Sikap Yang Berbeda

1183 Words
Tibalah Rose di sebuah rumah yang membuat semua kenangan bermain di dalam ingatannya. Setelah turun dari mobil, ia memandangi taman kecil yang dulu sering ia dan Rosie jadikan sebagai tempat untuk bermain bahkan masih lekat dalam ingatannya ketika Rosie merengek padanya untuk dibacakan sebuah buku cerita saat mereka sedang duduk bersantai bersama di taman kecil tersebut. “Aku semakin merindukannya.” ucap Rose dalam hatinya sembari tersenyum tipis saat menatap taman tersebut. “Nyonya, Nona Rosie kembali!” seruan seorang pelayan yang berdiri di ambang pintu membuat Rose terperanjat dan lantas menoleh padanya. “Ya, kini aku adalah Rosie!” serunya Rose dalam hati sembari melangkah mendekati pintu utama rumah yang terpaksa ia tinggalkan 18 tahun silam. Ada hal aneh yang Rose lihat dari sikap para pelayan yang berdiri diambang pintu. Mereka seolah menatapnya dengan tatapan sinis. “Ada apa ini? Kenapa mereka menatapku seperti itu? Mereka bahkan tidak menyambutku dengan ramah layaknya para pelayan yang menyambut kepulangan majikannya!” tanya Rose dalam benaknya sembari memperhatikan sikap dari para pelayan dirumah itu. Rose memilih untuk mengacuhkan sikap para pelayan yang menatap sini kepadanya. Ia terus melangkah masuk ke dalam rumah dengan membawa sebuah koper yang sama persis seperti koper yang dibawa Rosie ketika kabur bersama kekasihnya dari rumah itu. “Akhirnya kau kembali!” Rose lantas menoleh pada sosok wanita paruh baya yang tampak begitu kesal kepadanya. “Brenda!” ucap Rose dalam hatinya seraya menatap ibu tirinya tersebut. “Dasar manusia tidak tau diuntung!” hardiknya seraya melayangkan tangannya hendak memukul Rose namun anak tirinya tersebut dengan cepat menangkap tangannya. Brenda kaget saat merasakan genggaman tangan Rose yang begitu erat pada pergelangan tangannya. “Kau ingin memukulku!” Rose menampilkan raut wajah yang begitu geram kepada Brenda bahkan ia juga begitu mendekatkan wajahnya sehingga tatapan matanya yang sangat tajam seolah ingin membunuh ibu tirinya detik itu juga. “Mulai sekarang di dalam mimpimu sekalipun kau tidak akan bisa menyentuhku!” seru Rose kemudian mendorong Brenda hingga terpental jatuh kelantai. Melihat apa yang dilakukan Rose pada Brenda membuat para pelayan terkejut termasuk salah seorang pelayan wanita yang sedari tadi menatap sosok Rose dengan kedua matanya yang sudah berair. “Ini tidak mungkin….” ucap pelayan yang bernama Kelly dalam hatinya. Para pelayan lainnya sibuk membantu Brenda untuk bangkit sedangkan Rose masih menampilkan raut wajahnya yang tampak begitu murka kepada Brenda. “Aku bersumpah kau adalah orang terakhir yang akan menerima pembalasan dariku!” ucap Rose dalam hatinya sembari terus menatap tajam kepada ibu tirinya itu kemudian ia pun berlalu melangkah menaiki anak tangga menuju lantai atas dan segera menempati ruang kamar yang dulu pernah ia tempati bersama saudari kembarnya. Setelah mendapatkan perlakuan kasar dari anak tirinya yang ia mengira adalah Rosie, Brenda tampak seperti orang bodoh lantaran ia merasa bingung sendirian di dalam kamarnya. “Kenapa tiba-tiba sikapnya berubah? Tenaganya kuat sekali bahkan raut wajah yang dia tunjukkan tadi seakan ingin membunuhku! Dari mana dia mendapatkan kekuatan itu? Apa jangan-jangan anak sialan itu berani menentangku karena kekasihnya?” gumam Brenda bertanya-tanya pada dirinya sendiri sambil mondar-mandir di dalam ruang kamarnya. Brenda begitu resah lantaran takut bila dirinya tidak bisa lagi untuk mengatur kehidupan putri tirinya tersebut. “Tidak! Aku tidak akan membiarkan kekasih Rosie menghancurkan rencana pernikahan ini … Rosie harus menikah dengan Erich supaya aku bisa menikmati kekayaan dari keluarga Dawson sebagai besan mereka! Keluarga Dawson sudah berjanji padaku mereka akan membantu memulihkan perusahaan peninggalan Edwin serta membiayai hidupku bila Rosie dan Erich menikah nanti!” ucap Brenda bertekad serta melakukan apa saja demi mendapatkan tujuannya. Di dalam kamarnya Rose menyunggingkan senyuman di sudut bibirnya sambil mendengar suara dari ponselnya yang terhubung langsung dengan sebuah alat kecil yang berguna untuk merekam suara. Sebelum mendorong Brenda, Rose diam-diam menempelkan alat tersebut pada sisi pakaian yang di kenakan ibu tirinya tersebut. “Heh, jadi itu yang kau inginkan? Aku jamin kau hanya bisa bermimpi, Brenda … karena cepat atau lambat aku akan mengalihkan semua saham perusahaan kepada Rosie bahkan kau juga tidak akan bisa menikmati kekayaan keluarga Dawson karena aku akan menghancurkan rencana pernikahan ini!” ucap Rose yang sudah menyusun rencana untuk membuat kehidupan Brenda seperti berada di dalam neraka. Malam harinya Rose yang baru saja selesai mandi mendengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya. Dengan langkah kakinya yang jenjang Rose menghampiri pintu lalu membukanya. Disana berdirilah seorang wanita paruh baya yang sedang menatapnya dengan pandangan mata yang sayu. “Kelly!” Batinnya sembari menatap pelayan yang dulu pernah mengasuhnya ketika kecil. “Nona….” Tak hanya pandangan matanya yang tampak sayu suaranya yang lembut pun kembali terngiang di telinga Rose hingga menyentuh hatinya. “Tidak! Aku tidak ingin semua rencanaku terbongkar … aku harus menjadi diri Rosie demi mencapai tujuanku selama ini!” Rose berusaha untuk menahan dirinya ketika melihat sosok wanita paruh baya yang kini berada dihadapannya. Rose pun bersikap biasa saja di depan kedua mata Kelly yang terus menatapnya namun pada kenyataannya Rose sedang berperang dengan emosinya yang seolah tidak terkendali di dalam relung hatinya. “Ada apa?” tanya Rose pada Kelly sembari menirukan gaya bicara Rosie yang sejatinya ceria. “Saya membawakan makanan kesukaan anda,” sahut Kelly sembari menunjukkan sepiring makanan yang masih tertutup rapat. Pandangan Rose berpaling pada piring yang masih berada diatas tangan pelayan yang berdiri diambang pintu kamarnya. Kelly berusaha untuk menahan air matanya tatkala ia menatap raut wajah anak yang pernah ia asuh dan kini sudah tumbuh dewasa. “Anda belum makan malam, jadi saya membawakannya untuk anda.” sambung Kelly lagi pada Rose. Tangannya sedikit gemetar ketika hendak membuka penutup piring itu untuk menunjukkan makanan yang ada di dalamnya. Deg…. Jantung Rose lantas berdetak kencang ketika dirinya melihat penutup piring itu terbuka dan di dalamnya terdapat makanan yang sangat disukainya ketika masih kecil. “Pie Apel!” serunya dalam hati. “Saya khusus membuatkannya untuk anda, Nona.” ucap Kelly dengan suaranya yang terdengar bergetar lantaran menahan rasa harunya ketika melihat sosok Rose di hadapannya. Rose masih menatap makanan kesukaannya tersebut, lalu tanpa berpikir panjang ia langsung mengambilnya dari tangan Kelly. “Terima kasih.” ucap Rose setelah mengambil makanan itu kemudian menutup kembali pintu kamarnya. Ia bersandar di balik pintu kamarnya sembari menghela nafas panjang. “Kelly, apa kau sadar bahwa aku adalah anak asuhmu?” tanya Rose dalam hatinya seraya menatap Pie Apel buatan pengasuhnya tersebut. “Semenjak kejadian itu aku tak pernah lagi merasakan Pie Apel buatanmu.” ucap Rose cepat-cepat menghampiri sisi ranjang tidurnya seolah dirinya sudah tidak sabar ingin menyantap makanan kesukaannya tersebut. Sementara itu Kelly masih berdiri tegak di depan pintu kamar yang kini di tempati Rose. Air matanya jatuh begitu saja walaupun dirinya sudah berusaha untuk menahannya. “Aku tau dia tidak akan menolak Pie Apel buatanku … jika dia adalah Nona Rosie dia pasti akan menolaknya karena Nona Rosie tidak pernah menyukai Pie Apel!” ucap Kelly dalam hatinya sambil menahan isak tangis yang hendak keluar dari mulutnya. “Aky selalu yakin bahwa Nona Rose masih hidup dan akhirnya Tuhan memberi kesempatan padaku untuk melihatnya lagi setelah 18 tahun dirinya menghilang.” ucap Kelly lagi dalam hatinya dengan air mata yang telah membasahi wajahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD