8. Melarikan diri

2381 Words
Tangga itu terus membawa mereka semakin jauh ke dalam. Bau apak menyengat hidung mereka. Caspian yang berjalan di paling depan melihat akhir dari tangga itu. "Sebentar lagi kita sampai di bawah." Caspian menoleh ke belakang. "Apa kalian baik-baik saja?" "Kami baik-baik saja,"jawab Billy. Caspian kembali menuruni tangga hanya tinggal beberapa anak tangga lagi dan akhirnya ia sampai di bawah. Kaki Caspian menginjak lantai bersemen dan dinding-dindingnya juga sudah ditembok. Caspian menerangi seluruh jalan yang ada di depannya. Ada sebuah jalan setapak. "Aku rasa ini jalan alternatif itu." "Mungkin saja,"kata Billy. "Ayo!" Mereka berjalan dan Caspian masih yang memimpin perjalanan. Suasana yang sangat sepi membuat langkah-langkah mereka terdengar menggema. Cahaya senter digerak-gerakan ke segala arah untuk melihat keadaan di sekeliling mereka. Jalan itu tidak sepenuhnya lurus. Ada beberapa tikungan. "Hati-hati!"kata Caspian. "Aku tidak mengerti mengapa mereka membuat jalan seseram ini dan harus berada jauh di dalam tanah,"kata Billy. "Entahlah,"jawab Caspian. "Ada yang aneh di sini. Kenapa tidak ada sarang laba-laba di sini?"tanya Renvi. "Jika jalan ini sudah tidak digunakan lagi, pasti akan banyak sarang laba-laba." Caspian melihat ke atap terowongan dan melihat beberapa saluran pipa di atasnya. "Aku juga tidak tahu,"jawab Caspian. "Aku rasa jalan ini sudah sering digunakan oleh orang-orang tertentu saja,"kata Renvi. "Sebaiknya kamu tidak perlu memikirkan itu lagi yang penting kita bisa menemukan di mana ujung jalan ini,"kata Billy. Mereka terus berjalan tanpa ada yang bicara lagi. Setelah beberapa menit berjalan, mereka masih belum menemukan letak pintu keluar. Jalanan yang mereka lewati seperti tidak berujung. Theobald yang berjalan di paling belakang menoleh ke belakang dan di belakangnya sangat gelap yang membuatnya merinding ketakutan. "Di mana pintu keluarnya?"tanya Billy. Caspian membuka lipatan kertas denah dan menerangi denah itu dengan senternya. Ia takut telah salah jalan, tapi ia tidak salah jalan, karena ini satu-satunya jalan yang ada dan tidak ada persimpangan jalan yang akan membuat mereka salah mengambil jalan. "Mungkin tidak lama lagi kita akan menemukan pintu keluar." Caspian melipat kembali denah itu dan memasukkannya ke dalam saku celana. "Ayo!" Mereka kembali berjalan. *** Miss Sarah Hamilton, pengawas kamar anak laki-laki melaporkan anak-anak yang menghuni kamar Poppy no. 8 tidak ada di kamarnya pada Mr. Callum dan juga Mr. Willburn. Mereka berdua terkejut. "Jangan katakan mereka kabur dari sini,"kata Mr. Callum. "Kita harus segera mencari mereka,"kata Mr. Willburn yang terlihat cemas. Mr. Callum dan Mr. Willburn menyalakan sistem pelacak di tangan mereka. Di depan mereka terpampang layar digital dan melihat empat titik yang bertuliskan nama Caspian, Billy, Renvi, dan Theobald sedang berjalan menuju pintu keluar. Tanpa sepengetahuan semua anak-anak yang ada di Dragon Division, mereka sudah memasukan alat pelacak di tubuh anak-anak tersebut. "Mereka memang berencana keluar dari sini." "Anak-anak pembuat masalah lagi,"ujar Mr. Callum. "Lihat saja jika mereka kembali tertangkap!" Mr. Callum memerintahkan anak buahnya dan pasukan The Crows untuk mencari mereka yang berada di luar. *** Caspian dan ketiga temannya menemukan sebuah tangga yang mengarah ke atas dan di depan mereka hanya ada jalan buntu. "Sepertinya tangga itu menuju pintu keluar,"kata Billy. Caspian menaiki tangga itu dan ia berusaha membuka pintu tingkap itu. Ia membuka selot pintu itu dan pintu terbuka. Ketiga temannya segera menaiki tangga. Caspian merasa senang, karena sebentar lagi ia akan menghirup udara bebas. Ia memanjat keluar dan betapa terkejutnya ia melihat keadaan kota yang sangat sepi dan berantakan. Ketiga temannya menyusul keluar dan mereka juga terkejut dengan keadaan di sekeliling mereka. "Ini seperti kota hantu saja,"komentar Theobald. Gedung-gedung pencakar langit kaca-kacanya telah pecah. Banyak mobil yang berhenti di tengah jalan dan mobil-mobil itu sudah dalam keadaan rusak. Mereka berjalan dengan sangat hati-hati sambil melihat-lihat keadaan kota. Mereka berharap akan ada orang di sana. Kota yang dulunya sangat ramai sekarang tidak berpenghuni sama sekali. "Wabah Nail Prince sudah membuat kota ini hancur,"kata Renvi. "Kita harus hati-hati dengan "monster","ujar Theobald. "Mungkin orang-orang dewasa itu hanya menyebarkan cerita bohong tentang "monster-monster" yang berkeliaran di sini,"ujar Billy. "Sekarang kita mau ke mana?"tanya Renvi. "Kita harus mencari tempat evakuasi orang-orang yang selamat dari wabah dan kita akan pergi bersama mereka ke planet Erlene 00956,"jawab Caspian. "Jadi itu rencanamu sekarang?"tanya Billy. "Iya. Kita tidak mungkin tinggal sendirian lebih lama lagi di sini. Kita akan mati kelaparan di sini." "Baiklah. Tapi kita tidak tahu di mana tempat evakuasi itu berada." "Kita akan mencarinya." "Itu akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebaiknya kita cari tempat berteduh untuk sementara,"saran Billy. Mereka pun menyetujuinya dan mulai mencari-cari tempat yang akan mereka tempati. Mereka menuju gedung apartemen mewah yang kini telah rusak. Pecahan kaca di mana-mana. Keindahan dan kemegahan gedung ini telah hilang seketika. Sekarang hanya menjadi tempat terbengkalai. Sofa-sofa empuk yang berada di lobi sudah kotor dan berdebu. Mereka duduk di sana untuk beristirahat sebentar. "Apa menurut kalian orang-orang sudah pergi semua ke planet Erlene 00956?"tanya Theobald. "Entahlah. Mungkin juga ada yang belum,"jawab Billy. "Sebelum ada wabah Nail Prince, penduduk yang tidak memilki uang banyak tidak bisa pergi ke planet itu." "Mungkin sekarang pergi ke sana digratiskan, karena keadaan darurat,"jawab Billy lagi. "Aku rasa pemerintah tidak akan membiarkan umat manusia punah, jadi mereka membawa hampir semua penduduk di kota ini dan penduduk dibelahan dunia ke sana,"ujar Renvi. "Apa mungkin mereka akan membentuk peradaban umat manusia baru di Planet Erlene 00956?"tanya Theobald lagi. "Itu mungkin saja." "Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?"tanya Renvi. "Tidak ada,"jawab Caspian. Caspian mencengkeram dudukan sofa erat-erat dengan kedua tangannya. Perutnya mulai keroncongan. Billy mengeluarkan beberapa buah apel dan memberikannya pada teman-temannya. "Kamu mau?" Caspian mengambil apel itu tanpa mengatakan apa pun. "Terima kasih." Setelah makan apel yang begitu lezat, Caspian mengambil air dari dalam tas ranselnya dan meminumnya, segarnya membasahi tenggorokannya. Matanya menutup merasakan nikmatnya air setelah ia merasa kehausan tadi. Cahaya matahari mulai memudar dan semenit kemudian, Caspian yang sedang berdiri di depan jendela melihat pergerakan dari seberang jalan. Siapa pun itu, ia harap mereka kawan bukan lawan. Ia senang masih ada orang yang tinggal di sini. Ketika Caspian hendak memberitahu teman-temannya, perutnya menjadi tegang dan jantungnya mau copot. Ia baru saja melihat kengerian di depan matanya. Orang yang Caspian lihat memiliki penampilan sangat menakutkan. Orang itu sekujur tubuhnya dipenuhi oleh darah. Tidak hanya satu, tapi satu persatu mulai bermunculan yang lainnya. Caspian sama sekali tidak tahu makhluk apa itu. Apa itu "monster" yang sering disebut-sebut oleh teman-temannya dan juga orang-orang yang ada di Dragon Division? Caspian menjauh dari jendela dan menghampiri teman-temannya dengan wajah ketakutan. "Ada apa Cas? Kamu seperti habis melihat hantu saja,"kata Renvi. "A-ada "monster"." "Apa?!"seru mereka. Orang-orang yang berpenampilan mengerikan itu sudah masuk ke dalam gedung. Caspian dan ketiga temannya terkejut dan merasa ketakutan saat melihat mereka. "A-apa itu?"tanya Theobald ketakutan sekaligus memasang ekspresi menjijikkan pada orang-orang itu. Renvi dengan gugup membetulkan letak kacamatanya. "I-itu bukan monster,"kata Renvi. "Lalu apa?"tanya Billy. Orang-orang itu mulai mendekati mereka dan mengepungnya dan terlihat sangat beringas. Caspian, Renvi, Billy, dan Theobald melangkah mundur. "Itu zombie." "Zombie?"tanya Billy. "Iya. Tidak salah lagi itu zombie. Kita harus segera pergi dari sini sebelum mereka menjadikan kita zombie juga,"ujar Renvi. Mereka berlari masuk ke dalam gedung untuk mencari jalan keluar lain, karena pintu masuk sudah dipenuhi oleh para zombie. Salah satu zombie yang mengejar mereka berhasil meraih tas ransel Theobald yang berlari di belakang teman-temannya. Theobald terjatuh ketika zombie itu menariknya, terjerembab keras di lantai. Punggungnya sakit dan kepalanya pening. Theobald berusaha memberontak dan melarikan diri, tapi tidak bisa. Caspian yang menoleh ke belakang melihat Theobald akan diserang, ia berhenti berlari begitu juga dengan Renvi dan Billy. "THEO,"teriak Caspian. Caspian dan kedua temannya berlari ke arah Theobald dan mereka berusaha menarik Theobald dari para zombie itu. "Lepaskan Theo! Makhluk siialan!"umpat Billy. Dengan susah payah, Caspian dan teman-temannya berhasil menarik Theobald dan tas ranselnya berhasil di rebut oleh zombie-zombie itu. Caspian meraih tangan Theobald dan menyeretnya berlari. Di depan, mereka melihat pintu keluar dan para zombie masih mengejar mereka. Caspian melewati pintu yang kacanya sudah pecah. Mereka berhasil keluar. Cahaya matahari sudah semakin memudar dan langit sebentar lagi akan menjadi gelap. Caspian dan ketiga temannya terus berlari, tapi mereka tidak bisa berlari lebih jauh lagi, karena zombie-zombie yang ada di luar sudah mengepung mereka. "Bagaimana ini?"tanya Renvi yang ketakutan. Mereka berempat saling merapatkan diri dan berusaha melindungi satu sama lain. Para zombie itu sudah semakin mendekat dan akan segera menyerang mereka. "Seharusnya kita tidak pernah keluar,"kata Renvi. "Aku tidak menyangka, riwayat kita akan berakhir di sini,"ujar Billy. "Aku tidak mau mati dulu,"kata Caspian. "Jadi apa yang harus kita lakukan?"tanya Billy. "Tidak ada pilihan lain selain melawan zombie-zombie itu." "Apa kamu sudah gila? Kita tidak punya senjata untuk melawan mereka." "Kita akan melawan mereka dengan tangan kosong." "Apa kamu serius, Cas?"tanya Billy. "Apa kamu ingin mati tanpa ada perlawanan dulu?" "Ya baiklah." Mereka mengacungkan tangan siapa menyerang. "Kemarilah makhluk menjijikkan!"seru Billy. Zombie-zombie itu sudah semakin sangat dekat. Caspian dan teman-temannya sudah di kepung dari segala arah. Tidak ada jalan untuk melarikan diri. Ketika zombie-zombie hampir mendekati mereka, tiba-tiba ada api yang membakar mereka dan zombie-zombie itu meleleh terkena api itu. Mereka sangat terkejut. Satu persatu zombie-zombie itu mulai tumbang terkena lemparan bola api yang entah datangnya dari mana. Caspian mencari asal bola api itu dilemparkan. Ia melihat beberapa orang berdiri di atas bangunan. "The Crows,"gumam Caspian. Caspian, Renvi, Theobald, dan Billy berlari untuk menghindari serangan bola api itu dan mereka bersembunyi. Zombie-zombie itu sangat marah, karena mereka telah diserang. "Apa yang terjadi?"tanya Theobald. "The Crows. Mereka ada di sana." Caspian menunjuk ke arah bangunan dan ketiga temannya itu melihat mereka. "Aku rasa mereka sedang mencari kita,"kata Billy. "Tapi mereka sangat keren." Caspian dan yang lainnya mengangguk. Selama beberapa saat, mereka dibuat terpesona oleh pasukan The Crows yang terdiri dari orang dewasa, dan pria remaja. Mereka dengan mudahnya membunuh para zombie itu. Ada seorang pria remaja yang melempar zombie ke udara dengan kekuatan pikiran, lalu membantingnya ke bawah dengan sangat keras. Caspian bisa mendengar tulang-tulang zombie itu patah dengan sangat nyaring. Ada zombie yang diserang menggunakan kekuatan es dan patung es zombie itu dihancurkan. "Mereka sungguh hebat,"kata Billy. Caspian yang memiliki pendengaran yang cukup tajam, mendengar ada yang datang dari arah belakang. Ketika ia menoleh ke belakang, ada empat zombie yang sedang mendekati mereka. "Awas di belakang kalian!"teriak Caspian. Renvi, Billy, dan Theobald sangat terkejut. Mereka berdiri dan lari sekencang mungkin. Zombie-zombie itu berlari sangat cepat ke arah mereka. Caspian dan teman-temannya berpencar tidak tentu arah. Caspian terjatuh dan zombie itu hendak menyerangnya. Tidak ada orang di dekatnya yang akan menolongnya. Saat ia sudah pasrah hidupnya akan berakhir, hal tak terduga terjadi. "MENJAUH DARIKU!"teriaknya. Zombie itu terpental jauh darinya. Caspian terkejut sekaligus bingung apa yang sudah terjadi. Seolah ada kekuatan yang membuat zombie itu terpental jatuh. Mr. Willburn yang sedang berusaha melawan zombie dengan kekuatan api yang dimilikinya, melihat apa yang dilakukan Caspian tadi. Caspian cepat-cepat berdiri dan mencari ketiga temannya. Ia melihat Renvi yang sudah terdesak oleh zombie. Caspian hendak menolongnya, tapi sebuah kekuatan muncul dalam diri Renvi. Zombie itu terpental jauh seperti yang Caspian lakukan tadi. Ia cepat-cepat menarik Renvi dan menjauh dari zombie itu. "Apa yang terjadi dengan diriku?"tanya Renvi kebingungan. "Sepertinya kekuatan yang kamu miliki telah muncul." "Apa itu benar?" "Itu mungkin saja. Ayo kita cari Billy dan Theo." Zombie yang terpental itu kembali bangkit dan membantu zombie lainnya melawan The Crows. Sementara itu, Billy masih dikejar zombie. Ia bersembunyi di balik tong sampah, tapi zombie yang mengejarnya terlalu banyak, sehingga ia tidak mungkin bersembunyi selamanya di sana. Billy nekat keluar dari tempat persembunyiannya dan saat itu ia sudah terkepung. Zombie-zombie itu akan menyerangnya dan Billy berteriak, "JANGAN DEKATI AKU!" Zombie-zombie itu terdorong oleh suatu kekuatan dan membuat mereka berputar-putar di udara, lalu zombie-zombie itu terjatuh dengan suara keras ke tanah. Caspian dan Renvi yang baru saja datang dan sempat melihat yang dilakukan oleh Billy, tercengang. Billy juga terkejut dengan kekuatan yang dimilikinya. Sekali lagi ia menggerakkan kedua tangannya dan mengeluarkan kekuatannya. Tiba-tiba terjadi angin yang sangat besar. Seakan seluruh udara berkumpul di depannya dan melemparkan angin itu ke zombie-zombie di sekitarnya. "Keren,"kata Renvi. Caspian dan Renvi berlari mendekati Billy. "Kamu tidak apa-apa?"tanya Caspian. Billy mengangguk. "Apa kalian melihatnya tadi? Aku punya kekuatan angin." "Kami melihatnya tadi. Itu sangat keren,"jawab Renvi. "Aku juga punya kekuatan bisa menggerakkan benda dengan pikiran." "Itu juga keren. Bagaimana denganmu Cas?" "Aku punya kekuatan yang sama dengan Renvi." "Theo mana?" "Kami sedang mencarinya,"jawab Caspian. "Sebaiknya kita cari dia,"ujar Billy. Caspian dan Renvi mengangguk dan mencari-cari Theo. Zombie-zombie yang dikalahkan oleh Billy kembali bangkit. "Kenapa mereka tidak mati juga?"tanya Billy kesal. "Mungkin zombie-zombie itu akan mati oleh kekuatan api,"ujar Renvi. "Sebaiknya kita lari dari sini,"saran Caspian. Mereka berlari dan bersembunyi dibalik mobil yang terparkir di tengah jalan. Napas mereka terengah-engah. "Kota sudah dipenuhi oleh makhluk-makhluk aneh itu,"kata Billy. "Seharusnya kita tetap berada di dalam,"kata Renvi. "Maaf. Aku sudah membuat kalian dalam bahaya." "Jangan minta maaf. Kamu tidak salah. Kami ikut atas keinginan kami sendiri,"ujar Billy. "Itu benar,"ujar Renvi. "Kita harus mencari Theo sekarang." "Kita tidak tahu di mana dia sekarang,"kata Billy. Caspian mulai berkonsentrasi dan memejamkan matanya. Ia fokus pada pendengarannya. Di kejauhan ia mendengar pertarungan The Crows dan zombie. Ia juga mendengar suara-suara dahan pohon yang tertiup angin. Caspian semakin berkonsentrasi dan samar-samar ia mendengar suara seseorang. Lama kelamaan suara itu semakin jelas. "TOLONG AKU!" Caspian membuka matanya. "Theo sedang berada dalam masalah. Kita harus segera menolongnya." "Dari mana kamu tahu?"tanya Billy. "Kalian percaya atau tidak, indra pendengaranku bisa mendengar dari jarak jauh." Billy dan Renvi saling memandang dan terlihat bingung. Caspian berdiri dan mereka berdua juga berdiri, mengikuti Caspian pergi. "Aku mendengar suara Theo dari arah sini." Suara Theobald semakin dekat dan benar saja Theobald sedang dikepung oleh banyak zombie.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD