9

2708 Words
'Aku terus memerhatikan bunga itu dan memancing kupu-kupu cantik itu. Aku yakin, aku bisa menjadi tempatnya yang lebih nyaman untuk menghinggap'- Ares Pratama             Mikaela memperhatikan kalau Marcel terlihat sulit menjawabnya. Mungkin, permintaannya terlalu berlebihan karena ingin bicara berdua dengan orang yang baru dikenal, meskipun dia adalah kakak dari Willy. “A-aku minta maaf! Aku akan ikut denganmu.” Mendengar itu, tatapan Marcel melembut pada istrinya. Dia berpikir kenapa dia harus meragukan istrinya? Kalau ragu, berarti dia sama sekali tidak mempercayai Mikaela. “Baiklah, nanti kamu jangan telat pulang, ya!” Marcel mengangguk memberi izin.             Mikaela mengerjap tak percaya mendengar sang suami memberi izin untuknya. Mikaela memang sudah menunggu saat ini! Saat  dimana dia bisa bicara banyak dengan Ares. Bukan apa-apa, tapi soal Willy. Dia ingin tahu beberapa hal dari Ares. “Memangnya hal itu sedemikian penting, Nyonya Buana?” tanya Ares kemudian. Dia sengaja mengalihkan perhatian supaya tidak terlalu ketara betapa senangnya dia saat ini. Siapa bilang dia tidak senang mendapat kesempatan hanya berdua dengan Mikaela? Ini adalah hal yang ditunggu-tunggunya. Dia ingin mencari kesempatan, eh! Malah datang sendiri. Mungkin Ares selalu beruntung saat berada di tanah airnya sendiri. ‘Aku merasa beruntung walau tadi sempat agak kesal,’ batin Ares. “Ya! Sebenarnya kalau Marcel gak sibuk, kita bertiga yang bicara. Rasa penasaranku belum tuntas! Aku lupa tanya sama kamu, ya? Kamu ada sedikit waktu?” Mikaela jadi gak enak karena bertindak semaunya sendiri. Marcel sudah mengizinkan, tapi Ares belum tentu punya waktu. ‘Aku akan memberikan semua waktuku untukmu, My Baby!’ “Kalau penting, masih ada sedikit!” jawab Ares sok sibuk berbeda dalam hatinya yang kini sangat bahagia.             Mendengar itu, Mikaela tersenyum senang lalu melihat ke arah Marcel. Suaminya mengangguk lalu pamit untuk pergi mengurus beberapa pekerjaan. Tak lupa, pria itu mengecup dahi istrinya dan mengelus rambut Mikaela sebelum pergi. “Nanti kabari aku, ya!” Marcel berpesan dan diangguki oleh sang istri. Sedangkan Ares menatapnya jengah, walau dia lagi-lagi berhasil menyembunyikan ekspresinya. Terlihat biasa saja, tapi hatinya sudah kebakaran! Setelah Marcel pergi, Mikaela langsung kembali ke tempat duduknya. Ia menatap Ares dengan serius. “Eum, Ares? Kamu sudah tahu sejak kapan Willy mengidap penyakitnya?” Mikaela memulai pembicaraan. ‘Ternyata dia hanya menggunakanku sebagai narasumber, ya? Baiklah, kalau ini akan menjadi alasan aku bisa dekat dengannya, akan kuladeni.’ Ares sedikit kecewa. “Dia mengalami gejala Parkinson sejak berusia 20 tahun. Penyakitnya tidak bisa disembuhkan, tapi bisa diperlambat efeknya,” jawab Ares sebenarnya. ‘Dan itu menjadi salah satu alasan Paman terus memperalatku waktu itu. Dia mengancam akan menghabisi Simon jika aku membangkang perintahnya,’ sambungnya dalam hati. “Selama itu? Berarti sebelum kami pacaran, dia sudah terkena penyakit itu? Hahh! Tapi, mau dibahas dan diusut sampai bagaimana pun, tetap saja dia tak kembali. Iya kan, Ares? Oh iya, ngomong-ngomong, apa kalian dekat?” Mikaela bertanya lagi soal kedekatan saudara kembar itu.             Ares bingung mau menjawab dari mana. Dia khawatir kalau ternyata ini adalah pertanyaan jebakan dari Mikaela. Willy pasti sudah lebih dulu memberi tahu segala sesuatu tentang dirinya pada Mikaela. Ares berpikir sejenak lalu berkata,” Apa adikku pernah cerita tentangku?” Dia harus bertindak cerdik disini. “Pernah! Tapi, Willy kayak gak suka gitu kalau membahas tentangmu. Hubungan kalian buruk?” ‘Itu dia! Untung saja, aku bertanya dulu!’ Ares mendapatkan poin pentingnya. “Kalau dibilang dekat tentu saja, karena kami kembar. Sewaktu kecil kami sangat akrab, tapi seraya waktu berlalu, kami jadi punya kesibukan masing-masing. Meski begitu, aku sangat menyayangi adikku, William Simon! Apa waktu membicarakanku, dia terlihat membenciku?” jelas Ares jujur dengan perasaannya. Pria itu memang menyayangi Willy, dengan caranya sendiri. Mendengar jawaban Ares, Mikaela tersenyum. Jujur dia kagum dengan kedekatan saudara kembar ini. “Mana mungkin Willy membencimu! Dia adalah orang terbaik yang pernah aku kenal, hanya saja, aku teringat kalau dia pernah bilang jangan berurusan denganmu. Mungkin dia bilang begitu karena kamu terlalu sibuk, jadi jangan berurusan denganmu?” ujar Mikaela dengan nada tak yakin diakhir. ‘Oh, jadi dia sudah memberikan aba-aba dari awal kepada Mikaela? Aku akan membuat Mikaela membuang pikiran buruknya tentangku. Maaf Simon, tapi Mikaela akan punya urusan yang panjang denganku. Lucu sekali, Mikaela terlalu polos menanggapinya.’ Ares merasa meang dalam hatinya. Aba- aba saang adik sepertinya tak bisa ditangkap oleh wanita ini. “Kamu benar! Saya memang terlalu sibuk. Yah, sekarang juga sama, tetap sibuk!” jawab Ares singkat sambil melihat kearah jam tangannya. Mikaela hanya mengangguk mendengarkannya. Tapi entah kenapa, Mikaela masih penasaran dengan Ares. “Memangnya anda sibuk apa?” Mikaela mempertanyakan kesibukan seorang Ares. ‘Bodoh banget, sih! Sibuk kerja lah, dasar bodoh!’ makinya pada diri sendiri dalam hati ingin menarik kata-katanya tadi.             Mendengar itu, Ares terkikik kecil. Dia merasa Mikaela sangat lucu mempertanyakan soal itu padanya. Tapi, sebuah ide merasuk ke pikirannya. Dia sedikit menyeringai lalu berkata,” Aku sebenarnya ingin jalan-jalan ke suatu tempat. Kalau terlalu lama disini, aku tidak akan punya waktu kesana. Sebenarnya, aku tidak sibuk bekerja hari ini.”             Yap! Ares memang pandai memancing seorang Mikaela. Dia yakin bahwa Mikaela akan minta ikut dengannya. Dia memanfaatkan rasa penasaran wanita itu terhadapnya supaya bisa lebih lama bersamanya. Memang, belum waktunya untuk mendapatkan wanita itu sekarang. Tapi, setidaknya sebentar lagi! Ares ingin membuat Mikaela mempercayainya terlebih dahulu. Mikaela memang terlalu polos dengan terjun sendiri dalam permainan Ares. Hal ini malah akan mempermudah Ares menangkapnya nanti.             Mendengar kata jalan-jalan, Mikaela langsung tertarik. Dia agak bosan dengan kesehariannya belakangan ini. “Ares, boleh aku ikut denganmu sambil kita bercerita?” tanya Mikaela tepat seperti perkiraan Ares. Pria itu sudah tahu betapa polosnya wanita dihadapannya ini. ‘Jangan anggap aku sama dengan Simon! Tapi, sikapmu yang seperti ini malah membuatku semakin tertarik.’ Ares membatin. Seketika, Mikaela langsung tersadar kalau dia bersikap terlalu lancang pada Ares. Dengan cepat, dia langsung meminta maaf. “Ma-maaf! Saya bersikap terlalu santai pada anda. Jujur, setiap melihat anda, saya selalu teringat pada Willy. Saya juga menganggap kalian sama saja, tapi itu tidak mungkin kan? Kalau anda keberatan juga tidak masalah.” “Jangan kaku begitu! Ayo kita pergi.” Ares menerima ajakan Mikaela untuk jalan-jalan bersama. Entahlah, mau disebut polos juga enggak, lebih tepatnya bodoh! Mikaela menganggap mereka sama saja! Dia sama sekali tidak ingat kalau Willy sudah memperingatkannya soal Ares, dulu. Wanita itu tertipu dengan sikap baik Ares yang dikiranya sama dengan kembarannya. “Ah! Aku izin pada Marcel dulu.” Kata Mikaela sambil mengirimkan pesan. Setelah itu, mereka pergi dari restoran itu. Tanpa sadar, seseorang mengikuti mereka dari belakang. “Saya harus ke Gama Tower dulu untuk mengambil mobil saya yang lain. Keberatan?” “Tidak juga! Aku juga ingin masuk langsung ke Gama Tower, boleh kah? Katanya itu adalah gedung tertinggi di Indonesia. Memang sih, aku sudah bosan dengan gedung tinggi, tapi tetap saja aku ingin menjelajahinya,” ujar Mikaela seakan memberi banyak kesempatan pada Ares. Pria itu tersenyum, eum… menyeringai lalu mempersilakan Mikaela masuk ke dalam mobilnya.   ~ARES~ Gama Tower                                                 Sampailah mereka di Gama Tower, salah satu property milik Ares. Tadinya Ares ingin langsung ke basement, tapi dia merubah pikirannya dan mengajak Mikaela ke lantai teratas gedung ini. Saat naik ke lantai teratas (bukan rooftop), Mikaela sangat mengagumi pemandangan kota dari atas. Memang dia tinggal diapartemen yang tinggi, tapi tetap saja gedung ini lebih tinggi. “Kamu suka?” tanya Ares sambil memperhatikan Mikaela yang sedang memandang kebawah. “Suka! Ini memngingatkanku dengan Amerika! Aku sudah lama tidak kesana. Banyak kenangan indah bersama Willy disana. Jadi pengen kesana lagi untuk nostalgia,” komentar Mikaela. Sebenarnya, mendengar Mikaela menyebut nama adiknya dengan sedemikian gembira membuatnya bertanya-tanya sendiri soal perasaan Marcel. Karena mana ada suami yang tenang kalau istrinya sibuk membicarakan orang lain, terlebih lagi mantannya. “Tuan Buana tidak cemburu mendengar kamu menceritakan soal mantanmu?” Ares bertanya terus terang.             Mendengar itu, Mikaela tersenyum lalu berbalik ke arah Ares, “Semua terlalu rumit dan panjang untuk diceritakan. Tapi, Marcel akan selalu percaya jika orang itu adalah Willy. Dia adalah mantan sekaligus sahabatku.” Mendengar itu, Ares terkejut! Dia sama sekali tak menyangka kalau hubungan suami dan mantan dari Mikaela sedemikian baik. “Begitu, ya? Apa kamu benar-benar mencintai suamimu? Maaf bertanya seperti ini, tapi bagaimana bisa kamu mencintai Marcel sementara dipikiranmu masih ada adikku?” Ares bertanya terus terang. Dia ingin tahu segalanya tentang wanita dihadapannya ini. “Aku mencintai Marcel! Aku yakin dengan perasaanku padanya! Perasaanku pada Willy dulu memanglah cinta, tapi saat aku memilih Marcel, hubungan kami tidak kandas. Kami juga memiliki hubungan sebagai sahabat. Dunia tidak sesempit itu kan? Kenapa kita harus memusuhi mantan? Lagian, Willy tetap memiliki tempat istimewa   di hatiku. Kalau dia tidak ada, mungkin hidupku sudah hancur,” jelas Mikaela membuat Ares tertegun.             Pria ini dapat menilai bahwa adiknya sudah melakukan banyak hal untuk melindungi wanita ini. Ah, termasuk dari dirinya juga. Willy juga memang hebat sampai berhasil mendapatkan kepercayaan Marcel yang adalah suami Mikaela. Mana ada suami yang bisa percaya begitu saja dengan pria lain apalagi jika hal itu berhubungan dengan istrinya. Mana ada suami yang tenang kalau istrinya terus membicarakan orang lain. Ya, Marcel juga memiliki sifat yang bagus dan pandangan yang luas. ‘Wanita ini sangat polos rupanya.’ Ares kembali membatin menilai Mikaela. “Oh iya? Kamu jadi pergi? Aku malah jadi curhat.” “Iya! Kita akan pergi ke Aquarium safari di kota ini. Aku suka dengan pemandangan akuarium dalam ruangan. Sudah lama juga aku tidak refresing,” jawab Ares diangguki oleh Mikaela. “Apa gedung ini milik pribadimu?” tanya Mikaela sepanjang perjalanan ke basement. “Bukan, tapi sebagian sahamnya saja yang milikku. Kalau bukan karena aku, property ini tidak akan pernah ada,” jawab Ares membuat Mikaela mengangguk kagum. “Bisnis propertymu pasti sangat besar, ya!” puji Mikaela lagi. “Ya, aku berusaha mendapatkan banyak property yang strategis dan menghasilkan. Aku juga berhasil mendapatkan saham ‘Burj Khalifa’ dan bekerja sama dengan beberapa orang lainnya yang memiliki gedung itu,” jelas Ares sambil sedikit pamer. “Kau punya saham disana? Hebat sekali, ya! Aku jadi agak segan, nih!” puji Mikaela. “Biasa saja!” Ares sedikit merendah untuk meninggi. Tentu saja, dia sombong. Namun dia agak menutupinya dihadapan Mikaela. “Ares, aku mau jujur. Sebenarnya, aku tidak sungkan padamu karena aku menganggapmu sebagai temanku. Apa kamu mau berteman denganku? Ah, bukan aku saja sih, tapi Marcel juga.”             Tentu saja, Ares terkejut dengan tawaran Mikaela untuk menjadikan dirinya teman. Ini terlalu cepat daripada dugaannya. ‘Ah, lebih mudah dari dugaanku, ya?’ Ares langsung memasang senyumannya sambil menatap Mikaela, “Bagaimana bisa saya menolak untuk menjadi teman dari sahabat adikku?” Dia memang sangat pandai berkata-kata. Mendengar itu, Mikaela tersenyum senang karena Ares menerima dirinya sebagai teman. Wanita itu masih belum curiga dengan maksud Ares dibalik semua sikapnya itu. Memang, Ares juga terlalu pintar menutupi sisi jahatnya dari wanita yang dicintainya ini.             Sesampainya di basement, mereka melangkah menuju tempat mobil Ares diparkiran. Perhatian Mikaela tertuju pada Lamborgini hitam yang terparkir disana. Tiba-tiba, Ares menekan remote mobilnya dan membuat mobil itu menghidupkan lampu depannya. Sontak Mikaela melihat ke arah Ares, “Itu mobilmu?” “Ya,” jawab Ares bangga tapi terkesan biasa saja. Dia sengaja membawa Mikaela ke gedung ini untuk memamerkan segala miliknya pada Mikaela. Dia seakan menunjukkan bahwa dia lebih unggul daripada Marcel, suaminya Mikaela. “Aku sudah lama sekali pingin menaiki mobil seperti ini! Papa dari dulu selalu melarangku menaiki berbagai jenis mobil sport, katanya bahaya. Marcel sepertinya tidak terlalu tertarik untuk mengoleksi mobil. Ah, kalau dipikir apa faedahnya juga, ya? Toh juga kita hanya bisa membawa satu mobil,” ujar Mikaela sambil memandangi lamborgini milik Ares.             Langsung saja Ares, membukakan pintu untuk Mikaela dan mempersilakan wanita itu masuk. Mereka kini sudah didalam dan berjalan menuju Neo Soho Mall karena disanalah ada aquarium safari di Jakarta. Mikaela cukup menikmati perjalanannya, karena ini kali pertama baginya menaiki lamborgini, dan tentu saja rasa beda. “Willy juga tidak tertarik dengan mobil seperti ini. Dia bahkan lebih suka jalan kaki,” ucap Mikaela lagi sebagai perbandingan antara saudara kembar ini. “Aku tahu! Adikku itu lebih tertarik pada kesederhanaan. Dia tidak menggunakan semua uang yang kuberikan dan tidak tertarik dengan Perusahaan.” Ares menambah penjelasan soal adiknya. Ya, tanpa terasa mereka sudah sampai.   ~ARES~ Jakarta Aquarium & Safari, Neo Soho Mall             Mikaela sudah lama tidak ke tempat seperti ini. Dia terlalu sibuk bekerja sampai ditempat yang dekat pun tidak dia jelajahi. Mereka berdua melihat berbagai jenis ikan di akuarium ini. Tempat ini memang cocok menjadi tempat melepas penat. Tak lupa, Mikaela mengabadikan beberapa momen di sini. Ares tersenyum sendiri melihat kepolosan wanita itu. ‘Dia memang berbeda. Dia sangat polos dibandingkan wanita lain sebayanya. Dia selalu memikirkan segala sesuatu dari segi positifnya. Sifat yang bagus dan hal itu yang membuat dirinya sangat istimewa.’ Ares mengagumi sifat Mikaela dalam hatinya. Meski baru ini dia mendapatkan kesempatan untuk lebih mengenal Mikaela, dia tidak bisa berhenti mengagumi wanita yang sangat cantik itu. Bukan saja cantik, dia juga baik hati. Sikapnya begitu lucu seperti anak kecil. “Tidak salah aku jatuh cinta padamu,” gumamnya pelan. “Kamu bilang apa?” tanya Mikaela samar-samar mendengar gumaman Ares. Tempat ini sedang sepi, tentu saja Mikaela bisa sedikit mendengar perkataan Ares. “Aku bilang, tidak salah Willy sangat menyukaimu.” Ares meralat kata-katanya. Wanita itu tersenyum mendengarnya,” Kamu tidak berpikir menyukaiku, kan? Jangan ya, aku sudah punya suami dan anak!” Mikaela berkata untuk mengingatkan Ares. ‘Terlambat! Perasaanku padamu sudah tak terkontrol lagi, My Baby!’ batin Ares berkata sebaliknya. “Eh, kamu beneran dekat dengan Siska? Kamu suka dia?” tanya Mikaela lagi karena tiba-tiba teringat soal Siska. “Kami dekat dan aku nyaman bersamanya,” jawab Ares berbohong. Tapi, dia bisa menggunakan Siska sebagai tamengnya disini. Mikaela mengangguk mendengarkan jawaban Ares. “Memangnya di Amerika gak ada perempuan yang cantik? Bukan apa-apa sih, soalnya dia janda. Kamu bisa kok, dapat wanita lajang yang lebih dari dia.” Mikaela berpendapat soal hubungan (palsu) Ares dan Siska. Mendengar itu, Ares tertawa kecil sambil membatin,’Tapi aku malah menginginkan dirimu yang adalah istri orang.’ “Apa yang lucu?” kesal Mikaela melihat Ares tertawa padanya. “Perasaan itu tidak bisa ditentukan dan tidak tahu jatuhnya pada siapa. Semuanya mengalir begitu saja, bahkan setelah pertemuan pertama. Semakin sering bertemu, rasanya aku semakin ingin memilikinya. Ingin terus bersamanya dan dekat dengannya,” kata Ares sebenarnya merujuk pada Mikaela, tapi wanita itu berpikir kalau Ares sungguh-sungguh soal perasaannya pada Siska. Ares memang hebat menutupi kebrengsekkannya yang berencana merebut Mikaela dari Marcel. “Oh, begitu ya! Kalau begitu, perjuangkan cintamu, ya! Semoga kalian cocok.” Mikaela akhirnya mendukung Ares. “Tapi, kalian tidak kelihatan akur, ada apa?” tanya Ares pada Mikaela karena memerhatikan baik Mikaela ataupun Siska memancarkan aura saling tak suka. “Ah, bukan apa-apa! Kami tidak dekat, itu saja, kok!” Mikaela berbohong. Sudah jelas alasannya adalah karena Mikaela adalah pembunuh Raymond. Wanita itu belum mau menjelaskan hal ini pada Ares. ‘Satu lagi hal menarik darimu, kau tidak pandai berbohong.’ Ares terus menilai Mikaela dari awal perbincangan mereka di restoran sampai sekarang. “Tuan Buana, sejauh ini tidak ada sikap yang mencurigakan dari Tuan Pratama.” Seorang mata-mata yang disuruh Marcel melaporkan bagaimana keadaan terkini. “Begitu ya, terus awasi! Jika ada sesuatu, hubungi saya secepatnya,” pesan Marcel pada suruhannya itu. Mana mungkin dia benar-benar tenang membiarkan Mikaela pergi hanya berdua dengan Mikaela. Marcel takut kalau Ares mencelakai istrinya, tapi dia tidak tahu kalau Ares tertarik pada istrinya. Dia baru saja membiarkan pria lain yang terobsesi pada istrinya punya kesempatan.             Saat ingin mengikuti mereka lagi, tiba-tiba Ares sudah berada didepan mata suruhan Marcel itu. Sontak pria itu terkejut bukan main dan ketakutan. Aura yang dikeluarkan Ares kali ini sangat mengintimidasi dan menakutkan. “Kau mengikutiku?” tanya Ares dengan nada dingin. “Sa-saya hanya disuruh mengawasi Nona Buana, Tuan Pratama,” jawabnya. ‘Sudah kuduga Marcel tidak akan diam saja,’ batin Ares. Sebenarnya, dia sudah sadar ada yang mengikutinya sejak masuk ke dalam mall. Tapi dia membiarkan pria itu mengikuti mereka untuk memastikan. “Begitu ya? Lanjutkan pekerjaanmu,” kata Ares lalu kembali menyusul Mikaela. Pria itu menyeringai sambil bergumam,” Karena bukan sekarang aku melakukan rencanaku untuk mendapatkan Mikaela.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD