Bab Sembilan - Kanaya Sakit

2167 Words
Berkali-kali aku jatuh dari dekapanmu, dan dengan bodoh juga berkali-kali aku kembali pada dekapanmu. ***            Tubuh Kanaya semakin malam semakin menggil kedinginan, kepalanya juga kini terasa semakin berat, padahal, tadi perempuan yang kini hanya tinggal sendiri, dikarenakan ditinggal Asisten rumah tangangganya sekaligus security rumahnya pergi liburan pulang kampung itu semakin merasakan tubuhnya menggil kedinginan, Kanaya pun merasakan bahwa dirinya juga diserang demam.            Tadi sore saat ia pulang kantor, perempuan itu mulai merasakan tak enak di sekujur tubuhnya, dan Kanaya pun merasakan bahwa dirinya memang akan sakit.            Kanaya juga sudah menyempatkan memeriksakan dirinya ke Dokter, ia menerima obat darah rendah, karena tekanan darahnya yang mulai menurun, ia juga menerima obat penurun demam, juga flu dan batuk, penyakitnya sepele memang, tapi benar-benar menyiksa diri saat dirinya sendiri seperti ini.            “Keral,” lirihan Kanaya saat Keral mengangkat panggilannya. “Aku sakit,” lanjutnya.            Keral yang tengah menggengam tangan Nayla pun langsung melepaskan genggamanya, laki-laki yang awalnya duduk dengan nyaman di sisi tunangannya itu langsung berdiri, dan menerima panggilan terlpon dari Kanaya, saat Kanaya mengatakan bahwa ia tengah sakit, Keral tak pikir panjang ia bergegas untuk pergi dari Apartemen Nayla, tentu dengan tidak terburu-buru karena itu akan menimbulkan suara yang bisa saja membangunkan Nayla dari tidurnya.            Ah, Kanaya, nama itu akhirnya membuat Keral merasakan dadanya terhantam sesuatu, Keral mendadak jadi ingat Nayla, tanpa lama Keral memilih untuk memejamkan matanya, ia menarik napas, ia tahu semua ini salah, tapi Keral pun lagi berusaha, memilih mana jalan terbaik yang mesti ia tempu.            Keral berdusta kalau ia mengatakan ia tidak tertarik dengan Kanaya, Kanaya yang sekarang terlihat amat cantik, tapi tidak hanya itu saja, entah kenapa di dekat Kanaya hati Keral merasa riang gembira, Keral seolah menemukan perasaan baru, Keral seolah menemukan hal baru di dalam hidupnya, yang tidak ia temui pada hubungannya dan juga Nayla.            Yah, beberapa waktu terakhir ini Kanaya memang mengisi hati Keral, mengisi hari-hari Keral pula, perempuan bertumbuh langsing itu memang banyak membawa kebahagian bagi Keral, salah satunya saat Keral merasakan kepalanya ingin pecah, tangan Kanaya mulai meraba dagunya, membuat Keral merasa kegelian sekaligus kesenangan, membuat gairahnya bangkit lalu harinya semakin berwarna.            Kanaya mencoba membangunkan diri, dirinya yang masih meraskan sakit di kepala pun akhirnya menyerah, padahal berkali-kali ia mendengar bel berbunyi hingga ke seluruh penjuru rumahnya, tak berapa lama ponsel Kanaya kembali berdering, menampilkan nama orang kesayangannya.            “Aku enggak bisa bangun Keral,” jawab Kanaya dengan suara bergetar, bahkan saat mengangkat kepala saja Kanaya merasa ia tengah terbang ke langit ke tujuh.            Karena Keral tak sekali dua kali ke rumah Kanaya, laki-laki itu ingat ada pintu di samping bagasi yang bisa membuat dirinya memasuki rumah itu, dan biasanya pintu itu tak dikunci oleh Kanaya.            Mengingat ini dalam keadaan yang genting, akhirnya Keral menuju di mana pintu itu berada, benar saja tanpa mengeluarjan tenaga lebih Keral bisa memasuki rumah Kanaya tanpa susah, Keral akhirnya segera menuju ke kamar Kanaya, tanpa mengetuk pintu kamar terlebih dulu, Keral langsung membukanya.            Kepala Kanaya terlihat muncul dari balik selimut saat Keral memanggil namanya, wajah Kanaya terlihat pucat, membuat lagi-lagi Keral merasa tak suka dengan keadaan yang menyakitkan ini untuk Kanaya.            “Panas banget,” keluh Keral saat menyentuh kening Kanaya. “Kamu sudah minum obat?” tanya Keral lagi tangannya meraih punggung tangan Kanaya.            Kanaya yang berada dalam selimut mengangguk membuat Keral mengembuskan napasnya, lalu kembali merapikan selimut Kanaya. Keral menatap wajah Kanaya, mata sendunya membuat Keral memejamkan matanya, apa yang mesti Keral lakukan saat ini, oh iya ada, Keral ingat.            Keral membuka selimut Kanaya membuat Kanaya menatapnya lalu bertanya ada apa.            Keral menggeleng saat melihat Kanaya sudah memakai piama tidur, tangannya mengarah kepada kausnya, lalu mengangkat kaus itu hingga lolos dari badannya.            “Kamu ngapain Keral?” tanya Kanaya dengan suara takut-takut, membuat Keral tertawa melihat raut wajah Kayana itu.            “Aku akan mengobati kamu Kanaya, tenang, aku enggak akan macam-macam,” jawab keral enteng sambil terus membuka pakaiannya, menyisakaan boxer sebagai lapisan sebelum ke celana dalamnya.            “Keral...,” lirih Kanaya saat Keral mulai melangkah ke tempat tidurnya, Keral menyusup ke dalam selimut Kanaya lalu memeluk Kanaya dalam selimut itu.            “Peluk aku Kanaya, biar suhu tubuhmu pindah ke aku,” suruh Keral dramatis, Keral lagi-lagi menarik tubuh Kanaya dalam pelukannya, tak lupa ia mengecup kening Kanaya yang mulai mengeluarkan keringat itu, tubuh mengigil milik Kanaya kini sudah sepenuhnya berada di dalam pelukan Keral, membuat tubuh Keral sedikit banyak sekarang merasakan hawa panas yang berasal dari tubuh Kanaya.            Pipi Kanaya kini mulai memanas, bukan karena suhu tubuhnya yang semakin naik, tapi keadaannya sekarang yang sangat itim dengan Keral membuat dirinya merasa sangat malu.            Kepala Kanaya ia seludupkan di bawah dagu Keral, ia juga merasakan tangan Keral mengelus kepalanya dengan lembut, sesekali Kanaya juga merasakan pucuk kepalanya dicium oleh Keral, napas Keral pun kadang menubruk pipinya, kadang juga menubruk ke daun telinganya, membuat dirinya merasa keadaan yang lebih baik beberapa waktu lalu, Kanaya meraskan suhu di tubuhnya tak lagi panas seperti tadi.            “Aku ngantuk Keral,” keluh Kanaya sambil membalas pelukan tubuh Keral di tubuhnya, membuat Keral semakin erat memeluknya.            “Tidur aja,” jawab Keral enteng lalu menurukan wajahnya, menatap wajah Kanaya dengan mata yang sudah terpejam, mengikuti Kanaya yang sudah memejamkan matanya, akhirnya Keral ikut memejamkan matanya.            Tenang, sungguh tenang, Kanaya merasakan dirinya tenang dalam degapan Keral, membuat dirinya terus memasukan diri ke dalam tubuh yang memeluknya itu.            Jam dinding yang berada di kamar Kanaya sudah menunjukan pukul satu pagi, Kanaya yang terbangun akibat kehausan pun membuka matanya, bibrinya menarik senyum saat Keral masih berada di sampingnya, d**a laki-laki itu kini menjadi tempat Kanaya menyandarkan kepalanya, membuat Kanaya lagi-lagi tersenyum, demam di tubuhnya pun mulai turun, Kanaya tak lagi merasakan dirinya mengigil. Kanaya bangun dari tempatnya, membuat satu gerakan yang juga menyadarkan Keral dari tidurnya.            “Mau ke mana Kanaya?” tanya Keral tetap dalam keadaan menutup mata, tangan laki-laki itu ingin menarik tubuh Kanaya, tapi sial, ah entah ini kesialan atau apa tapi telapak tangan itu malah menyentuh salah satu bagian di tubuh milik Kanaya, membuat Keral langsung membuka matanya, satu hal yang langsung menyambut mata Keral saat terbuka, yaitu meronanya pipi Kanaya.            Tapi Keral malah tak menjauhkan tanganngan dari tempatnya itu, membuat Kanaya malah memjamkan mata saat tangan Keral mulai merabah buah dadanya itu.            “Kamu tidak memakai dalaman?” tanya Keral saat Kanaya sudah mulai berbaring kembali pada tempatnya, membuat Keral juga mengubah posisinya, ia menyangga kepalanya dengan satu tangannya yang tidak dalam keadaan sibuk, sedangkan Kanaya mulai merasakan hal aneh saat tangan Keral terus menerus bermain di atas dadanya.            Pipi Kanaya tentu semakin memerah, ia malah memposisikan dirinya menghadap ke arah Keral, lalu mengecup sekilas bibir Keral.            Entah kenapa menurut Kanaya bibir Keral adalah benda yang sangat manis, bibir laki-laki itu sangat sexy membuat Kanaya ingin terus menciumnya.            “Kanaya,” suara Keral berubah menjadi berat membuat Kanaya mendongkak, matanya terlihat sudah dikabuti oleh hawa nafsu, saat Keral memegang keras buah dadanya, Kanaya mendesah berat, tangannya ia arahkan kepada dagu keral dan menciumnya.            Keral menarik napas, setelah melepaskan tangannya dari buah d**a Kanaya, Keral bangun dari posisi tidurnya, ia memandang Kanaya yang masih memandangnya dengan senyuman membuat Keral merasakan dirinya sudah mendapatkan izin, seolah Kanaya mulai mengizinkan dirinya untuk terus menjamah tubuh Kanaya.            Akhirnya Keral kembali menundukan wajahnya, bibirnya ia pertemukan dengan bibir Kanaya yang kini tak lagi berwarna putih pucat, tangan Keral pun mulai membuka satu persatu kancing piama Kanaya, hingga memperlihatkan sesuatu yang ia remas tadi.            Ciuman Keral turun dari bibir Kanaya, ke arah d**a perempuan itu, sebelum benar-benar menguasai d**a Kanaya dengan mulutnya, Keral diam sejenak, tatapanya turun kearah ujung buah d**a Kanaya yang berwaran merah muda.            “Kamu sempurna Kanaya,” bisik Keral tepat di telinga Kanya, membuat Kanaya hanya bisa tersenyum dan mengangguk.            Satu tangan Keral kini mulai membelai buah d**a sebelah kiri Kanya, membuat Kanaya mengaduh karena permaiann Keral yang sedikit Kasar, Keral pun kini sudah mulai memposisikan dirinya di atas Kanaya, sambil sesekali bergantian mencium bibir Kanaya juga buah dadanya sebelah kanan.            Kanaya merasakan hawa panas kembali ke tubuhnya, tapi kali ini bukan hawa panas yang menyakitkan, tapi membuat dirinya berasa terbang.            Desahan demi desahan keluar dari mulut Kanaya saat Keral melakukan apa yang membuat mereka kenyamanan dengan baik, buah dadanya sebelah kiri terus diremas oleh Keral sedangkan buah dadanya di sebelah kanan terus diciumi, juga digigit, membuat Kanaya tak tahu harus apa hingga perempuan itu hanya bisa mendesah, menyebutkan nama Keral dan bernapas terengah.            “Keral,” panggil Kayana saat Keral melepaskan diri dari buah dadanya yang sebelah kanan.            Keral tersenyum miring saat buah d**a Kanaya terlihat banyak sekali bekas ciumannya, Keral kembali mencium bibir Kanaya lalu menjatuhkan bibirnya di leher Kanaya, mengigit juga meninggalkan bekas berwarna merah di sana.            Tubuh Kanaya merasakan hal yang aneh, setelah mengatur napas, bibirnya lagi-lagi dicium oleh Keral.            Ini adalah pengalaman pertama Kanaya, ia tak tahu harus berbuat apa, bahkan melihat Keral di atas dirinya saja sudah membuat Kanaya bersemu merah, melihat ia sudah bertelanjang d**a, dadanya mendapatkan perlakuan khusus dari Keral pun membuat dirinya mengaduh tak mampu menahan atas rasa yang dihadirkan oleh bibir juga tangan dari laki-laki itu.            Karena terlalu sibuk dengan rasa nyaman dan desahan, Kanaya tak melihat lagi wajah Keral yang sudah dalam posisi turun ke bagian bawah tubuhnya, dari d**a hingga ke perutnya, laki-laki itu seolah mencicipi semua sisi d**a juga perut Kanaya, membuat Kanaya kadang merasa geli sendiri.            Keral akhrinya memberanikan diri untuk menyusupkan sebelah tangannya ke area intim Kanaya yang ternyata masih dilapsi oleh sehelai kain.            Mata Keral kembali menatap mata Kanaya, perempuan itu kini kembali berkeringat hasil dari pekerjaan yang sedari tadi Keral kerjakan, tapi jujur, Kanaya sekarang terlihat lebih mengoda, mulutnya yang terus mendesah, napasnya yang terengah membuat dadanya naik turun.            “Boleh Kanaya?” tanya Keral dengan memberikan kode tangannya yang masih di dawah sana, menyentuh inti dari tubuh Kanaya, Kanaya mengigit bibir bawahnya, merasakan pusing saat tangan Keral naik turun di sana, Kanaya mau tapi juga takut. “Aku akan pelan-pelan,” sambung Keral seolah mengerti dengan apa yang ada di dalam pikiran Kanaya.            Kanaya mengangguk kecil, membuat Keral kembali mencium bibrinya, senyum laki-laki itu terbit, tak lama dari itu ia menurunkan celana piama Kanaya juga celana dalam perempuan itu, membuat tubuh Kayana mampu ia pandang tanpa satu penghalan pun.            “Keral,” lirih Kanaya, tangannya ikut tiba-tiba saja menutup inti dari tubuh dirinya yang masih di pandang oleh Keral.            Keral tersenyum, lalu mengangkat kepalanya mengarah keapda Kanaya yang memanggilnya tadi.            “Pelan ... aish pelan-pelan, Ke... ral,” rintih Kanaya saat merasakan jari Keral sudah mengesek intinya, lirihan itu membuat Keral tersenyum geli, lebih-lebih saat ia melihat Kanaya yang tak bisa bicara dengan benar.            Keral akhirnya terus menerus mengesek inti dari Kanaya, membuat Kanaya tak lagi bisa berbicara dengan benar. Kanaya hanya bisa mengeluarkan desahan, dadanya naik turun bersama dengan udara yang mulai Kanaya cari, tubuhnya panas dingin saat jari terlunjuk keral maju mundur di bawah sana. Sedangkan Keral mengelengkan kepala, rasa sempit itu membuat dirinya semakin kencang memaminkan tangannya di inti tubuh Kanaya.            Gila, Kanaya sunguh luar biasa, tubuhnya mulus tanpa ada kekuarangan sama sekali, desahannya pun membuat gairah Keral rasanya terbakar, membuat Keral tak bisa menahan napsunya untuk memainkan inti dari tubuh Kanaya.            “Keral....” Kanaya berteriak, memegang tangan Keral yang masih maju mundur di bawah sana, Kanaya tak tahu ini apa, bulu kuduknya meremang, tenggorkan Kanaya rasanya tercekat, ia, akhirnya mengeluakan pelepasan yang semakin membuat Keral tersenyum menang.            Melihat tubuh Kanaya yang menegang, Keral tentu semakin giat melakukan pekerjaannya, ia terpesona dengan tubuh Kanaya, ia ingin terus memainkan tangannya di bawah sana, akhirnya cairan dari tubuh Kanaya membuatnya tersenyum, ia kembali ke atas, mencium wajah Kanaya yang masih mencoba mencari udara untuk menambah napasnya.            “Aku yakin, kamu pasti sudah sembuh,” bisik Keral sambil terus menciumi wajah Kanaya.            Keral menarik tisu yang ada di atas nakas Kanaya, membersihkan sesuatu yang menjadi hasil dari pekerjaanya, dan sesekali melihat Kanaya yang masih mendesah karena ia kembali menggoda Kanaya dengan memaju munduran tangannya lagi.            “Keral,” rintih Kanaya yang membuat Keral kembali mengadahkan kepalanya, laki-laki itu kini tak lagi berkutat dengan inti tunbuh Kanaya, ia mendengarkan Kanaya, menatap mata itu lalu tersenyum.            “Apa, kamu mau aku ...,” perkataan Kanaya terhenti, Keral tak sanggup melihat wajah Kanaya yang penuh keringat itu, ciuman itu terbalas saat Keral mengigit bibir Kanaya dengan keras, membuat Kanaya menarik rambut Keral yang sama basahnya dengan rambutnya.            “Apa Kanaya, kamu mau apa?” tanya Keral setelah melepaskan ciumannya, Keral menatap Kanaya yang pipinya kembali berwarrna merah itu,            “Apa kamu mau aku main juga?” tanya Kanaya sambil menelusuri tubuh Keral, membuat Keral tersenyum miring dan kembali menjatuhkan dirinya di atas buah d**a Kanaya.            Jantung Kanaya berdetak tak karuan saat tangannya sudah menuju tempat yang ia mau, tempat inti tubuh Keral.            “Kanaya,” tegur Keral. “Nanti, aku kenalin kamu ke orangtuaku ya,” lanjutnya yang membuat Kanaya semakin terbang hingga ke langit ke tujuh.            Ternyata Kanaya tak salah pilih laki-laki, Keral membuat dirinya merasa dihargai, Keral sungguh bisa memahami Kanaya, Keral benar-benar seolah tercipta untuk Kanaya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD