Malam tiba. Dion menjadi ragu untuk bisa tidur nyenyak kembali bagaimana caranya. Ini sudah jam dua belas malam. Semua orang di dalam rumah ini sudah tidur dengan nyenyak. Cuman Dion yang dari tadi coba untuk memejamkan mata. Bukan tidur namun saat matanya terpejam malah tubuh moleh Sania yang terlihat.
Pengen meluk Sania dan pegang dikit teteknya Sania. Aduh! Dion. Kamu jangan mikirin t***k dulu. Ini kamu susah tidur loh. Kamu besok pagi ada meeting penting dan anggaran uangnya itu bisa buat beli mobil Pajero seratus buah. Banyak, ‘kan? Makanya kerja dan jadi orang kaya!
“b*****t! Gimana gue mau tidur?!” tanya Dion mengacak rambutnya. Dia hanya mau tidur, bukan tidurin anak orang. Terus terciptalah yang namanya penyakit sembilan bulan. Nggak tahu? Coba deh pakai celana pendek lalu nonton film dewasa depan pacar. Dijamin! Habis itu kena penyakit sembilan bulan.
Nggak boong! Wajib dicoba biar tambah dosa.
“Ini gue harus culik Sania gitu biar bisa tidur nyenyak, dan bonusnya bisa lihat tubuh Sania lagi? Atau gue hamilin aja ya? Nggak! Udah pas dengan rencana. Perusahaan ayahnya Sania sudah mulai goyah dan pasti ayahnya Sania nanti setuju nikahin anaknya sama gue. Siapa yang mau nolak duda tampan dan punya uang banyak? Nggak ada! Cuman orang bodoh yang mau nolak.” Ucap Dion menyugar rambutnya ke belakang.
Mata Dion menatap pada benda yang tergeletak di depan matanya sekarang. Tidak jauh darinya, benda yang sudah diculik oleh Dion untuk disimpan oleh dirinya. Dion tertawa kecil sambil menyeringai. Aduh. Kenapa Dion nggak kepikiran sama kutangnya Sania, ya. Seharusnya Dion dari tadi coba cium kutangnya Sania yang mempunyai aroma tubuh Sania.
Dion segera turun dari atas ranjang, lalu mengambil kutang yang terletak di atas sofa. Dengan cepat Dion mencium kutang tersebut. “Harum!” Dion perlahan naik ke atas ranjang, memejamkan matanya sambil memeluk kutang Sania dan tidak lama setelahnya Dion jatuh tertidur.
Memang hanya feromon Sania yang mampu membuat Dion tertidur. Dan di kutang Sania tertinggal feromon Sania yang membuat insomnia Dion tidak kambuh lagi malam ini. Sampai Dion bisa menikahi Sania. Kutang ini tidak boleh dicuci.
***
Sania yang baru terbangun, menatap pada ayahnya yang sudah ingin berangkat kerja. Sania bingung, biasanya ayahnya ini tetap di rumah dan datang terlambat ke perusahaannya. Katanya dia boss nya. Kok cepat datang. Percuma banyak uang.
“Pa, Papa mau ke perusahaan? Cepat banget. Papa nggak sarapan dulu?” tanya Sania perhatian, sudah tidak ada kekasih yang diperhatikan marilah menjadi istri kedua Papa untuk memberi perhatian.
“Papa kamu harus cepat ke kantor hari ini. Perusahaan kita lagi ngalamin masalah. Ada yang korupsi sampai lima triliun. Dan perusahaan terancam sekarang,” jawab Mama, yang duduk di kursi meja makan dan melihat pada Sania.
Kening Sania mengerut. “Ma, perusahaan Papa selama ini baik-baik aja loh. Nggak ada masalah. Kenapa tiba-tiba perusahaan terancam sekarang?” tanya Sania, menatap pada makanan di depannya. Lalu menggeleng pelan. Sania merasa mual melihat makanan itu?
Dia hamil kah?
Sania ingat. Dia lepas perawanan dua hari yang lalu. Jangan bilang kalau dia sudah hamil sekarang. Sania langsung memegang perutnya. Bagaimana caranya Sania meminta tanggung jawab pada suami orang yang tidak diketahui oleh Sania namanya. Sania menangis di meja makan sambil memakan roti yang sudah kadaluarsa dan akan dibuang oleh ibu Sania.
Ibu Sania menatap ngeri anaknya. Yenita—atau biasa dipanggil. Menatap anaknya takut. “Kamu kenapa? Masih stress gara-gara Evan nikah sama Leona?! Ingat kata Mama ya. Kamu nggak perlu nangisin laki-laki kayak gitu. Masih banyak laki-laki di dunia ini dan mampu membuat kamu bahagia dan menikahi kamu. Yo ndak usah harapin lelaki nggak modal gitu. Nikah aja pakai uang Leona.” Ucap Yeni, menarik roti di tangan Sania.
Sania tidak mau melepaskan roti yang ada di tangannya. Yeni melihat itu mengerutkan keningnya, merasa bingung dengan tingkah anaknya ini. “Lepas! Jangan makan roti ini!” ucap Yeni, masih mencoba untuk menarik roti yang ada di tangan anaknya.
Sania menggeleng pelan. “Ndak mau. Sania mau roti ini. Sania lagi ngidam Ma.” Ucap Sania menangis dan terus memakan roti yang ada di tangannya.
Plak!
“Hush! Kalau ngomong jangan kayak gitu. Kamu lagi makan roti yang udah kadaluarsa! Mama mau buang rotinya, nanti kamu sakit. Dan tambah sakit. Udah sakit hati ditambah sakit perut. Susah nanti bedainnya yang mana yang sakit. Otakmu jangan ikutan sakit. Kamu nggak mungkin hamil anak Evan juga toh?!” tanya Yeni.
Yeni mengedik ngeri, membayangkan anaknya harus menikah dengan Evan. Yeni tidak sudi memiliki menantu kayak Evan. Amit-amit seperti dompet kosong di akhir bulan. Jangan sampai! Yeni dulu udah sering kali bilang sama anaknya. Buat putusin Evan, jangan sampai nikah sama Evan. Bukannya untung malah rugi.
“Sembarang! Mama kenapa nggak bilang dari tadi kalau rotinya nggak baik?!” tanya Sania, melempar roti yang sudah terlanjur di makan olehnya. Mau muntahin takut nanti dia disangka hamil beneran.
Tapi dia memang hamil nggak sih?
Sania masih nggak ingat apa yang dilakukan olehnya dengan lelaki itu di dalam kamar hotel? Sania beneran hamil dan gimana caranya buat minta tanggung jawab. Masa Sania datang ke rumah lelaki itu. Tapi nggak tahu juga alamatnya dimana.
Seandainya. Ini seandainya. Bayangin aja dulu, nanti kenyataannya belakangan.
Sania menatap pada wanita yang duduk di depannya, menatapnya dengan tatapan tajam, membuat Sania kicep. Aduh! Gimana mau ngomongnya ini. Masa Sania langsung narik suami mbaknya buat nikah sekarang. Nggak mungkin!
“Mau apa kamu datang kemari?”
Sania sudah ditanya seperti itu saja, sudah membuat Sania menelan air liurnya, dan merasa ingin kabur detik ini juga. Tidak siap disiram dengan air cabe. Kalau iya air cabe. Gimana kalau dilempar pakai tabung gas. Bisa mati Sania.
“Hem, saya mau bilang—aduh, gimana, ya, Mbak bilangnya. Saya bukan perusak rumah tangga orang. Tapi saya mabok malam itu. Sekarang saya hamil suami mbak. Maksudnya hamil anak suami Mbak. Saya mau minta tanggung jawab. Suami Mbak harus nikahi saya.”
“APA?! KAMU HAMIL ANAK SUAMI SAYA?! KAMU BERCANDA HAH?! KAMU GUGURKAN SEKARANG! Saya kasih uangnya. Dan silakan angkat kaki di rumah saya. Saya tidak akan pernah mau berbagi suami dengan wanita kayak kamu!”
Byur!
“Banjir! Banjir! Mama apaan sih Ma? Kenapa siram Sania?” tanya Sania menatap tajam pada ibunya, padahal Sania tadi udah bayangin gimana Sania bicara sama istri dari lelaki yang tidur sama dia. Tapi malah ibunya nyiram dia.
“Kamu ngelamunin apa hah?! Nggak usah ngelamunin Evan lagi. Udah ikhlas aja putus sama Evan, masih banyak para lelaki di luaran sana. Yang lebih mapan dan mampu biayain kamu.” Ucap Yeni, berdiri dari tempat duduknya. Lalu berjalan ke dapur membuang roti kadaluarsa.
Sania cemberut. Bukan Evan yang Sania pikirin. Tapi anaknya. Gimana caranya Sania minta tanggung jawab, kalau dia hamil?
***
Dion yang sedang merapikan pakaiannya, dan memasang dasi. Bersiap untuk bekerja dan menambah harta kekayaan yang melimpah. Tapi isi amplop kemarin cuman lima ribu rupiah. Malu sama jas armani yang dikenakan Pak!
Dion berjalan menuju kutang yang tergeletak di atas ranjang, dengan cepat Dion mengambil kutang itu dan menciumnya kembali. Dion menyimpan kutang itu dengan baik, Dion takut. Malah nanti kutang yang membuat dirinya tidur nyenyak, malahan dibuang oleh para pelayan yang ada di rumahnya.
Dion menyimpan kutang yang penuh dengan feromon Sania di tempat yang sudah aman. Senyuman lelaki itu mengembang. “Sabar. Ya. Bentar lagi pemilik kamu bakalan menginjak kakinya ke rumah ini, dan jadi istri saya. Saya punya seribu cara buat dia datang ke sini dan jadi nyonya di rumah ini. Dia tidak mau! Hamili saja. Gampangkan?” tanya Dion, tertawa kecil.
“Papa, are you crazy?”
Dion menatap tajam pada putranya yang datang-datang langsung mengatakan dirinya gila. “Sok inggris kamu. Padahal lahirnya cuman numpang aja di Kanada dan tinggal di sana selama empat tahun.” Ucap Dion, berjalan menuju putranya dan memberikan satu kecupan di kening putranya.
“Pagi, anak kesayangan Papa. Kamu mau kemana hari ini? Bolos sekolah? Atau mau sekolah?” tanya Dion pada putranya yang berusia tujuh tahun.
Derren memutar bola matanya. “Pa! Jangan suka ajarin Derren ajaran sesat. Derren mau sekolah. Itu kutang Mama Sania, Papa jangan kekepin kayak gitu. Nanti berulat baru tahu rasa. Cuci!” ucap Derren keluar dari dalam kamar ayahnya.
Dion mengaruk p****t. “Beneran bakalan berulat? Walaupun berulat. Mas Dion tetap bakalan cium itu kutang. Demi tidur nyenyak dan mimpikan Sania yang ada di bawahnya. Lalu mendesah kan namanya. Aduh, kenapa Dion hilangkan kesempatan kemarin, ya? Seharusnya Dion hamili saja Sania. Jadinya, Hamil Anak Duda Tampan. Tapi nggak deh, Dion mau jebak Sania ala-ala pernikahan kontak di drama-drama dan n****+-n****+ yang dibaca oleh ibunya.
Itu lebih baik.
Dion jadi semangat untuk datang ke perusahaan ayah Sania sekarang, lalu bilang; ‘Saya bisa bantu perusahaan Bapak. Dengan satu syarat, saya hanya mau Bapak menikahkan putri Bapak dengan saya.’
Sudah skenario paling mantap pokoknya. Dan saat bertemu dengan Sania nanti sok jual mahal dulu. Yang tampan-tampan dan kaya raya memang harus jual mahal.
“Sania, kau tidak perlu menolak. Hanya menikah kontrak selama dua tahun. Setelah itu kita bercerai!”
Pas nggak?
Pas lah. Otak kalian yang akan dihancurkan oleh Dion, kalau kalian bilang Dion gila. Dion itu waras. Saking warasnya cium kutang jadi salah satu hobinya sekarang. Kutang feromon Sania. Aduh, Dion jadi malah pergi kerja. Maunya cium kutang terus.