aku terisak

1244 Words
aku mencoba mulai menikmati pekerjaanku, mencoba menyingkirkan segala hal yang menghalangiku, pikiran pikiran prihal masa lalu pun sudah sedikit demi sedikit ku hilangkan, meski rasanya aku tidak bisa merubah masa lalu, maka aku mencoba mengiklaskan segalanya. "Alma, sudah punya pacar?" tanya Risma padaku "eh ko nanya itu?" aku malah balik bertanya "soalnya saya ga pernah liat Alma, di jemput oleh siapapun" "ngga punya Bu" kataku singkat "padahal Alma cantik loh, ya kali ga punya pacar" katanya lagi aku hanya tersenyum. "Al, puas puasin single ya. kalau udah nikah, banyak yang ngga bisa kita lakukan atas keinginan sendiri." katanya lagi "eh satu lagi, jangan sampe salah pilih pasangan. cari pasangan yang ngga suka selingkuh, yang ngga main tangan, yang paling penting mencintai kita dengan teramat sangat" tambahnya lagi aku hanya tersenyum pada Risma, segala hal yang dia sebutkan ada yang pernah ku lakukan, perselingkuhan. lucu rasanya jika lagi - lagi aku disergap oleh masa lalu, namun aku sudah lebih bebal dari aku yang dulu. sudah tidak lagi merasa sesak jika sesekali masalalu datang dengan segala cerita manisnya. "Bu, aku pernah mencintai seseorang dengan teramat sangat. sangat sangat dan sangat. bahkan aku tidak pernah bisa memaafkan kesalahanku dimasa itu. aku memutuskan untuk lari. meski terlihat pengecut namun aku tetap melakukannya" kataku sembari masih mengetik "Bu Risma tau? orang yang aku cintai melakukan hal yang sama denganku, aku merasa itu hukuman yang setimpal. hukuman yang seharunya aku dapatkan jauh sebelum aku semakin dalam mencintainya..... "aku mencintai dia, sampai aku lupa cara mencintai diriku sendiri... tidak ada hal yang berharga dari dirinya, tidak ada hal yang paling aku harapkan, selain melihat dia baik- baik saja... dadaku mulai terasa sesak, mataku mulai terasa panas, aku ingin menangis, namun kembali ku tahan. Risma memeluk ku, mengusap punggungku, dia diam, dan aku pun diam. "maaf, atas kelancangan saya" katanya aku melepaskan pelukannya, lalu tersenyum pada Risma. "gapapa, aku cuma lagi sedikit emosional" kataku "Alma hebat, Alma kuat" katanya aku tersenyum lebar, entah perasaan hangat ini di dapat dari teman kerja yang luar biasa baik. kami kembali bekerja, Risma dipanggil seorang pasien, katanya anaknya tiba-tiba mengalami gangguan. "Alma, minta berkas kamar 12 B" katanya aku langsung menyodorkan berkas itu kepada dokter Andri. "kenapa? mata kamu sembab?" tanyanya "maaf dok, tadi kelilipan" kataku aku berbohong, tapi aku yakin dokter Andri bahkan tau bahwa aku berbohong padanya. "Alma, tolong jam 3 ke ruangan saya" katanya lalu dia pergi berlalu. aku kembali memainkan keyboard di meja kerjaku, memasukan data satu persatu. kurasa tidak sehari pun berkas ini lenyap dari mejaku, meski Minggu aku libur, tapi esoknya, akan menumpuk lebih banyak dari hari sebelumnya. sudah hampir jam 3 sore, aku langsung bergegas menemui dokter Andri di ruangannya. aku melihat dokter Andri sedang duduk di meja kerjanya, sudah tidak ada pasien, dan dia sedang menyeruput kopi. "ada apa dok?" tanyaku "Alma, kamu dari Jakarta kan" tanyanya aku diam sejenak, tidak langsung menjawab pertanyaannya. "kenapa pak?" aku bertanya balik padanya "hari Kamis saya ada seminar di Jakarta, kurasa aku akan membawamu ikut denganku" "Jakarta mana pak?" tanyaku "Jakarta pusat" katanya aku diam sejenak. "baik pak" kataku aku ingin sesegera mungkin mengakhiri obrolan ini, aku ingin merenungkan segalanya malam ini. tentang Jakarta, ada sesak yang masih tertinggal, mengapa harus kembali bersinggungan, mengapa dari banyak orang aku yang harus menemaninya. Jakarta bukan hanya sebuah ibu kota, bukan hanya macet dimana - mana, bukan hanya sekedar Monas, bukan juga tempat terpanas. Jakarta banyak menyimpan kenangan, suka duka, tawa air mata. semuanya tercampur menjadi satu. aku yang berlari meninggalkan segala hal di Jakarta, esok harus kembali kesana tanpa membawa bekas luka.? mana aku bisa? luka ini ada, meski tak nyata. luka ini hidup, meski tak bernyawa. luka ini sesekali hadir menyerupai sesak, dia datang walaupun aku tak pernah memintanya datang. aku kembali ke meja kerjaku, membereskan semua barang dan memasukkannya. aku bergegas meninggalkan rumah sakit, seperti yang tadi ku katakan, aku ingin segera sampai rumah dan merenungkannya. "Jakarta" lirih ku "sudah sebulan aku lari darimu, aku hampir saja tidak mengingat segala hal yang ku tinggalkan disana, namun hari ini aku terpaksa kembali bersinggungan, apa kabar rumahku? apa kabar rumah Gaga? apa kabar apartemen Panji.?" gerutu ku hari Kamis pun datang, aku mencoba bersikap profesional. tidak membawa urusan pribadi dalam pekerjaan. dokter Andri mengirimi ku pesan, katanya aku cukup menunggu di depan gapura perumahanku saja, aku pun mengiyakan permintaan dokter Andri. sudah 15 menit berlalu, dokter Andri masih belum sampai. aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. kurasa untuk seseorang yang tepat waktu, ini mustahil terjadi. tidak lama dari itu, mobil BMW hitam berhenti di hadapanku, saat mobil itu menurunkan kacanya, baru aku mengetahui bahwa mobil itu milik dokter Andri. aku segera masuk kedalam mobil. dan mencoba bersikap biasa saja. "mana yang lebih Deket dari hotel swish Berlin?" tanyanya aku menjelaskan kepada dokter Andri, lalu membiarkan dia memutuskannya sendiri, hotel swish bersebrangan dengan apartemen Panji, aku takut aku dikenali, aku takut jika harus berjumpa dengan seseorang yang mengenalku disini, ya aku takut. "Alma, seminar nya selesai jam 1 siang. tapi hanya undangan yang boleh masuk ke dalam" katanya aku meminta dokter Andri untuk tetap fokus pada seminar, tidak perlu memikirkan diriku. aku mencoba mengecek jam tanganku, ada waktu 3 jam sebelum seminarnya berakhir, ada hal yang ingin ku lakukan. menemui ibu Gaga. namun aku takut Gaga berada dirumahnya. aku tidak tahu, Gaga sudah berkerja atau masih menganggur. banyak hal yang ku pertimbangkan namun aku ingin mengunjungi rumahku, ingin mengenang segala luka yang pernah ku dapatkan. luka yang mendewasakan ku. aku memesan mobil online, ku arahkan ke perumahanku, jantungku berdetak sangat kencang, ada perasaan takut dan ragu namun aku harus menghapus segala hal yang menyakitiku. aku sudah sampai di gang rumahku, tiba-tiba mataku terasa panas, dadaa ku semakin terasa sesak. aku benar benar merindukan tempat ini, tempat yang membesarkan ku dan yang mendewasakan ku. namun tempat ini juga yang memberi luka. dan tempat ini juga, aku merasa aku dikhianati. sudah 30 menit berlalu, aku menatap kosong arah gang rumahku, sudah ku luapkan segalanya dengan tangisan. saat aku akan beranjak dari tempat ini, tiba - tiba terdengar suara pintu gerbang rumah Gaga akan di buka, aku mengurungkan niatku, mencoba menunggu siapa dibalik gerbang itu, aku juga ingin memastikan, Gaga sudah pulang apa belum? seharusnya dia sudah dirumah terhitung dari dia selesai wisuda. dan ternyata ibu Gaga yang keluar dari gerbang itu, dia terlihat sangat kurus, dan wajahnya terlihat sayu. aku tidak pernah melihat ibu Gaga se berantakan itu namun kali ini wajahnya, tubuhnya sangat berantakan. aku sangat khawatir, namun aku tak berdaya. demi diriku, demi diriku yang seharusnya aku cintai dari dulu, aku berhenti melibatkan diriku dengan segala hal yang menyakitiku. aku sudah puas berada di puing puing kesakitan. aku hari ini, ku bebaskan terbang mencari kebahagian sendiri. aku meminta pak supir untuk kembali ke hotel, disepanjang perjalanan aku terisak, sudah puas rasanya datang ke tempat yang paling dirindukan, namun menyakitkan. saat sampai di hotel, aku menunggu dokter Andri di lobby, hotel ini sangat megah, ruang aula dan ruang mettingnya sangat lengkap, banyak orang berdasi hilir mudik di depanku. mungkin habis cek in, atau habis metting, aku tidak tahu. yang pasti mereka bukan hanya satu orang saja. dokter Andri baru keluar dari dalam lift, aku mencoba melambaikan tanganku kearah dokter Andri, mencoba menyambutnya dengan senyuman. namun seseorang di belakang dokter Andri, membuat aku terpaku, aku reflek membalikan tubuhku. dadaku terasa sesak. aku mendengar langkah kaki yang sangat kencang menuju arahku, aku tidak tahu siapa yang sedang menuju arahku. dia memelukku, tubuhku masih bergetar. tangisku pecah...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD