Bab 92

1058 Words
“Kalian ngapain?” Tanya Gilang sambil memperhatikan Novan dan Andi bergantian. “Ah, nggak apa.” Novan mengantungi kembali smartphone miliknya. Andi tidak melepaskan pandangan di smartphone. “Ck, mana sih …” Gerutu Andi. “Kenapa Ndi?” Tanya Novan. “Biasalah. Si Andi ini ya, kalau ada kuota biasanya dia makan sambil streaming video,” jawab Gilang. “Kurang enak kalau nggak sambil nonton tau,” timpal Andi. “Ah, ini dia.” Andi menyalakan salah satu film kartun di smartphone. Ia menyenderkan smartphone di kotak tissue. Hem, Novan jarang sih kalau makan sambil streaming video di luar, kecuali di rumah. Bukan kebiasaannya, karena dulu papa selalu memarahinya kalau makan sambil nonton kartun. Mereka menikmati makanan sambil menonton film kartun. Ini kartun masa kecil yang tidak tayang lagi di TV. “Masih ada ya ternyata kartun ini, kirain nggak ada lagi,” gumam Gilang. “Masih, tapi ini versi original dari sananya. Cuma di buat sub aja,” balas Andi. “Aku nggak pernah nonton kartun ini,” tukas Novan. Andi dan Gilang melongo menatap Novan. “Iya, bener. Aku nggak pernah nonton.” “Kenapa?” Tanya Andi. Novan mengedikkan bahu. “Nggak tahu, nggak di kasih. Kata papa nggak sopan kartunnya. Dulu, kalau ketahuan sama papa pasti nggak di kasih nonton TV seminggu.” Andi dan Gilang geleng- geleng kepala mendengarnya. “Yah, papamu nggak salah sih memang. Ini kartun emang agak senonoh. Kurang cocok di tonton sama anak- anak.” “Tapi aku udah nonton dari kecil sih,” timpal Gilang. “Tapi baru ngeh sekarang maksud ini kartun apa. Kalau dulu mah, karena nggak ngerti jadi ya ketawa- ketawa aja nontonnya.” “Kayaknya ini kartun emang di peruntukkan untuk orang dewasa dah,” timpal Novan. “Iya, tapi karena di sajikan dalam kartun, jadi pada di kira buat anak- anak. Berarti pintar papamu, sadar kalau ini nggak cocok buat anak- anak,” tukas Andi. Novan nyengir lebar. “Hahaha … mungkin kali ya …” Mereka kembali melanjutkan nonton film kartun sambil tertawa terbahak- bahak pada adegan yang lucu. Tapi keseruan mereka terhenti saat seseorang datang menghampiri meja mereka. “Oh, Novan,” sapa Karyo. Mereka menoleh bersamaan. Novan berdecak dalam hati. s**l, mau menghindar malah orangnya sendiri yang nyamperin. “Oi,” sapa Novan cuek. “Kemana aja, kok nggak pernah kelihatan? Nggak masuk ya?” Tanya Karyo. Hah? Kenapa dia nanya hal seperti itu? Andi dan Novan saling bertukar pandang. “Oh, dia ada acara keluarga, makanya baru kelihatan sekarang,” jawab Gilang sambil menunjuk Novan. “Kamu juga baru kelihatan sekarang nih. Biasanya kan sering ke kantin. Tumben.” Novan melirik Karyo yang agak gelagapan di tanya seperti itu. Ia nyengir lebar. “Ah, nggak. Aku sering kok ke kantin, nggak pernah nengok aja kali lu.” “Oh, iya kah?” Tanya Gilang. Karyo mengangguk. “Oh ya btw,” timpal Andi. “Kayaknya kemarin itu orangtua kamu ada datang ke sekolah nggak sih? Kenapa tuh kok di jemput ke sekolah?” Tanya Andi. Novan berusaha menahan senyum kecil. Karyo terbelak kaget mendengar pertanyaan Andi. “Oh, iya. Kemarin itu … ayah datang karena emang lagi ada perlu sama bu Laras. Biasalah, kan bu Lara situ teman ayahku. Ibu cuma temani aja, terus ayah lagi ada perlu samaku gitu … biasalah, urusan keluarga yak kan, mana bisa aku cerita lebih,” jawab Karyo gelagapan. Mereka mangut- mangut mendengarnya. “Aku malah kira si Novan yang di panggil orangtuanya. Karena kan ya, dia sempat di panggil ke BK kan katanya, terus agak babak belur juga,” ujar Karyo sambil melirik Novan. Novan menatap tajam Karyo. “Oh, itu. Nggak cuma Novan kok yang di panggil ke BK. Kami berdua juga.” Gilang menunjuk Andi. Karyo terbelak kaget. “Loh? Kalian juga? Tapi kok kalian nggak ada di ruang BK itu?” Tanya Karyo tak percaya. “Yah, kami ada juga kok. Tapi kami balik ke kelas duluan, si Novan tetap di sana. Kayaknya sih karena ada telpon dari rumahnya mungkin makanya dia tetap di sana,” jawab Andi. “Oh, gitu .. kalian kenapa kok bisa masuk BK barengan gitu?” “Berantem, sama Yudi. Biasalah, yah tahulah kamu kan si Yudi gimana …” Jawab Gilang. Karyo mangut- mangut. “Oalah. Biasa emang si Yudi itu bolak- balik masuk BK, tapi nggak pernah dia kena skorsing ya,” gumam Karyo sambil melirik Novan. “Aku kirain ya, karena kabar burung itu. Yah, kalian tahulah kan ya …” “Kabar burung yang mana?” Tanya Gilang. “Itu loh, yang katanya Novan nyuri soal ujian buat semester depan. Dengarnya sih nyuri dari ruang guru, terus ketahuan sama satpam gitu kali ya katanya. Gara- gara itu dianya di skorsing dan nggak masuk dari kemarin. Semuanya pada ngira begitu.” Karyo menjelaskan. Novan menggenggam tangannya erat. Ingin rasanya dia memukul wajah Karyo yang dengan seenaknya menuduh seperti itu. “Hah? Kok bisa ada kabar burung begitu? Terus kamu percaya aja gitu sama kabar burung itu?” Karyo mengedikkan bahunya. “Yah, kan itu kabar burung ya. Nggak jelas benar atau enggaknya, kan?” Karyo melirik Novan. “Gimana? Benar nggak sih kabar burung itu? Ih, kamu kok bisa sih kepikiran kayak gitu? Itu curang, aku tahu kamu udah buat curang duluan, tapi ini lebih picik.” Novan melongo. Wajahnya memerah, nafasnya menggebu. s****n. Andi berdehem. “Hem, tapi kalau kamu percaya soal begituan sih, b**o namanya,” timpal Andi. Karyo mengernyitkan alis. “Hah? Kenapa? Kan mungkin aja toh ya … yah, tapi aku kan mau nanya lebih juga ke Novan …” “Ya nggak mungkinlah. Ini anak aja masih belum tahu tuh letak ruang guru dimana, masih sering nyasar di sekolah. Gimana caranya dia bisa nyuri soal ujian itu kalau dianya sendiri nggak tahu letak ruang guru?” Tanya Gilang. “Yah … kali aja kan, dia udah cek duluan gitu lokasinya. Diam- diam gitu.” Andi geleng- geleng kepala. “Kamu kira perlu seberapa lama buat cek begituan? Ruang guru di sekolah ini nggak cuma satu, banyak. Lemarinya juga banyak, ribet. Dia masih anak baru, mana bisa kepikiran kayak begitu? Itu kabar burung memang gossip tuduhan aja!” Bela Andi. “Apa jangan- jangan …” Gilang melirik Karyo dengan tatapan tajam. “Jangan- jangan, yang nyebarin kabar burungnya itu … kamu ya ..?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD