Kau Pria Rendahan!

1384 Words
Berlagak takut pada ancaman yang diberikan Rose, Erich segera menjauhkan dirinya seolah akan mengurungkan niatnya untuk melanjutkan permainan mereka ketika makan malam tadi namun disaat Rose sedikit lengah Erich segera menyergap pergelangan tangan Rose. “Apakah kau mengkoleksi pisau lipat dirumahmu?” bisik Erich kepada Rose yang berusaha untuk terlepas dari cengkraman tangannya. “Lepaskan aku!” seru Rose terus berontak. Cengkraman tangan Erich begitu kuat mencengkram pergelangan tangan Rose yang masih menggenggam pisau lipat yang tajam bahkan tak hanya itu saja Erich juga mendorong Rose sehingga dirinya berhasil menindih tubuh Rose di dalam mobil. “Kau pria rendahan!” seru Rose lagi terlihat begitu kesal lantaran Erich terkesan ingin melecehkannya lagi seperti tadi siang. “Benarkah, lalu bagaimana dengan trik yang kau mainkan di kolong meja tadi?” balas Erich kembali menyeringai tepat di depan wajah Rose. “Aku tidak mau menikahi pria rendahan sepertimu!” teriak Rose seraya berontak sekuat tenaga hingga pergelangan tangannya terlepas dari cengkraman Erich, lalu pisau lipat yang masih berada dalam genggamannya tak sengaja mengenai leher Erich hingga meninggalkan goresan kecil. “Beraninya kau!” Plllaakk! Saking kesalnya Erich menampar wajah Rose bahkan berhasil menjatuhkan pisau lipat itu dari genggaman tangannya. Erich kembali menggenggam kedua pergelangan tangan Rose dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya mencengkram kuat wajah Rose sehingga Rose tampak meringis kesakitan. “Kau lihat apa yang kau lakukan dileherku!” seru Erich dengan wajahnya yang tampak begitu bengis kepada Rose. “Kau yang menginginkannya!” balas Rose semakin menantang Erich. Cuupp! Kedua mata Rose terbelalak lebar karena Erich kembali mencuri ciumannya seperti yang terjadi di restoran tadi siang. “Errrmm!” pekik Rose dengan suaranya yang tertahan lantaran Erich tak ingin melepaskan lumatan dibibirnya. Rose berontak sekuat tenaga sehingga mobil itu pun bergoyang membuat Alden yang sedang menunggu diluar lantas berpikir bahwa majikannya sedang bersenang-senang. Tak puas hanya dengan melumat bibirnya dengan kasar dan liar Erich bahkan menyelipkan tangan kanannya masuk ke dalam gaun yang dikenakan Rose malam itu. Hal itu membuat kekesalan Rose semakin memuncak. Rose mengangkat kakinya yang masih mengenakan sepatu high heels, lalu menendang kejantanan Erich. “Aaaaa!!!” Erich menjerit kesakitan sehingga cengkraman tangannya terlepas begitu saja dari tangan Rose. Disaat Erich sedang kesakitan Rose cepat-cepat mengambil alat pemadam api yang tersimpan dibawah kursi depan. Dengan alat tersebut Rose memecahkan kaca mobil membuat Erich dan Alden terkejut. “Nona….” Alden segera menghampiri Rose yang berusaha keluar melalui jendela mobil yang kacanya sudah ia pecahkan namun seketika Erich kembali meraih lengannya sehingga Rose tidak bisa keluar. “Lepaskan aku!” teriak Rose seraya berbalik kepada Erich. Buuukk! Alden kaget setengah mati ketika melihat Rose baru saja memukul wajah Erich. “Menyingkirlah!” teriak Rose kepada Alden yang spontan saja menyingkir dari hadapannya. Rose bersusah payah keluar dari mobil itu sementara Alden masih terperanjat menatapnya, sedangkan Erich kembali mengerang kesakitan di dalam mobil setelah Rose memberikan satu kepalan tangan diwajahnya. “Alden!” teriak Erich memanggil asisten kepercayaannya itu. Alden tersentak kemudian cepat-cepat membuka pintu mobil serta menghampiri majikannya tersebut. “Tuan! Apa anda baik-baik saja?” tanya Alden tampak khawatir ketika melihat kondisi Erich yang masih mengerang kesakitan. “Dimana wanita itu?” Erich bahkan masih menanyakan Rose meskipun dirinya menderita akibat perbuatan wanita tersebut. “Nona Rosie sudah pergi, Tuan!” jawab Alden yang sempat melihat Rose pergi menggunakan taksi yang kebetulan melintas dijalanan itu. “Sialan!” teriak Erich mengumpat kesal. “Tuan, apa kita perlu kerumah sakit?” tanya Alden kepada Erich. “Tidak perlu!” teriak Erich dengan amarahnya yang sudah mencapai ke ubun-ubun. “Aku ingin pulang sekarang juga!” sambung Erich yang lantas membuat Alden segera berlari menuju ke kursi depan untuk melajukan mobil itu kembali kerumah seperti yang diinginkan oleh majikannya tersebut. Dengan menggunakan taksi Rose sampai dirumah dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Disana ia menjatuhkan dirinya diatas ranjang seraya menghela nafas panjang seolah merasa begitu lelah. “Rosie, buka pintunya!” teriak Brenda menggedor pintu dari luar membuat Rose sedikit terkejut. “Aku tau kau baru saja kembali dari acara makan malam di kediaman keluarga Dawson!” teriak Brenda lagi sembari terus menggedor pintu kamar itu. Awalnya Rose ingin mengabaikan kemarahan dari ibu tirinya yang merasa tak terima lantaran mendapatkan informasi palsu bahwa acara makan malam di keluarga Dawson bukanlah malam ini melainkan besok malam. Informasi palsu itu tentu saja dilakukan oleh Rose dengan sengaja lantaran tidak menginginkan kehadiran ibu tirinya tersebut. “Beraninya kau mengelabuiku!” teriak Brenda lagi masih menggedor pintu membuat ketenangan Rose terganggu. Rose turun dari ranjang tidurnya kemudian meraih satu-satunya sangkur permberian Darla sebelum kembali ke kota dimana ia dilahirkan. “Rosie-” “Berhentilah menggangguku!” Rose berseru seraya melemparkan sangkur itu hingga tertancap pada daun pintu serta sedikit menembusnya. Brruukk! Brenda jatuh terduduk saking kagetnya saat ujung sangkur itu hampir saja mengenai bola matanya. “Nyonya!” Dua orang pelayan langsung mendekati Brenda yang tampak gemetar. “Ha-hampir saja mengenai ma-mataku!” ucap Brenda terbata-bata saking takutnya. Kedua pelayan itu lantas membawa Brenda pergi lantaran takut apabila Rose akan melakukan tindakan yang jauh lebih mengerikan dari itu sedangkan Rose melangkah mendekati pintu untuk mencabut sangkurnya yang tertancap disana. “Akhirnya aku bisa tidur nyenyak malam ini tanpa gangguan dari wanita berhati iblis itu!” gumam Rose kemudian kembali menyimpan sangkur tersebut. Rose melepaskan gaun yang dikenakannya kemudian melangkah masuk ke dalam kamar mandi untuk berendam sejenak sebelum dirinya beranjak tidur. “Aku yakin setelah kejadian tadi Erich akan membatalkan pernikahan kami dan setelah pernikahan dibatalkan maka aku akan memiliki banyak waktu untuk balas dendam!” gumam Rose dalam benaknya seraya memejamkan kedua matanya untuk mengingat semua yang terjadi antara dirinya dan Erich di dalam mobil. Beberapa hari kemudian Rose berjalan-jalan untuk menghilangkan rasa penat di dalam pikirannya. Ia duduk di taman sembari menatap foto saudari kembarnya dari layar ponselnya. “Rosie, apa kau baik-baik saja disana? Aku harap kau bahagia bersama kekasihmu!” ucapnya dalam hati sembari terus menatap raut wajah yang begitu dirindukannya. Drrtt… Drrtt…. Satu panggilan telepon masuk membuat senyuman tipis terukir dibibir wanita dingin itu. “Halo Darla!” serunya segera menerima panggilan telepon itu. “Sayang, bagaimana kabarmu?” tanya Darla kepada Rose. “Aku baik, Darla … bagaimana denganmu?” balas Rose begitu senang mendapatkan telepon dari orang yang telah banyak membantunya keluar dari kesengsaraan. “Aku juga baik.” sahut Darla yang juga merasa senang bisa mendengar suara wanita yang sudah dianggap sebagai putri kandungnya sendiri. Begitu banyak hal yang mereka perbincangkan saat itu. “Darla, sebenarnya ada satu hal yang kusampaikan padamu tapi aku malu untuk mengatakannya karena aku sudah banyak menerima bantuan darimu.” ucap Rose yang terdengar ragu. “Rose, kau sudah kuanggap sebagai keluargaku jadi kau tidak perlu sungkan padaku … aku akan melakukan apa saja asalkan aku bisa!” ucap Darla meyakinkan Rose bahwa dirinya selalu siap untuk membantunya. “Darla, aku ingin mengalihkan perusahaan peninggalan ayahku kepada Rosie!” ucap Rose yang akhirnya mengutarakan keinginanannya dan berharap Darla akan membantunya. Darla terdiam sejenak setelah mendengar pernyataan Rose. “Darla, apa kau mendengarku?” tanya Rose lantaran Darla tak kunjung menyahuti perkataannya. “Hanya Erich Dawson bisa melakukannya dengan mudah, Rose!” ucap Darla membuat Rose terdiam sejenak bahkan tak menyangka bahwa Darla akan menyebut nama seorang pria yang begitu dibencinya. “Apa maksudmu, Darla? Kenapa kau menyebut nama Erich Dawson? Apa kau menginginkanku menikahi pria angkuh itu?” Rose seolah tak terima pabila dirinya meminta bantuan kepada pria yang begitu dibencinya tersebut. “Rose, dengarkan penjelasanku terlebih dahulu! Apa kau lupa alasan perjodohan antara Rosie dan Erich? Ayahmu memiliki janji kepada keluarga Dawson disaat dia membutuhkan bantuan dari mereka!” ucap Darla membuat Rose kembali terdiam. “Perusahaan peninggalan ayahmu masih diawasi oleh keluarga Dawson tepatnya oleh Erich Dawson … maka dari itu jika kau ingin mengalihkan perusahaan itu kepada Rosie, kau harus bisa mengendalikan Erich Dawson!” sambung Darla lagi. “Itu mustahil, Darla!” ucap Rose lantas pesimis bahkan tak ingin memiliki urusan apapun dengan pria yang dibencinya tersebut. “Ingat Rose, tidak ada yang mustahil jika kau bersungguh-sungguh melakukannya … jadi jika kau ingin perusahaan ayahmu dialihkan kepada saudari kembarmu mau tak mau kau harus berurusan dengan Erich Dawson!” seru Darla berusaha meyakinkan Rose bahwa semua urusannya akan jauh lebih mudah apabila mendapatkan bantuan dari pria angkuh yang kejam tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD