Ara sudah menyiapkan berkas perceraiannya dan sekarang sedang dalam perjalanan ke kantor pengadilan agama. Ara tersenyum miris memandangi berkas di tangannya, kehidupan rumah tangganya sama sekali tak bisa diselamatkan. Ara terlalu lelah untuk bertahan, sementara Arash begitu egois yang sering menyalahkannya dalam berbagai hal. Bahkan, ketika awal mula mamanya mulai menyindir Ara perihal anak, lelaki itu hanya diam. Sama sekali tidak bisa membela sang istri. Dan saat ini setelah sekian lama menaruh curiga kepada Arash yang berakhir di mana Ara yang mendapati chat mesra suaminya itu dengan Syafa, Ara tidak bisa toleransi lagi atas segalanya. Ara telah kehilangan kepercayaan sepenuhnya terhadap Arash.
Sempat berpikir bahwa Arash akan menghubunginya—meminta maaf atas segalanya, akan tetapi semalam dirinya mendapatkan info mengejutkan dari Beni. Asisten yang sudah Ara anggap layaknya saudara itu memberikan beberapa bukti kedekatan Arash dengan Syafa. Tujuannya, agar memudahkan proses perceraiaan yang akan Ara hadapi nantinya. Ara hanya punya bukti chat Arash bersama Syafa yang sempat di fotonya dari kamera ponselnya. Hanya itu saja, sebelum Beni memberikan beberapa bukti yang membuat Ara tertawa miris.
Arash dan Syafa yang keluar kota tidak hanya untuk urusan pekerjaan. Ara mendapatkan foto keduanya tengah duduk santai di pinggir pantai—tertawa bersama, foto mereka berdua memasuki hotel yang kata Beni bahwa mereka memasuki hotel masih di kawasan Jakarta. Bukti terkuat adalah berupa sebuah video. Sebelum ke apartemennya pada tengah malam, Beni terlebih dahulu ke apartemen salah satu artisnya yang baru tinggal beberapa hari di gedung apartemen yang sama dengan Arash.
Setelah mereka bertemu di apartemennya semalam, Beni mengantar Ara pulang. Setelah itu, Beni mengendarai mobilnya menuju ke apartemen artisnya yang lain karena mendapatkan sebuah telepon dari sang artis ketika dalam perjalanan pulang kembali ke apartemennya. Di sana, Beni sempat bersembunyi ketika melihat Arash bersama Syafa yang akan memasuki lift. Beni baru memasuki lift setelah keduanya menghilang di balik lift. Beni keluar dari lift di lantai unitnya Arash. Dia ingin menangkap basah Arash yang sedang berduaan dengan Syafa di dalam unit lelaki itu. Beni sudah bersiap untuk memvideokan di saat lelaki itu membuka pintu nantinya, Beni akan terus memaksa masuk semisal dihadang pun. Ternyata, dia sudah melihat apa yang diinginkannya. Di depan unitnya, Arash tampak sedang berciuman dengan Syafa. Beni berdecih muak. Dia mengambil video kedua orang itu hingga mereka memasuki kamar dan pintu tertutup. Ini adalah bukti paling valid, selain beberapa foto yang didapatny secara diam-diam dari orang suruhannya. Beni tak habis pikir, setelah bertemu Ara, lelaki itu langsung menemuin perempuan lain.
Saat dulu Ara bercerita bahwa mencurigai sang suami, Beni menyelidiki lelaki itu tanpa sepengetahuan Ara. Namun, selama ini hanya beberapa foto yang didapatkannya karena selebihnya hanya tampak sedang dalam perjalanan dinas atau meeting. Baru sebulan belakangan ini Beni mendapatkan foto mesra Arash dengan sekretarisnya itu. Beni tak langsung memberitahu Ara hingga mengumpulkan banyak bukti yang benar-benar bisa meyakinkan Ara. Semalam itu adalah puncaknya.
Tak lama di apartemen sang artis yang berada di gedung yang sama dengan Arash, Beni menuju apartemen Ara setelah menghubungi perempuan itu terlebih dahulu. Beni memberikan bukti-bukti Arash yang bermain di belakang Ara.
"Keputusan lo udah benar, Ra. Orang seperti dia nggak pantas untuk dipertahanin. Lo terlalu berharga untuk orang brengsekk kayak dia."
Ara tersenyum getir. "Seharusnya dia bilang sama gue kalau bosan."
Beni mengusap-usap punggung Ara guna memberikan ketenangan pada perempuan itu.
"Nangis aja, enggak apa-apa, Ra."
Tangis Ara tumpah seketika. "Kenapa gue dapatnya lelaki yang sama persis kayak Papa, Ben? Kenapa?"
Ara menyeka sudut matanya yang kembali berair di dalam mobil bersama Beni.
Beni yang sedang mengendarai mobil, langsung menyadarinya. “Sabar ya, Beb. Gue yakin dengan bukti-bukti itu, lo akan menang. Semoga aja prosesnya enggak lama.”
“Thanks, Ben. Jujur, gue masih enggak nyangka kalau umur pernikahan gue cuma sementara. Selama ini gue bertahan karena pengen menikah cuma sekali seumur hidup. Gue yang tadinya masih berharap kalau Arash nggak benar-benar ada affair sama mantannya.”
“God had another plan, Ra. Gue yakin setelah badai yang berkali-kali datang, lo akan merasakan indahnya pelangi. Mungkin jodoh lo sebenarnya sedang dipersiapkan oleh Tuhan.”
***
Setelah selesai mendaftarkan berkas perceraian di pengadilan agama, Ara makan siang terlebih dahulu bersama Beni sebelum mendatangi kantornya Leo.
Beberapa saat kemudian, Leo beberapa kali mematut diri di depan kaca ruangan kerjanya dan pada ponselnya juga. Manajer Ara telah mengabari asisten pribadi Arash bahwa Ara bersedia bekerja sama dengannya. Leo langsung meminta bagian legal di perusahaannya untuk mempersiapkan perjanjian kerja sama. Hari ini juga, Ara akan berkunjung ke kantor untuk membicarakan poin kerja sama dan mendatatangani surat perjanjian kerja sama. Leo bergerak cepat karena tak ingin Ara berubah pikiran, walau sebenarnya lelaki itu agak yakin Ara menerima tawarannya disebabkan ada beberapa pihak yang memutuskan kerja sama dengan Ara di saat skandal itu muncul. Banyak yang menilai jika Ara tak pantas menjadi brand ambassador atau mendapatkan tawaran pekerjaan apa pun setelah beberapa gosip tak sedap menghampiri perempuan itu.
"Tamunya udah datang, Pak," ujar personal assistant Leo menelepon dari interkom. Seorang perempuan berusia 29 tahun yang telah bekerja bersamanya selama 5 tahun belakangan.
"Oke, suruh langsung ke ruangan saya aja."
Tamu yang tak lain adalah Ara dan manajernya itu di antar oleh PA menuju ruangan Leo. Ara menggunakan kacamata serta masker ke sana. Walau selama ini Ara terlihat tenang dan cuek dari luar ketika menanggapi skandal yang beberapa kali menerpanya, sebenarnya perempuan itu tidak baik-baik saja di dalamnya.
Beberapa orang karyawan berbisik-bisik melihat kedatangan Ara ke kantor. Apa lagi ketika Ara melewati bagian divisi marketing dan pengembangan di mana para karyawan di divisi itu sebenarnya tidak setuju dengan pilihan brand ambassador terbaru dari atasan mereka itu. Namun, mereka tidak bisa membantah karena Leo yang merupakan CEO baru di kantor mereka tersebut ingin pilihan kali ini dari dirinya. Ketika Leo mengumumkan pilihan dan peserta rapat bertanya perihal alasan lelaki itu, Leo mengemukakan beberapa alasan di mana karyawannya hanya bisa menerima pasrah menerima.
"Lo lihat gimana kebanyakan mereka natap gue kan, Ben?" ujar Ara setengah berbisik di saat akan memasuki ruangan Leo.
"Nggak usah pikirin. Fokus sama tujuan lo aja."
Beni menepuk-nepuk bahu Ara memberikan semangat.
Setelah berada di dalam ruangan Leo, mereka langsung membicarakan poin kerja sama. Di sana, ada tim legal dan kepala divisi bagian marketing serta social media analist-nya juga. Ara manggut-manggut mendengar beberapa hal yang disampaikan oleh bagian marketing.
"Ada yang mau ditanyakan lagi?" tanya Leo menatap Ara yang duduk di seberangnya persis. “Ada yang kurang paham?”
Ara menggeleng.
“Baiklah kalau gitu.” Leo meminta Ara untuk menandatangani berkas kerja sama dan setelahnya meminta para bawahannya yang terlibat untuk keluar dari ruangannya. Ada beberapa hal yang masih ingin Leo bicarakan dengan Ara. Leo juga meminta Beni untuk menunggu di luar. Walau heran, namun Beni tetap mengikutinya.
“Saya boleh minta nomor HP kamu sebelumnya?”
Ara mengernyit—menatap Leo penuh tanda tanya.
“Saya baru tahu jika Beni nggak cuma jadi manajer kamu aja. Mungkin suatu saat dia sibuk dan saya bingung harus menghubungi ke mana? Atau ada nomor seseorang yang lain?”
“Oh… oke.”
“Tenang aja, nomor pribadi kamu nggak bakalan tersebar. Saya sendiri yang bakalan hubungin kamu semisal ada kendala atau acara penting, semisal tim saya kesulitan menghubungi manajer kamu.”
“Oke. Ada lagi yang ingin dibicarakan?”
“Saya harap kamu bisa bekerja sama dengan baik bersama tim saya nantinya.”
Ara mengangguk. “Saya akan berusaha.”
“Semoga kerja sama kita bisa berjalan lancar, Arabella.” Leo menatap lurus kedua bola mata perempuan itu. “Di saat kami sudah mulai memperkenalkan kamu nantinya sebagai salah satu brand ambassador kami, semoga kamu sudah benar-benar siap. Jangan takut, I got your back. Umm… I mean, saya nggak peduli dengan pendapatan apa pun dari banyak orang nantinya. Kamu akan tetap menjadi bagian dari kami, saya akan melindungi kamu dari apa pun… sebagai brand ambassador kami. Saya akan pastikan nantinya semua akan berpandangan positif terhadap kamu.”
Ada banyak makna dari ucapan Leo, namun Ara tak menyadarinya.
“Ya… semoga semuanya berjalan dengan lancar,” ujar Ara sembari tersenyum tipis. “Terima kasih… terima kasih karena telah mempercayai saya untuk bergabung dengan perusahaan Bapak.”
Leo mengulurkan tangannya. “Selamat bergabung Arabella.”
Ara tersenyum menyambut uluran tangan itu.
Leo berharap ini adalah awal dari segalanya yang ingin mendekati Ara, setelah dulunya tidak pernah merasa percaya diri. Beda dengan Ara yang menganggap hal ini sebagai awal dari kebangkitannya dari keterpurukan.
Ara langsung pulang menuju apartemennya usai dari perusahaan e-commerce tersebut. Baru saja merebahkan diri di kasur dengan ponsel di tangannya, tiba-tiba ada pesan masuk dari mamanya Arash. Ara terkekeh membaca pesan mama mertuanya yang bertanya apakah dirinya benar-benar serius akan menggugat cerai Arash. Ara tak membalas dengan kata-kata. Dia mengirim foto tanda penyerahan berkas yang sudah masuk ke pengadilan tadi ditambah dengan video Arash bersama Syafa semalam. Setelah keduanya terkirim, Ara mematikan ponselnya tanpa menunggu balasan dari mama lelaki yang telah melukainya itu.