1.3

1547 Words
Amira duduk di salah satu meja di kantin dengan posisi tegap dan tangan dilipat di atas meja. Ibu-ibu yang jualan di kantin Bina Bangsa sedang melayaninya seperti seorang Ratu. Iya sih, Ayah bilang aku emang ratu, gumam Amira kemudian tersenyum lebar. Ia sedang melewati jam pelajaran untuk yang ke sekian kalinya. Karena begini, menurut seorang Amira Queensha Amzari yang telah sangat paham dengan dunia persilatan anak baru ini, yang ia dapat dari hasil mengamati anak-anak baru di sekolahnya dulu, bahwa para anak cowok cenderung mendekati anak baru. Amira tidak ingin hal itu terjadi pada dirinya apalagi mengingat dirinya ini cantik yang pake sekali, alias cantik sekali. Ia tidak ingin berurusan dengan anak cowok manapun yang tentu saja tidak sesuai dengan standarnya, yang mana standar seorang cowok untuk Amira adalah cowok paling tampan dan paling populer satu sekolahan, dan untuk itu ia tengah membangun images baddas agar para cowok bodoh itu tidak membuang-buang waktunya. Hal ini jadi semakin harus dilakukan karena ia telah berjanji pada Ayah untuk tidak pacaran lagi. Jadi Amira yang sangat mudah jatuh hati ini harus benar-benar membentengi dirinya dari semua godaan yang mungkin datang. Ya meskipun bisa dipastikan tidak semua godaan yang mereka lancarkan bisa membuatnya terpengaruh. “Makasi, Buuu..” ucap Amira riang begitu pesanannya di antarkan satu per satu pada mejanya. Aroma yang keluar dari tiap masakan itu semakin membuat liurnya menetes, ah beruntung sekali tadi ia dan Ayah terlambat bangun sehingga ia datang dengan perut kosong ke sekolah. “Wuaah.. lo, pesta?” Amira sudah berdecih kesal ketika mendengar sapaan dari kaum yang sedang tidak ingin ia temui. Muka masamnya langsung berubah normal begitu menyadari bahwa yang menginterupsi waktu pentingnya barusan adalah cowok yang bisa dikatakan lolos seleksi visual untuk berbicara dengannya. “Oh, iya nih,” jawab Amira kemudian menyicipi kaldu soto Bu Ayu yang katanya terkenal bahkan sampai digilai oleh lima belas angkatan. Kursi di depan Amira di tarik dengan cepat dan bersamaan dengan itu cowok itu duduk di depannya. “Minggu ini jajan gue dibatasi karna remedi dua tiga mapel sekaligus, apa lo keberatan ngundang gue ke pesta lo? Sebuah pesta ga akan pernah lengkap tanpa kehadiran tamu, bukan?” “Oh ya? Mapel apa aja?” tanya Amira yang seperti lupa bahwa cowok itu sudah mulai memakan makanannya. Ia merasa bertemu dengan belahan jiwanya, seseorang yang tepat sama sepertinya yang selalu mendapatkan omelan setiap selesai ulangan harian. “Matematika, Kimia sama Bahasa Inggris.” “Uughh. Gue benci Kimia.” “Iya ‘kan?” tanya sang cowok memberikan persetujuannya dan Amira kembali mengangguk. “Ini udah lo bayar semua ‘kan?” tanya nya lagi. “Udah, lo tenang aja. Sebagai sesama pejuang remedi, gue traktir lo pagi ini.” “Thanks, semoga kebaikan lo pagi ini dibalas dengan engga remedi di ulangan berikutnya.” “Aamiin, Thanks.” “Yoii..” >>>  Pelajaran sudah berlangsung dengan hikmad sebelum Amira Queensha Amzari mengetuk pintu.  Semua mata menoleh ke sumber gangguan, Amira menoleh pada pak Shadi terlebih dahulu baru kemudian menoleh pada teman-teman barunya.  Mata Amira dan teman sebangkunya beradu sepersekian menit kemudian keduanya saling membuang muka, tak ada secuil kepedulian diantara mereka. Hari ini entah sudah hari yang keberapa dan keduanya masih belum bertegur sapa. Danis merasa tidak ada yang perlu dibicarakan dengan teman barunya itu sedang Amira yang terlanjur tersinggung di pertemuan pertama mereka tidak sudi mengeluarkan suara untuk cowok itu. “Cepat masuk!  Malah buang muka segala,”  ucap pak Shadi marah. “Teman sebangku saya ga ada yang lebih manusiawi apa, Pak?” tanya Amira pada Pak guru yang bahkan bukan wali kelasnya itu. Memangnya Pak Shadi digaji untuk memberikan Amira Queensha Amzari teman yang manusiawi? Ada-ada saja. “Ga ada, di sini alien semua dan kalau kamu masih membuang-buang waktu saya lebih baik kamu gosok semua WC di gedung Selatan!” Amira memutar matanya kemudian dengan tidak ikhlas masuk ke dalam kelas dan terus berjalan menuju meja yang sudah dihuni oleh pria tanpa nama yang sok kegantengan sialan. Ia sempat-sempatnya mengomel karena susah untuk lewat. Posisi meja keduanya beradai di pojok kiri kelas dengan Amira yang diapit oleh cowok tanpa nama astaga gantengnya dan dinding. “Lo geseran dikit apa ga bisa?” Namun yang didapat Amira hanyalah Danis yang mematung menghadap papan tulis berpura-pura memperhatikan tulisan cakar ayam Pak Shadi.  “Eh..  Ini anak juara umum gedung Selatan apa ya? Sok fokus kali,” tanya Amira pada cewek yang duduk di belakang cowok tanpa sama yang sialnya memang ganteng.  Amira berhasil duduk di bangkunya setelah dengan kasar mendorong bangku, sekali lagi, cowok tanpa nama dan ternyata juga tanpa ekspresi ke depan, membuat si cowok sok fokus terjepit antara meja dan bangkunya sendiri. Rasain dasar cowok sok keren! Danis tau kalau makhluk bernama perempuan itu sangat menyebalkan, merepotkan dan sangat melelahkan kalau kita terjebak bersamanya, ya tentu saja Mamanya adalah pengecualian. Sungguh Danis baru tau kalau perempuan juga menyandang status makhluk paling kasar di muka bumi. Ia meringis begitu dadanya terbentur pinggir meja, kekuatas cewek ini pasti luar biasa sampai dia bisa dengan mudahnya mendorong Danis yang bobotnya jauh lebih besar ini. “Bisa noleh juga ini anak, kirain emang kaku tuh leher lo!” kekeh Amira kemudian membuka buku pelajaran berniat bergabung dengan dua puluh sembilan temannya yang lain, memperhatikan papan tulis. Hanya saja Amiradibuat cukup kaget ketika cowok di sampingnya itu menghempas kursi dan mejanya sekaligus. Bunyi antara meja ataupun kursi dengan lantai terdengar sangat nyaring di telinganya. “Ada masalah, Danis?” tanya Pak Hadi pada siswa favorit hampir semua guru di Bina Bangsa. “Lo sengaja mancing gue? Lo pikir gertakan lo barusan mempan-” “Maaf sebelumnya, tapi kalau kamu masih mau duduk denganku, silahkan tutup mulut selama kegiatan pembelajaran berlangsung!” ucap Danis dengan nada super tenang padahal ia sangat ingin mencekik gadis kasar ini. Amira menganga, yap ia hanya bisa menganga tanpa mengeluarkan semua kata yang telah ia susun rapi di otaknya. Selama hampir seminggu duduk berdua, ehem maksudnya berdua itu bukan yang berdua-duan, baru kali ini ia mendengar si cowok tanpa nama berbicara padanya. Kalimat terpanjang yang Amira dapat darinya juga wajahnya yang tepat berada di depan wajahnya membuat otak Amira langsung error. Sialan sekali, Amira tidak bisa fokus untuk mendengarkan pelajaran karena hatinya sudah diselimuti oleh hasrat untuk menguliti cowok di sampingnya. Dan sampai jam pelajaran berakhir yang bisa Amira lakukan adalah menatap foto wakil presiden sambil mengepalkan kedua tangan juga menggigit bibirnya geram. >>>  Gedung Selatan dan gedung Utara Bina Bangsa menjadi sangat sepi saat jam pelajaran berlangsung, tapi beberapa jam kemudian berubah seperti sebatang kayu yang digerogoti rayap. Mereka, para rayap itu, berkeliaran di lapangan upacara, lapangan basket, lapangan futsal, kantin, ada yang keluyuran ke gedung Utara, ada yang mejeng di gedung Selatan, ada siswa yang menjahili gebetannya kemudian lari-larian ala-ala film India, ada yang sudah mengambil posisi di tangga zig-zag dengan HTSannya,  dan ada yang tinggal di kelas seperti Amira dan teman sebangkunya. Pertanyaannya sekarang adalah kenapa pula cowok ini ikut-ikutan untuk tetap di kelas saja selama jam istirahat? Amira tidak keluar kelas karena ia belum punya teman dan ikut berdesakan di kantin dengan dirimu sebagai orang asing adalah hal yang mustahil dilakukan Amira. Dan untuk teman sebangkunya, Amira tidak tahu kenapa si bisu ini tidak keluar, si bisu hanya pindah ke pojok kanan kelas, mengambil posisi terjauh dari dirinya. Kalau saka Amira tidak terjepit seperti ini sudah dipastikan Amiralah yang mengambil jarak darinya lebih dulu. Sial sekali, setiap gerak gerik cowok ini selalu membuat Amira merasa dihinakan. Siapa yang tidak kenal Daniel Putra Prambudi? Aktor tampan yang diberi gelar Calon Suami oleh semua perempuan pada masanya, masa di mana Om favorit Amira itu lajang, yang sejak menikah malah makin menjadi-jadi ketenarannya ternyata merepost postingan Amira yang menunjukkan wajah cantik sang Bunda. Om Putra tentu tidak akan pernah puas untuk membuat Ayah cemburu. Beliau selalu melakukan hal tersebut tiap kali ada wajah Bunda di foto yang Amira unggah, makanya jangan heran jika pengikut istagram Amira sudah seperti selebgram saja. Dalam keheningannya memperhatikan postingan teman lamanya di Garuda juga postingan Om Putra yang menunjukkan keseruan saat beliau liburan ke luar negeri, tiba-tiba Amira mendapat panggilan video dari seseorang yang sangat ia kenal sayangnya apa yang orang lakukan ini, melakukan panggilan video, terasa sangat tidak biasa. “Eh b***h!!! Ngapain lo ngomongin gue ke temen lo hah???” Amira ternganga, ia tidak pernah tau bahwa teknologi speaker ponselnya betul-betul mantap sampai satu detik yang lalu saat wajah sok cantik di ponselnya itu mengumpati dirinya. Keadaan kelas yang kosong begini membuat u*****n Fika mencuat dan tertanam cukup dalam di gendang telinganya. “Ema-” “-Lo pikir semua orang bakal mihak lo???  Intan bahkan udah ceritain semua yang lo bilang tentang gue!” sembur Fika dan tidak membiarkan Amira bicara, menyelesaikan satu katapun tidak ia izinkan. “Eh sempak kolong wewe! Kenyataannya lo memang sering mepet-mepetin Kevin gue, negara kita memberikan kebebasan bagi rakyatnya untuk bicara,  jadi gue lepasin uneg-uneg gue ke Intan. Dan soal Intan yang sampein semua itu ke elo.. ITU BONUS, dengan gitu lo bisa sadar diri,” balas Amira. “Kevin gue? Santai banget lo nyebut nama mantan pacar lo yang diputusin sama bokap lo sendiri, wahhh gila sih.. mantan rasa pacar. Enak di elo ga enak di Kev-” belum selesai Fika bicara, Amira sudah mematikan ponselnya, bukan memutuskan sambungan panggilan video tapi mematikan daya ponselnya.  “Si buruk rupa pasti kangen sama gue makanya pake video call segala. Cih! Ga level gue dikangenin sama lo, b***h!” Kemudian Amira menyadari bahwa ia tidak sendirian di sini, dengan gerakan slow motion, ia memutar kepalanya ke arah kanan dan ternyata si cowok sok fokus sedang menatapnya dengan wajah terpana. “Apa lo liat? Fokus aja sono ke wajah Presiden! Giliran ada banyak orang aja gaya lo sok cuek!”  tunjuk Amira pada wajah Presiden yang dipajang di depan kelas. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD