“Kenapa Pak Halim?” “Oh iya, gak apa pa Pak. Nanti Nara juga pulang sama temen kok.” “Iya gak papa.” “Iya, nanti Bapak jemput Mama aja.” “Oke ...” Sambungan nirkabel itu terputus. Nara letakkan kembali ponselnya di atas meja. Sesaat ia lirik Firza yang masih memejamkan mata. “Udah nyenyak banget ya?” monolognya. Kemudian ia sunggingkan senyum sederhana layaknya rembulan di tengah kegelapan. Menurut Firza, makhluk tampan satu itukan bucinnya Nara. Tak sampai dua puluh detik benda pipih pintar itu tergeletak, kembali sebuah panggilan suara masuk. Kali ini nama Reza yang terpampang di layar ponselnya. “Halo, Reza?” ucap Nara sembari berbisik. Mereka masih berada di perpustakaan. Reza? Sontak saja Firza bergerak. Masih dengan posisi kepalanya yang berada di atas meja, lelaki itu berp