RR Part 2 Menjelang Pernikahan

1373 Words
Riska menatap cermin di depannya dengan raut wajah yang sulit digambarkan. Rasa tidak percaya masih menguasai sebagian besar ruang di hatinya. Melihat bayangan dirinya di cermin, dengan mengenakan sebuah kebaya putih yang memeluk tubuhnya dengan indah, membuat pikiran Riska kembali melayang. Satu minggu yang lalu, saat pulang ke rumah setelah bertemu dengan Layla dan Riksa, dia langsung menanyakan tentang lamaran dan pernikahan pada mamanya. “Ma… Lamaran Tante Layla kemarin serius? Mama kok nggak ada nanyain lagi ke Riska? Tiba-tiba aja Tante Layla ngebahas masalah pernikahan.” Todong Riska pada Sylvia yang sedang sibuk memasak. “Ya serius lah, Ris. Masa bercanda sih.” Sahut Sylvia dengan santainya. “Terus?” Kejar Riska masih meminta penjelasan. “Ya terus gimana? Mama dan Papa udah terima lamaran mereka. Bulan depan kalian menikah.” Sylvia bergerak mengangkat wajan dan dengan gesit memindahkan tumis buncis dan wortel dari wajan ke piring saji. “Ma?” Suara Riska bergetar seketika. Kepalanya tiba-tiba berdenyut nyeri membayangkan dalam satu bulan ke depan dia akan menikah. Pekerjaan Riska saat ini memang berkutat pada urusan pernikahan, dan dia tahu dengan pasti bahwa satu bulan bukanlah waktu yang ideal untuk merencanakan sebuah pernikahan. “Minggu depan kamu fitting baju, nanti diantar sama Abang.” “Ma… Waktu itu mama nggak ada nanya jawaban Riska loh. Jadi Riska pikir, mama nggak serius.” Riska masih mencoba mengelak. Meskipun hatinya kini bimbang. Di satu sisi, sejujurnya Riska senang dengan perjodohan ini. Tapi di sisi lain, hatinya seolah meragukan sosok Riksa. Apa kedua orang tua mereka tidak memberikan waktu untuk mereka berdua bisa saling mengenal lebih dekat? Kenapa harus bulan depan? Dan berbagai pertanyaan lain berterbangan memenuhi pikiran Riska. “Memangnya kalau mama tanya, kamu mau jawab apa?” Tanya Sylvia. Kali ini dia mencuci tangannya karena semua masakan sudah siap tersaji di meja makan. Riska gelagapan, “Ya… Ehm.. A-apa ya…?” “Tuh kan? Kamu nggak mungkin nolak kan? Mama tahu kok, sudah lama kamu suka sama Abang.” Wajah Riska sudah memerah menahan malu, “Y-ya paling nggak mama kasih waktu buat Riska berpikir dulu. Atau paling nggak beri waktu buat kita berdua saling mengenal.” "Loh, kalian berdua kan sudah saling kenal sejak masih kecil?" kilah Sylvia sambil tertawa. Riska sama sekali tidak menyangka jika ternyata lamaran itu telah diterima secara sepihak oleh kedua orang tuanya. Bukannya Riska tidak ingin, hanya saja baginya ini terlalu cepat dan sulit untuk diterima akalnya. Sebentar lagi dia akan berubah status menjadi istri Riksa. Lelaki yang selama ini diam-diam dikaguminya. Riska percaya, kedua orang tuanya menerima lamaran itu bukan hanya berdasarkan ego semata, tapi juga memikirkan dirinya. Sylvia dan Dhefan yang telah lama bersahabat dengan Layla dan Bachtiar tentu yakin jika Riksa adalah lelaki yang tidak akan mengecewakan mereka, sama seperti kedua orang tuanya. Karena itulah mereka dengan senang hati menerima lamaran itu. Sylvia dan Dhefan yakin bahwa Riksa akan menjaga dan memperlakukan Riska dengan baik. “Ya ampun… Calon menantu mamah cantik banget.” Ucapan Layla seketika membuyarkan lamunan Riska. Layla memang telah mengganti nama panggilannya dari tante menjadi mamah sejak beberapa hari yang lalu. Agar Riska terbiasa nanti jika sudah menikah. “Udah pas ya? Ada yang mau diperbaiki atau kurang nyaman di badan kamu, Sayang?” Tanya Layla pada Riska. Riska menggeleng, “Sudah pas kok, Mah.” “Kok lemes gitu? Kamu capek ya? Biar setelah ini, mamah sama Abang yang urus semuanya ya. Kamu di rumah aja istirahat. Pulang kerja jangan kemana-mana. Langsung istirahat. Mama nggak mau nanti pas sudah mau hari H kamu kecapekan terus sakit.” Riska terharu mendengar perhatian dari calon mertuanya ini. Sangat bertolak belakang dengan anaknya yang sampai saat ini masih seperti mengabaikannya. Mereka berdua masih jarang berhubungan meski hanya lewat pesan singkat. Riksa hanya akan menghubungi Riska saat ada perlu, misalnya saat akan menjemputnya untuk fitting baju seperti saat ini. Selebihnya, tidak ada pembicaraan lain yang menghiasi ruang obrolan di ponsel mereka. Riska yang bekerja di salah satu wedding organizer di kota ini, tidak menyangka kini akan melangsungkan pernikahannya sendiri. Selama ini, dia selalu bersemangat ketika mempersiapkan pernikahan klien yang mempercayakan pernikahan mereka pada wedding organizer tempat Riska bekerja. Namun berbeda dengan yang terjadi saat ini, Riska seolah kehilangan semangatnya. Padahal sebelumnya Riska memiliki mimpi akan mempersiapkan sendiri pesta pernikahannya. Ternyata, kedua orang tua dan calon mertuanya sudah kompak untuk tidak melibatkan Riska. Mereka meminta pemilik wedding organizer itu sendiri yang mempersiapkan segalanya untuk pernikahan yang akan digelar sebentar lagi. Selain karena tidak bisa ikut campur dalam mempersiapkan pernikahannya, Riska menjadi kehilangan semangatnya karena Riksa, sang calon suami yang masih saja cuek seolah dia tidak ingin menikah. Komunikasi yang terbilang sangat jarang terjadi, membuat Riska sungkan untuk terlebih dahulu menghubungi Riksa. Padahal tidak ada salahnya jika mereka mulai rutin berkirim pesan, sekedar mengobrol untuk saling mengenal diri masing-masing. Namun tentu saja hal itu tidak pernah terjadi. --- Pernikahan Riska dan Riksa akan digelar satu minggu lagi. Riska mulai membagikan undangan pada teman-temannya. Sore ini, dia bertemu sahabatnya untuk menyerahkan undangan secara langsung. Sekalian untuk melepas rindu karena cukup lama mereka tidak bertemu. Untuk teman-teman lainnya, Riska dibantu oleh jasa kurir untuk mengantarkan undangan pernikahannya. “Apa kabar, Mir? Ya ampun kita ini udah kayak tinggal di kota yang berbeda aja ya. Mau ketemu aja susah banget.” Ucap Riska sambil menarik kursi di sebelahnya untuk meletakkan paper bag yang dibawanya. “Kamu tuh yang sibuk. Sibuk ngurusin nikahan orang. Nikahan sendiri kapan?” Ledek Mira sambil tersenyum. Riska terkekeh sejenak, lalu tangannya bergerak mengeluarkan sebuah undangan berbahan akrilik bening yang dhiasi pita berwarna putih. Di sana terukir indah dengan tinta emas namanya dan calon suami. Riska & Riksa. Mira terbelalak tidak percaya saat undangan itu diletakkan di atas meja oleh Riska. “Ris… Ya ampun kok baru bilang sih mau nikah? Bikin kaget tahu nggak.” Seru Mira saat Riska menyodorkan undangan itu padanya. Dengan begitu bersemangat Mira membuka undangan itu dan memperhatikan semua yang tertulis di sana. “Riksa? Antariksa? Kamu serius, Ris?” Tanya Mira dengan wajah tak percaya. “Masa bercandanya pake undangan sih, Mir? Yang bener aja deh kalo nanya.” Tukas Riska dengan wajah cemberut. “Y-ya bukan gitu maksud aku. Tapi... Ini Riksa? Abang Riksa kamu yang itu?” tanya Mira sekali lagi untuk memastikan. Riska mengangguk . Senyuman tak pernah hilang dari wajah cantiknya. "Iya, Mir. Abang Riksa yang itu. Memangnya ada berapa Antariksa yang aku kenal?" "Tapi... Gimana ya? Kamu bikin aku senang sekalian bingung, Ris." "Kamu kenapa sih? Bukannya senang aku bawa berita bahagia. Kan dari dulu kamu selalu ngeledek aku ngurusin pernikahan klien melulu. Kapan ngurusin nikahan sendiri? Nah ini aku mau nikah, kamu malah bingung." Riska menatap wajah Mira dengan pandangan bingung. "Bukan masalah aku nggak senang kamu nikah. Tapi... Ini... Yah semoga aku salah sih ya." "Kenapa sih?" Riska menjadi penasaran begitu melihat raut wajah tak nyaman dari sahabatnya. "Bentar aku cek lagi." Mira tidak menyelesaikan ucapannya melainkan langsung mengaduk isi tasnya untuk mencari ponsel. Setelah menemukannya, jemari Mira dengan gesit membuka satu aplikasi sosial media dan menunjukkannya pada Riska. Wajah Riska seketika berubah mendung begitu melihat apa yang tertera di layar ponsel sahabatnya. Senyuman yang tadi senantiasa menghiasi wajahnya, kini lenyap tak berbekas. Kedua matanya panas saat melihat sebuah foto yang terasa mampu mencubit hatinya. Foto Riksa berdua dengan seorang gadis cantik berwajah khas keturunan Arab. Bola mata Riska bergerak melihat caption yang menyertai foto itu. Bukan untaian kata, melainkan sebuah emoticon berbentuk hati berwarna merah. Foto itu diunggah tiga hari yang lalu. Memang bukan diunggah di akun sosial media milik Riksa, melainkan gadis itu. Tsurayya namanya, sepertinya dia adalah kekasih Riksa karena di sana banyak sekali foto-foto mereka berdua. “Mir… Kok kamu bisa temenan sama cewek ini di sosmed?” Tanya Riska dengan suara yang serak. “Dia ini kan punya butik terkenal dan aku suka lihat baju-baju rancangan dia.” Riska mengangguk pelan, mencoba merangkai segala kemungkinan tentang hal ini, sambil berpikir apa yang akan dia lakukan. Namun Riska tidak bisa berpikir jernih, dia justru bertanya pada Mira. “Dia ceweknya Abang ya, Mir? Terus sekarang aku harus gimana?” Tanya Riska dengan suara lirih. --- Jangan lupa tap love dan tinggalkan komentar ya. Doakan semoga bisa daily update secepatnya. Love, Sweet July 27 November 2021 21.35 WIB
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD