Senyuman Menggoda

1205 Words
Makan malam itu berlangsung dengan pembicaraan mengenai rencana pernikahan. Nyonya Lanny terus mengutarakan keinginannya yang akan mengadakan acara pesta pernikahan yang begitu megah dan sesekali Jimmy ikut memberikan sarannya sebagai anak sulung di keluarga Dawson. Sambil mengunyah makanan di dalam mulutnya secara perlahan Erich terus menatap Rose yang duduk berhadapan dengannya. Saat itu Rose tampak begitu tenang bahkan sesekali membalas tatapan tajamnya itu. “Aku rasa ini waktunya untuk membuatnya semakin membenciku!” ucap Rose dalam hatinya sembari saling menatap dengan Erich. Rose melepaskan sepatunya di kolong meja kemudian kakinya mulai menjamah kaki Erich disana. “Uhuk!” Erich langsung tersedak lantaran kaget disaat Rose dengan sengaja menjamah kakinya bahkan Rose juga sedikit menampilkan sikapnya yang terkesan ingin menggoda. Wajah Erich merah padam seraya meneguk segelas air minum untuk menenangkan dirinya agar keluarganya tak mengetahui apa yang sedang terjadi di kolong meja. Setelah meneguk segelas air minum ia kembali menatap Rose yang tampak menyunggingkan senyuman menggoda kepadanya. “Ayolah Erich, benci aku dan tolak semua rencana pernikahan ini selagi kau bisa!” gumam Rose begitu berharap dalam hatinya namun kakinya terus saja bermain hingga kini kakinya berada diatas lutut pria angkuh yang kejam itu. “Apa yang sedang dilakukan wanita ini? Apa dia mencoba untuk merayuku atau dia ingin membuatku membencinya dengan trik yang sedang ia mainkan saat ini padaku?” gumam Erich dalam hatinya seraya terus menatap tajam kepada Rose. Klontang! Tanpa sengaja Jimmy menjatuhkan sendok yang mengenai sikutnya. Seorang pelayan dengan sigap ingin membantun namun Jimmy menolak dan ingin mengambilnya sendiri. “Tidak apa-apa, aku bisa mengambilnya sendiri.” ucap Jimmy membuat pelayan itu mengurungkan niatnya. Jimmy sedikit membungkukkan tubuhnya untuk meraih sendok itu namun disaat itulah ia tak sengaja melihat apa yang sedang terjadi di kolong meja dimana kaki jenjang Rose sedang bermain-main diatas lutut Erich. “Wow, dia gadis pemberani!” seru Jimmy dalam hatinya seraya menyunggingkan senyuman tipis disudut bibirnya. Jimmy kembali duduk dengan tenang seraya memperhatikan raut wajah Erich yang tampak merah padam, lalu ia juga memperhatikan raut wajah Rose yang tampak santai dengan senyuman tipis nan menggoda. “Aku tau benar bagaimana sifat Erich … dia angkuh dan kejam kepada semua wanita diluaran sana, tapi mengapa saat ini kulihat wajahnya merah sekali bahkan dia membiarkan Rose terus melakukannya? Ada apa dengannya?” gumam Jimmy dalam hatinya sembari terus memperhatikan raut wajah serta sikap adiknya tersebut. Nyonya Lanny yang tak tau apa yang sedang terjadi di kolong meja terus berbicara mengutarakan keinginannya dalam merencanakan pesta pernikahan yang akan dilangsungkan secara megah. “Bagaimana menurutmu, Rosie? Apa semua rencanaku sesuai dengan keinginanmu?” tanya Nyonya Lanny kepada Rose yang masih menggesekkan kaki jenjangnya pada kaki Erich di kolong meja. “Tentu saja, Nenek … tapi disamping itu aku juga ingin mendengar pendapat dari Tuan Erich. Sedari tadi Tuan Erich menatapku dengan tajam dan aku takut dia tidak menyukai pernikahan ini.” sahut Rose seraya menaikkan kakinya keatas pangkuan Erich. Apa yang dilakukan Rose saat itu membuat Erich sedikit gugup lantaran dirinya tak ingin Jimmy melihat kaki Rose diatas pangkuannya karena Jimmy duduk bersebelahan dengannya namun tanpa ia menyadari bahwa Jimmy telah mengetahui apa yang sedang terjadi. “Ternyata itu tujuanmu!” Erich akhirnya mengerti apa yang diinginkan Rose sehingga nekad melakukan trik murahan serta menggodanya. Erich menangkap kaki Rose sehingga membuatnya terperanjat. Erich menyeringai lebar seraya menatap Rose yang berusaha untuk melepaskan kakinya dari genggaman pria angkuh tersebut. “Kau salah Nona Rosie … aku menyukai semua rencana Nenek!” serunya dengan sengaja menarik kaki Rose sehingga Rose agak kesulitan untuk duduk dengan tenang dikursinya. “Benar-benar menyebalkan!” Rose lantas mengumpat Erich dalam hatinya seraya menahan kedua tangannya pada sisi meja agar dirinya bisa mempertahankan posisi duduknya dengan benar. Diam-diam Jimmy melirik sebelah tangan Erich yang sedang menggenggam pergelangan kaki Rose dan hal itu membuatnya kembali tersenyum tipis. “Heh, Erich bertemu dengan lawannya!” ucap Jimmy dalam hatinya. Nyonya Lanny sangat senang mendengar pernyataan cucunya barusan yang akhirnya setuju untuk menikah bahkan akan mengadakan pesta pernikahan secara megah. “Rosie, kau sudah dengar sendiri kan bahwa calon suamimu ini setuju untuk mengadakan pesta pernikahan kalian dengan megah!” seru Nyonya Lanny tampak begitu senang begitupula dengan Sydney. “Nek, di pesta pernikahan Erich dan Rosie nanti aku akan mengenakan gaun yang sangat indah!” seru Sydney tampak antusias. “Hei Sydney, kau jangan terlalu cantik di pesta nanti takutnya semua tamu undangan akan mengira bahwa kau adalah pengantinnya, hahaha!” celetuk Jimmy meledek adik bungsunya tersebut. “Hahaha, itu benar Sydney!” sahut Nyonya Lanny ikut tertawa. “Itu tidak mungkin, Nenek … Rosie akan terlihat sangat cantik ketika dia mengenakan gaun pengantin nanti!” ucap Sydney seraya menoleh kepada Rose yang masih mempertahankan posisi duduknya lantaran Erich terus menarik kakinya dari bawah kolong meja. Usai makan malam serta membicarakan rencana pernikahan Rose segera pamit untuk pulang kerumahnya. “Erich, antarlah calon istrimu pulang kerumahnya!” pinta Nyonya Lanny kepada cucu keduanya itu. “Itu tidak perlu, Nenek … aku bisa pulang sendirian!” sahut Rose cepat-cepat menolak. “Rosie, mana mungkin kami membiarkanmu pulang sendirian … selagi Erich memiliki waktu senggang lebih baik dia mengantarmu pulang.” ucap Jimmy kepada calon iparnya tersebut. “Itu benar, Rosie … Erich jarang sekali memiliki waktu senggang seperti ini karena pria yang gila kerja!” sambung Sydney menimpali perkataan kakak sulungnya. “Tapi aku benar-benar tidak mengapa bila aku pulang sendirian dan aku-” “Kenapa kau menolaknya, Rosie? Apa kau tidak mengerti yang dikatakan Jimmy dan Sydney tadi bahwa aku memiliki waktu senggang malam ini!” ucap Erich seraya menyeringai lebar kepada Rose. “Aku membencimu!” gerutu Rose dalam hatinya ketika saling bertatapan dengan Erich yang berniat untuk mengantarnya pulang kerumah. Mau tak mau Rose terpaksa masuk ke dalam mobil yang biasa digunakan Erich. Dari dalam mobil itu Rose melirik Erich yang sedang berbisik kepada Alden sebelum naik ke mobil dan duduk disampingnya. Alden pun menyusul dan duduk di kursi depan kemudian menyalakan mesin mobil, lalu menginjak pedal gas untuk melajukan mobil tersebut. Di sepanjang perjalanan Rose hanya diam seraya memalingkan wajahnya lebih memilih untuk menatap ruas-ruas jalan dari kaca mobil, sedangkan Erich duduk dengan tenang dan sesekali melirik Rose dari ekor matanya. Tak lama kemudian tiba-tiba saja Alden menghentikan mobilnya dijalanan yang cukup sepi, lalu ia keluar dari mobil tanpa berkata apapun. “Kenapa mobilnya berhenti?” tanya Rose kepada Erich yang lantas menoleh kepadanya seraya menyeringai lebar. “Sudah kubilang bahwa aku memiliki waktu yang cukup senggang malam ini, jadi aku bisa menemanimu bermain … mungkin melanjutkan apa yang kau lakukan dibawah kolong meja saat makan malam tadi!” ucap Erich seraya mendekatkan dirinya kepada Rose. Rose lantas mengumpat kesal dalam hatinya sembari berusaha untuk membuka pintu mobil itu namun sayangnya pintu mobil sengaja dikunci oleh Alden dan hal itu membuat Rose teringat ketika Erich berbisik kepada Alden sebelum masuk ke dalam mobil. “Sial! Dia sudah merencanakannya!” umpat Rose dalam hatinya serta diam-diam menyelipkan tangannya masuk ke dalam tas kecil yang dibawanya untuk mengambil pisau lipat guna mengancam Erich. Dengan cepat Rose membuka pisau lipat, lalu mengarahkan mata pisau lipat tersebut ke perut Erich yang berusaha untuk mendekatinya. “Jangan mendekat atau mata pisau ini akan menembus kulit perutmu!” seru Rose mengancam Erich.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD