersihan? Lalu, siapa dia? Simpanan? Antika menutup mulutnya yang terbuka secara spontan usai satu pemikiran itu datang, setelah itu ia menggeleng perlahan dan tertawa pelan. Tidak salah lagi, miskin, rendahan tapi punya barang mewah, pastinya seorang simpanan. "Kenapa lo? Gila?" Sinis Angela tidak suka. Antika bertepuk tangan dengan keras, menatap Angela dengan syok lalu tertawa meremehkan. "Lo, jadi simpanan om-om mana kalau boleh tahu? Spil bayaran dong." Bisik Antika tepat di hadapan wajah cantik Angela yang langsung membuat gadis itu naik pitam. Dengan geram Angela menarik rambut Antika ke belakang dengan kuat hingga gadis itu berteriak menahan sakit. Semua karyawan yang melihatnya kembali mendapatkan tontonan gratis, bisa-bisanya hari ini penuh dengan drama kekerasan antar karyawan. "Lepasin." Bertha berusaha melepaskan tangan Angela dari rambut panjang Antika, namun gadis itu tetap tidak mau melepaskannya, ia justru menatap Antika dengan datar, dingin dan juga tajam. "Nanti di pecat sama pak Davin, lo ingat kan ancamannya tadi?" Tegur Berta berusaha mengingatkan Angela. Gadis itu tidak peduli, justru semakin keras menarik rambut Antika hingga rasanya ada banyak helai yang rontok. "Lo gila?!" Teriak Antika kesetanan. "Lepasin, atau gue laporin ke pak Davin?!" "Laporin aja, gue gak peduli kalaupun di pecat." "Jelas lo gak peduli, lo kan simpanan." Maki Antika dengan cukup keras hingga banyak orang yang mendengar. Tarikannya pada rambut Antika mengendur usai Angela mendengar beberapa bisikan dari karyawan lain mengomentari dirinya dan percaya dengan semua yang di katakan oleh nenek sihir ini. "Kalau gue simpanan, lo wanita malam." Balas Angela tak mau kalah. "Udah berapa cowok yang lo puasin?" "HEY!" "SHUT UP!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD