Setelah pingsan dua jam Nadi terbangun dengan sendirinya, begitu menyedihkannya hidup ini bagi Nadi dimana dia kesakitan hingga tidak sadarkan diri kini pun terbangun dengan sendirinya dan hanya dia yang ada untuk dirinya.
Rasa sakit tadi masa sama tidak berkurang sedikitpun, tubuhnya masih terasa begitu remuk, lemah, lemas dan tidak berdaya. Dengan susah payah dia bangkit berpegang pada ujung daun pintu lalu berusaha berdiri dan berjalan dengan perlahan.
“SEMUA KARENA PERBUATAMU, ERIK! b*****h!”
Nadi kembali melayangkan makian dia lalu menarik sebuah koper kecil yang sudah dia susun kemarin dan tidak lupa mengambil sebuah selendang syal berwarna hitam untuk menutupi wajahnya agar tidak menjadi perhatian orang-orang saat dia keluar nanti.
Dengan terburu-buru Nadi turun dari lantai apartemen penuh penderitaan itu, tidak berapa lama Nadi akhirnya berhasil keluar dan bernafas lega sekali.
Tidak ingin meneriakan kebebasan sekarang, sebab ini masih kawasan neraka dia harus segera menjauh dari tempat itu. Nadi berjalan lagi keluar sana untuk mencari taksi, Nadi merogoh ponsel barunya yang tidak di ketahui siapapun nomornya kecuali pengacaranya, Nadi hendak memesan taksi namun dia belum sempat mengunggah apapun aplikasi benda pipih itu. Nadi lantas terus berjalan keluar yang cukup jauh untuk sampai di sebuah pemberhentian bus atau kendaraan umum lainnya.
Nadi terus berjalan hingga menerobos antrean mobil-mobil yang hendak masuk dan keluar area apartemen, dia berjalan cepat sembari menahan sakitnya sambil terus menarik kopernya.
Sesekali dia berhenti mengumpulkan tenaga dan mengatur nafas karena dia cukup lemah dan lutut kirinya juga akibat tendangan kuat Erik.
Bugh.
“Benar ini ibu Nadi, Bos!” Teriak orang yang tiba-tiba mencekal Nadi.
Koper Nadi terjatuh karena terkejut seseorang muncul di hadapannya lalu menarik tangannya.
“TANGKAP PELACUUR ITU! JANGAN BIARKAN DIA PERGI!” Teriak suara parau yang tidak lain ada Erik di mobil yang akan masuk kembali ke area apartemen itu.
“Jangan! Lepas! Kumohon lepaskan aku, lepas!”
“Jangan berhenti terus maju, jangan hiraukan dia istriku yang akan melarikan diri bersama laki-laki lain. “ Teriak Erik kepada mobil-mobil lain di sana yang berhenti hendak membantu Nadi.
“Pembohong! Dia penjahat tolong aku!”
Nadi melawan dia berusaha mempertahankan dirinya agar tidak di bawa anak buah Erik, Nadi terus memukuli laki-laki kurus yang terus menariknya, Nadi menjambak hingga menendang dengan kakinya yang sakit.
Beberapa penggunaan mobil takut dan ragu akan menolong tak satupun yang peduli hanya berlalu begitu saja menjadi penonton.
Lalu dari jarak beberapa puluh meter sebuah mobil berhenti di sisi lain yang bukan jalur lalu lintas, seorang laki-laki berpakaian kemeja rapi turun dari mobilnya.
“Hey! Lepaskan dia!” Suara Artha menggema disana, langkah Artha terburu-buru hingga berlarian sampai akhirnya dia menarik laki-laki yang merupakan anak buah Erik lalu menghantam wajahnya bertubi-tubi.
"Lepaskan tangan kotormu!"
Bugh
Bugh
Nadi mematung dia terperangah melihat siapa yang datang menolongnya, ini seperti tidak nyata seseorang yang ada di masa lalu dan paling dekat dengannya datang menjadi malaikat penyelamatan.
“Ata.”
“SIAL, SIAPA ITU HEY?"
Erik di mobilnya kebingungan untuk turun sebab dia berada di arah yang berlawanan dan tidak bisa meninggalkan mobilnya. “Hey dia p*****r jangan ikut campur!”
Tin..
Tinn
Tin
Suara klakson di belakang sana yang bertubi-tubi meminta Erik menjalankan mobilnya membuat laki-laki kebingungan.
"Jangan di jalan pak! cepat maju woy!" Teriak pengemudi lain.
Dia belum berhasil membawa Nadi dan disana anak buahnya juga sudah babak belur, dengan kesal akhirnya Erik memutuskan pergi dari sana meninggalkan anak buahnya yang akhirnya terkapar di buat laki-laki yang menolong Nadi. "p*****r sialan, tunggu saja kau akan kuhabiskan!"
Tangan dan baju Artha di penuhi darah dari laki-laki yang dia pukuli, tidak ingin menunggu dan membuat semuanya lebih buruk seketika Artha menarik tangan Nadi yang masih tercengang atas kedatangannya. Sementara laki-laki yang dia pukuli sudah tidak sadarkan diri, setelah semua yang terjadi barulah beberapa orang keamana dari kejauhan berlarian ke arah mereka.
“Ayo cepat!” Tarik Artha tangan Nadi lalu satu tangan lainnya menarik koper Nadi.
Nadi pasrah di tarik, dia mengikuti saja laki-laki itu karena memang ini adalah pilihan yang paling baik.
Setelah sampai di mobil kedua tangan Artha berkeringat dan basah, laki-laki itu terdiam saat akan membuka pintu di sisi penumpang. Nadi seketika ingat Artha phobia darah dia sangat lemah dan dulu pernah pingsan saat melihat darah sesuatu hal buruk pernah dia alami membuat itu menjadi sebuah trauma yang sampai sekarang tidak hilang ternyata.
"Hey pak! anda berdua!"
Melihat para security memanggili mereka Nadi pun bergerak cepat membuka pintu kemudi. “Biar aku saja yang nyetir!” Nadi mendorong Artha lalu juga memasukkan kopernya ke dalam mob, dia lalu segera masuk ke bangku kemudi dan beberapa detik mobilnya langsung berbelok memotong jarak yang sangat pas-pasan untuk mobil mereka.
Nadi langsung tancap gas memotong arah keluar di sana tanpa perlu masuk lagi dan segera menghilang dari sana.
***
Tidak ada percakapan apapun di dalam mobil beberapa menit setelah mobil pergi sibuk berkutat dengan hal pikiran mereka sendiri. Namun Artha terus menatapi Nadi dengan mengepal tangannya dia berusaha menenangkan dirinya, sebab sangat nyaman dengan darah yang mengotori tangannya itu. Di jalanan yang sudah di rasa aman Nadi lalu menepikan mobil.
“Disini saja.”
“Apa yang terjadi Nadi.” kata Artha akhirnya sudah bisa menguasai dirinya.
Nadi serasa enggan berbicara apa lagi menatap wajah Artha, dia memilih diam lalu mengambil banyak helaian tissu kemudian menarik tangan Artha dan membersihkannya. Tatapannya dia alihkan dan hanya fokus pada tangan Artha namun Artha perlu jawaban dia terus memaksa.
“Jawab aku Nadi!” lepaskan Artha, tangan Nadi yang membersihkan tangannya itu.
“Buka bajumu kau pasti tidak nyaman.” Kata Nadi tapi dia juga yang menyentuh kerah Artha lalu membuka satu persatu kancing baju Artha.
“JANGAN MENGALIHKAN! JAWAB AKU!” Bentak Artha menarik wajah Nadi, tatapan itu begitu serius dan sangat mengintimidasi.
Nadi menghembuskan nafasnya dia lalu melepaskan tangannya dari d**a Artha. “Terimakasih bantuannya, aku akan pergi sekarang.” Nadi mendongak kebelakang lalu berusaha mengambil kopernya.
Artha langsung menarik lengan Nadi dengan kuat. “Tidak akan! Ayo pulang, ibumu, adikmu dan juga papa mamaku mencarimu.”
Nadi menyeringai lebar. “Kau bicara apa? Tolong lupakan hari ini, tetap anggaplah perempuan bernama Nadi itu sudah mati.”
“Kau tidak akan bisa pergi, aku perlu tahu yang terjadi. Kau membuat semua orang mengkhawatirkanmu, mencarimu.”
“Seorang ibu mencari-cari anaknya itu hal biasa tapi ibu lebih bahagia tanpa harus ada aku, jangan ikut campur semua orang sudah bahagia, jadi kurasa aku tidak ada juga bukan masalah—“
“Aku, akulah yang selalu mencarimu kemana-mana. Aku mencarimu ke semua tempat yang pernah kau datangi, kosanmu, rumah teman-temanmu. Aku yang di harapkan ibumu untuk mendapatkanmu karena paling dekat denganmu.” Tatap Artha pada netra coklat Nadi begitu dalam, netra itu menyiratkan kesedihan dan sebuah kerinduan.
Nadi menepis kasar tangan Artha lalu mengalihkan wajahnya tidak sanggup menatap wajah tampan Artha yang memelas itu. “Aku bahagia dengan hidupku, biarkan aku turun kumohon.”
“Tidak akan, kau sedang menutupi sesuatu.” Artha kembali menarik tangan Nadi lebih kuat kini bahkan kedua tangan lalu dia membuka dashboard.
“Lepaskan aku Ata! Aku harus pergi, aku sudah di tunggu.”
"Kau harus menjelaskan semuanya!"
Artha mendapatkan sebuah tali yang pernah dia gunakan untuk mengikat barang, dia lalu mengikat kedua tangan Nadi. “Aku akan melepaskanmu jika kau bisa bersikap seperti biasa lalu menceritakan semuanya.”
“KAU TIDAK WARAS, ARTHA!” Teriak Nadi.
Ssst.
“Lepas! Aku bilang lepaskan aku Artha!”
Artha juga mendapatkan sebuah alat perekat lalu menarik wajah Nadi dan menutup mulutnya dengan perekat.
“Artha tidak! Tidak! Jangan—“
Nadi meronta-ronta, dia mendorong laki-laki itu namun tenaganya yang lemah tidak cukup kuat.
Nadi malah terlena dengan hal lain yaitu aroma tubuh Artha yang menempel di wajahnya hendak menutup mulutnya itu, Aroma Artha begitu khas, aroma ini membangkitkan sebuah kenangan aroma ini sudah lama tidak ia temui begitu sangat dia rindukan. Ini adalah aroma parfum pilihannya dulu dan di beli dengan uang dari Artha sendiri aroma dari parfum brand ternama beraroma teh hijau segar merangkul manisnya amber, citrus dan musk.
Nadi mendadak terdiam dan pasrah kemudian netra coklatnya membasah lalu beberapa bulir bening lolos di ujung netra indahnya itu.
Rasanya sesak sekali.