DSL 7
Rindu sudah terlelap saat William keluar dari kamar mandi. William melangkah mendekat ke tempat tidur dan duduk di salah satu sisinya ditatapnya wajah Rindu yang sedang terlelap menatap ada kesedihan di sana. Perlahan William mendekatkan wajahnya wajah Rindu dan mengecup ringan kening rindu dengan perasaan bersalah. Dahi Rindu mengernyit saat bibir William menyentuhnya, membuat hatinya teriris karena dia sadar dialah yang menorehkan kesedihan itu di wajah Rindu.
William tahu Rindu mencintainya, bahkan di pertemuan pertama mereka saat Angel mengenalkan mereka. Rindu setuju untuk menikah dengan William atas desakan Angel dan setelah William berhasil menyakinkan gadis itu meski sebenarnya dia sama sekali tak mencintai gadis itu. William menikahi gadis itu demi Angel, demi untuk menutupi kisah terlarangnya dengan adik tercintanya.
William tak tahu kenapa dia tak membiarkan gadis itu pergi dari hidupnya setelah gadis itu mengetahui semuanya, padahal gadis itu itu sudah berjanji untuk menutup mulutnya? Kenapa dia malah melindunginya dari keganasan Angel?
William sangat tahu Angel, meski terlihat cantik dan sangat anggun, Angel sanggup melakukan hal yang mengerikan. William tak mau Angel melukai bahkan membunuh Rindu seperti yang pernah dilakukannya pada beberapa gadis yang merayu dirinya. Biasanya dia tak perduli apapun yang dilakukan Angel pada para gadis akan mengganggu hubungannya dengan Angel. Biasanya Angel melalui para pengawalnya akan melakukan teror dan menyakiti mereka tapi saat ini William tak ingin perempuan yang berstatus sebagai istrinya ini celaka.
“Will,” suara lemah Rindu menerpa gendang telinga William.
Suara Rindu membuat William mengurungkan niatnya untuk pergi dari kamar ini, William menoleh dan segera berbalik mendekati tempat tidur Rindu dan menatap istrinya yang ternyata masih terlelap. William menghela nafas Panjang saat menyadari ternyata rindu memanggilnya di dalam tidurnya.
“Aku benci kamu, Will. Mengapa kamu tidak melepasku saja, aku janji.., aku janji. Will. Aku tidak akan mengungkap perbuatanmu dengan Angel tapi tolong lepaskan aku” ratap Rindu di dalam tidurnya.
“Lepaskan aku, Will. Kamu jahat! Aku tak mau hanya kamu jadikan sebagai tameng untuk menutupi kebejatanmu! Lepaskan aku, Will! Tolong lepaskan aku! Aku benci kamu, Will!”
William berpaku menatap Rindu. William merasa sebuah batu yang sangat besar menindih hatinya saat melihat tubuh Rindu yang berguncang. Tangan William gemetar saat menyentuh pipi Rindu. William sangat terkejut ketika merasakan pipi rindu yang begitu panas karena tadi dia tidak terlalu memperhatikan ketika. mencium kening Rindu
“Aku benci kamu, Will,” rintih Rindu terasa mengiris hatinya.
Wajah datar William terlihat kelam mendengar apa yang diucapkan rindu di dalam tidurnya William kembali melihat tubuh rindu yang gemetar menahan tangis. William terkejut dengan perasaannya, selama ini dia tak pernah merasa sekacau ini saat melihat perempuan menangis selain Angel. William segera memerintahkan anak buahnya mengambilkan air hangat dan juga memanggil dokter pribadinya. William tak ingin sesuatu terjadi pada Rindu.
Seorang pelayan datang membawakan air hangat dan William segera menyuruh pelayan itu untuk meletakkannya di atas nakas sementara dia mengambil sapu tangan di lemarinya. Pelayan itu segera keluar dari kamar Rindu setelah William menyuruhnya. Pelayan itu sangat terkejut saat melihat William dengan telaten mengkompres Rindu dengan air hangat tapi dia tak berani berlama-lama atau bergosip tentang hal itu kepada anak buah William atau pelayanan yang lain. Pelayan itu segera menutup pintu kamar dan bergegas kembali ke belakang.
William mengusap air mata Rindu yang mengalir di pipi dengan jemarinya, William terkejut saat merasa ada aliran listrik yang menyengatnya saat jemarinya menyentuh lembut pipi Rindu. William segera menarik tangannya dan berjalan mendekat ke jendela menatap pepohonan yang tertiup angin di luar sana
Tak berselang lama Andri dokter pribadi William sudah datang ke rumah untuk memeriksa Rindu yang masih terlelap. Rancauannya sudah tak lagi terdengar tapi dadanya masih bergerak turun naik dan sesekali isaknya masih terdengar membuat hati William sesak.
Andre mengatakan rindu mengalami dehidrasi, dia juga mengalami syok dan kelelahan karena itu dia butuh istirahat. Dia meresepkan obat yang harus William tebus di apotik, William segera memerintahkan anak buahnya untuk membeli obat sementara dia berbincang dengan Andre di ruang kerjanya.
Setelah kepergian Andre, William mengurungkan niatnya untuk berangkat kerja dia segera menghubungi sekretarisnya untuk membatalkan semua agendanya hari ini karena ada hal penting yang harus di kerjakannya. Arion sekretaris William segera mengiyakan dan menjadwal ulang agenda William di hari lain. Setelah itu William kembali ke kamar dan mengambil sapu tangan yang ada di dahi Rindu yang sudah dingin dan membasahinya lagi dengan air hangat dan meletakkan sapu tangan itu di dahi Rindu. William kembali merasakan jemarinya nyeri ketika menyentuh dahi Rindu yang masih terlelap.
Kali ini William tidak segera menarik tangannya dari dahi Rindu, dia malah menggerakkan jemari tangannya menuju pipi Rindu dan berhenti di bibir merah mudal Rindu dan menikmati rasa sakit yang kini bahkan menjalar ke seluruh tubuhnya. William tak tahu apa yang dirasakannya karena rasa ini asing baginya. Sakit tapi dia merasa enggan melepaskan rasa itu. William tak pernah merasakan rasa yang seperti dengan Angel.
William menundukkan wajahnya saat tatapannya tertuju pada bibir merah muda Rindu, bibir itu terasa sangat menggodanya. Rasa nyeri kembali menyerbu William saat bibirnya menyentuh bibir Rhein, rasa nyeri yang datang karena darahnya terpompa lebih cepat dan detak jantungnya yang berpacu kencang. William merasakan debaran di dadanya menjadi lebih cepat saat mulai melumat bibir mungil Rindu.
“Ugh,” Rindu melenguh saat William melepaskan lumatannya dan masih terlelap dalam tidurnya.
William segera berdiri dan menyuruh anak buahnya mencari pelayan untuk merawat Rindu karena dia tak yakin dia sanggup untuk tidak berbuat lebih pada Rindu bila ada ada di sampingnya. William segera kembali ke ruang kerjanya dan duduk menyandar di kursinya. William memejamkan matanya, menikmati rasa nyeri yang diakibatkan sentuhannya pada Rindu yang membuatnya tak ingin berhenti menyentuh.
William masih tenggelam dalam senyumnya juga perasaan asing yang memenuhi dadanya saat teleponnya berdering.
“Will, kamu di mana? Aku tadi ke kantor dan kata Arion kamu membatalkan semua agenda hari ini,” rengek Angel dari ujung sana.
“Ya, ada hal penting yang harus aku lakukan,” kata William datar mengisyaratkan pada Angel kalau dia sedang tak ingin diganggu. William malah membayangkan Rindu yang selalu tersenyum padanya meski dia selalu mengacuhkannya sebelum kejadian ini.
“Will, kamu sudah menemukan dia? Anak buahku kesulitan mencari jejaknya, dia seperti hilang begitu saja setelah keluar dari apartemen,” keluh Angel.
William menghela nafas panjang, dia sangat tahu siapa yang dimaksud ‘dia’ oleh Angel. Dulu dia akan merasa panik kalau Angel mengeluh seperti ini dan akan segera memerintahkan anak buahnya untuk membantu Angel dengan segera tapi kini Wiliam merasa keluhan Angel sangat mengesalkan baginya. William takut Angel dan anak buahnya akan melukai istrinya karena itu dia harus melindunginya.
“Kamu sudah menemukan dia, Will?” tanya Angel setelah tak mendengar sebuah katapun dari William.
“Hmmm,”
“Will, kamu dengar, kan?”
“Ya, sama sepertimu aku dan anak buahku juga kehilangan jejak gadis itu,”
“Will, aku kangen kamu,” kata Angel manja.
“Aku menyelesaikan urusanku dulu, An,” bahkan kata rindu dari Angel sekarang terasa hambar baginya, entahlah.
William kembali menutup matanya setelah menutup panggilan Angel yang merasa kesal dengan sikap William di ujung sana
***
AlanyLove.