“Nyu, lo habis dari sini mau ke mana? Gue ajak ke Kafe Senja mau nggak? Hari ini gue dijemputnya jam dua, kirain pulangnya sore kayak mata kuliah biasanya. Temenin gue dulu mau nggak? Gendhis kan masih di rumah neneknya, kalau si Jatmika juga nggak mungkin kan gue suruh nungguin di Senja berduaan. Mau ya? Gue minta izin ke bunda deh ya?” tawar Kinanti sambil memegang lengan Abimanyu erat. Ia selalu mengeluarkan jurus andalannya yaitu memasang wajah imut sekaligus melas.
Abimanyu tersenyum kecil lalu mengacak-acak rambut Kinan sambil menjawab, “Iya, masa gitu aja harus minta izin ke mama sih? Atau mau gue anter aja gimana? Hari ini gue bawa mobilnya bokap nih, Nan, siapa tau aja lo pengen merasakan gimana lembutnya gue kalau lagi nyetir mobil kan? Gue juga bisa kali nyetir mobil selembut si Jatmika.”
“Halah mulai deh nggak mau ngalah, ya udah deh kapan-kapan aja. Soalnya ini nanti papa mau jemput gue ke sini langsung, gimana nggak senang gue, Nyu? Pokoknya lo harus temenin gue nunggu papa jemput ya, Nyu, lo jarang banget kan bisa ketemu langsung sama beliau. Jadi nanti kita bisa deh kenalan sama bokap gue,” ucap Kinan dengan raut wajah sangat bahagia. Bagaimana tidak bahagia dirinya, sejak TK sampai bangku kuliah tidak pernah diantar atau dijemput oleh ayah atau ibunya sendiri. Mereka lebih mementingkan pekerjaan masing-masing hingga lupa dengan anaknya sendiri. Abimanyu ikut tersenyum melihat wajah Kinan yang berseri-seri saat akan dijemput oleh papanya sendiri pulang.
Mereka akhirnya memutuskan untuk pergi ke kafe Senja yang kebetulan dekat dengan posisi mereka, tak membutuhkan waktu lama Abimanyu dan Kinanti bergegas pergi ke sana segera agar bisa merasakan hawa sejuk. Udara Jakarta pagi menjelang siang hari ini cukup panas, bisa untuk membakar kulit mereka meski pun sudah terlindungin oleh sunscreen.
“Lo mau apa, Nan? Gue pesenin sekalian,” tanya Abimanyu dengan menatap Kinanthi. Perempuan tersebut melihat menu dan menatap Abimanyu seolah berkata ‘samain aja’.
“Eh, tapi gue lagi pengen ayam bakar. Tapi gue juga pengen ayam geprek, Nyu. Masa gue pesen semuanya? Perut gue emang muat? Lo mau apa? Gue minumnya jelas cokelat dingin ya, panas kek gini cocok banget buat minum yang dingin-dingin. Ya nggak?” jawab Kinanthi dengan memajukan bibirnya perlahan. Ia tak tau harus memesan apa karena semua makanan terasa enak di matanya. Hari ini ia ingin sekali makan banyak sebagai rasa bahagianya karena Sang Ayah mau menjemputnya ke kampus tanpa adanya paksaan atau pun tekanan dari pihak mana pun.
“Ya udah pesen semua aja, kenapa susah? Lo juga perlu nutrisi lebih kali, Nan. Untuk hari ini gue pengen ayam bakar, laper banget tiba-tiba. Dan tentu saja minuman gue masih macha. Lo jadinya apa ini? Semua aja deh lo pesen ya? Nanti kita habisin bareng kalau nggak habis, gimana?” tawar Abimanyu yang langsung diangguki kepala oleh Kinanthi. Perempuan itu tersenyum manis ke arah Abimanyu sambil mengangkat kedua jempolnya. Abimanyu menggelengkan kepalanya sambil berlalu dari hadapan Kinanthi.
Suasana Kafe Senja siang hari ini tidak terlalu ramai, karena anak kampus masih banyak yang ada jadwal kelas. Hanya beberapa saja yang sudah keluar dari kelas, Kinanthi mengedarkan pandangannya melihat semua pengunjung yang rata-rata adalah anak satu kampus dengan dirinya. Ia menghela napasnya sambil menatap layar ponselnya yang menghitam, tak ada tanda-tanda notifikasi masuk sama sekali.
“Panas banget sih hari ini ya, Nan. Bikin kepala pusing aja,” ucap Abimanyu yang kembali duduk di depan Kinanthi. Perempuan tersebut menganggukan kepalanya sebagai tanda setuju atas ucapan Abimanyu, ia juga merasa kepalanya ingin terasa pecah karena suhu siang hari ini terlalu panas sekali.
“Nyu … gue mau cerita sama lo. Boleh kan?” tanya Kinanthi yang langsung diangguki kepala oleh Abimanyu. Laki-laki itu selalu menerima curhatan dalam bentuk apa pun pada teman-teman dan juga sahabatnya ketika ingin berbagi kisah dengan dirinya. Terutama Kinanthi yang sudah langganan untuk curhat dengan dirinya, perempuan tersebut memang selalu menyandarkan semua masalahnya pada Abimanyu. Hanya laki-laki itu yang bisa dia percaya untuk menjaga semua rahasianya selama ini. Dia tidak terlalu percaya dengan orang selain Abimanyu, dengan Gendhis yang sesama perempuan pun ia kurang percaya.
“Lo mau cerita apa, Nan? Kek biasanya nggak pernah cerita aja sampai minta persetujuan dari gue. Santai aja kali, kalau lo pengen cerita sama gue ya udah cerita aja. Nggak usah malu kali,” jawab Abimanyu dengan tersenyum kecil. Kinanthi ikut tersenyum sambil terkekeh, tak biasa dia minta izin terlebih dahulu seperti ini pada Abimanyu karena biasanya dia langsung cerita.
“Gue berasa udah nggak ada harapan lagi sama Mika, Nyu. Dia emang nggak pernah suka sama gue, lo lihat deh dia itu cuek banget sama gue. Pasrah aja apa gimana nih gue, Nyu? Tapi gue suka banget sama dia, sayang banget kalau gue mundur sekarang buat dapatin dia. Selama ini gue udah berjuang biar dia pandang, tapi tetap aja nggak pernah dianggap ada sama Mika. Pengen nyerah aja, tapi gue masih sayang banget sama dia. Kata lo juga nyuruh gue buat jangan gampang menyerah kan? Berarti gue harus tetap berjuang mendapatkan dia,” ucap Kinanthi dengan menghela napasnya perlahan. Hatinya benar-benar bimbang sekali dengan semua keadaan yang saat ini ia alami. Mau maju sudah capek, mundur sudah sampai tengah-tengah jadi sayang perjuangan yang selama ini ia lakukan.
Abimanyu tersenyum kecil karena sudah tau kemana arah pembicaraan mereka, jika bersama Kinanthi maka tidak akan jauh dari yang namanya Jatmika. Si laki-laki beruntung yang berhasil membuat Kinanthi jatuh hati bahkan mau berjuang mati-matian untuk mendapatkan hati Jatmika. Namun sayangnya si Jatmika tidak pernah sadar dan peka dengan perasaan Kinanthi padanya, ia malah acuh dan cuek pada Kinanthi. Bahkan ke semua perempuan ia terlihat acuh dan terlalu bodo amat sekali. Pernah sekali Abimanyu sampai bertanya pada Jatmika, dia takut sekali jika sahabatnya itu tidak menyukai lawan jenis karena jarang sekali membicarakan perempuan. Atau pun kabar dia dekat dengan seorang perempuan, tapi nyatanya dia masih normal dan malas untuk melakukan hubungan dengan perempuan mana pun.
Namun seorang Kinanthi rela berjuang dan berkorban untuk mendapatkan hati Jatmika, tapi tak pernah mendapatkan respon baik dari Jatmika sendiri. Karena semua perempuan di sekolah hanya ia anggap sebagai teman biasa, tidak bisa lebih. Tapi Kinanthi beruntung sekali bisa satu pertemanan dengan si kulkas yang memang irit bicara tersebut, jadi lebih leluasa untuk memantau posisi Jatmika dimana pun dia berada.
“Kalau lo masih sanggup buat bertahan, ya bertahan aja. Kita nggak tau kedepannya itu bagaimana kan, Nan? Siapa tau nanti pas kita udah lulus si Mika punya rasa sama lo, kan nggak tau ya. Hati manusia itu udah ada yang membolak-balikkan, Nan, hari ini boleh benci tapi besok atau lusa bisa cinta sampai setengah mati. Gue selalu pengen yang terbaik buat lo, kalau lo masih pengen bertahan gue juga dukung lo kok. Apa pun keputusan yang lo ambil, gue selalu mendukung lo, Nan. Ya kalau lo masih sayang dan masih suka sama dia, ya udah bertahan aja dulu. Pelangi itu adanya setelah hujan kok, jadi sekarang lo boleh dipandang sebelah mata doang sama dia tapi kita nggak tau nanti dia malah cinta balik sama lo. Jangan menyerah dulu lah,” jawab Abimanyu dengan tersenyum kecil. Tangannya terulur untuk mengacak-acak rambut Kinanti perlahan. Ia selalu berusaha untuk ada saat Kinanthi terjatuh atau pun saat dia bahagia. Karena perempuan itu berharga sekali di matanya. Bahkan keluarga Abimanyu sendiri sangat mewanti-wanti dirinya untuk menjaga Kinanthi apa pun kondisinya.
“Ya kalau masih sayang sih, gue sayang banget. Gue pengen bertahan, Nyu, tapi ini udah lama banget masa dia tuh nggak peka sih sama perasaan gue ya? Emangnya kode gue ini kurang keras ya? Gue bingung harus ngapain lagi sekarang, Nyu. Dia nggak bisa peka sama gue, selama ini dia cuma anggap gue sebagai teman biasa sama kek Gendhis. Jadi buat lebih dari seorang teman itu susah banget, gue keknya nggak bisa deh. Gue mundur aja ya, Nyu,” pasrah Kinanthi dengan menghela napasnya perlahan. Raut wajahnya berubah menjadi patah semangat.
Abimanyu menghembuskan napasnya perlahan sambil berkata, “Jangan terlalu lo kejar dia, Nan. Semakin lo kejar, pasti dia semakin jauh. Udah ikhlasin aja dulu, kalau emang dia jodoh lo pasti nggak bakalan kemana kok. Percaya sama gue, Nan. Gue bakal bantu lo sebisa gue baut deket sama Mika. Tapi mau gimana lagi emang sifat Mika itu cuek banget ke cewek, Nan, masih mending loh dia mau deket sama lo, sama Gendhis. Lo nggak lihat kalau ada cewek berusaha deket sama dia, pasti di menghindar kan? Mika nggak nyaman sama cewek selain kalian berdua. Bisa aja si Mika sama lo atau si Gendhis cuma dia nggak terlalu memperlihatkan rasa sukanya, dia lebih suka memendam.”
“Asal lo tau, Nan, segala sesuatu akan terlihat indah bila kita memandangnya dari jauh. Mungkin itu sebabnya Mika mencintai perempuan dari kejauhan,” lanjut Abimanyu dengan tersenyum kecil.
Tak hanya mika, tapi gue juga. Mencintai dari kejauhan, tak mengharapkan dia mencintai gue balik. Soalnya gue sadar diri, dia terlalu jauh untuk bisa gue genggam. Dia terlalu indah buat gue dapatkan. Nggak pantas gue dapat perempuan sesempurna dia. lanjut Abimanyu dalam batinnya. Ia hanya tersenyum kecut, membayangkan percintaannya yang tak ada perkembangan sama sekali. Bahkan mengalami kemunduran, tapi ia tetap bertahan. Bertahan dibalik topeng yang belum berani ia buka dan mungkin tak akan pernah ia buka sampai kapan pun.
“Tapi … bisa aja dia mencintai perempuan dan bukan gue, Nyu. Jadi suatu saat nanti gue harus siapkan mental kalau semisal si Mika bener-bener nggak suka sama gue. Perasaan sama hati gue harus siap menerima itu semua, Nyu. Kalau pun nanti gue patah, nggak papa. Semua udah jadi keputusan gue buat bertahan. Gue paham sama resiko yang gue dapatkan kalau gue masih ngeyel sama Mika,” ucap Kinanthi, tersenyum getir jika memang perasaannya selama ini tidak mendapatkan balasan dari Jatmika.
“Semua punya sebab dan akibat, Nan. Lo suka sama Mika dan akan bertahan sama dia entah itu sampai kapan. Konsekuensi yang bakal lo dapatkan antara lo nggak dicintai balik atau sampai dia memutus hubungan pertemanan dengan kita semua. Dan yang entah mungkin terjadi atau enggak, dia bakal balas perasaan lo. Kalau dia nggak bisa memiliki rasa suka balik ke lo, ya harus lo terima semua keputusan yang sudah dibuat sama Mika. Namanya perasaan itu nggak bisa dipaksa, Nan. Rasa suka juga tumbuhnya dari hati dan nggak bisa secepat kilat. Cinta itu datang karena terbiasa,” sahut Abimanyu dengan mengusap puncak kepala Kinanthi perlahan. Ia tau jika perasaan Kinanthi saat ini sedang bimbang antara bertahan atau memilih mundur, semua memiliki resiko masing-masing yang tak mudah.
Kinanthi tersenyum lalu memandang wajah Abimanyu yang memiliki bulu mata tebal, hidung mancung, rahang yang tegas, dan jangan melupakan dengan mata yang memiliki tatapan paling teduh. Ia sangat suka sekali dengan bola mata Abimanyu, tatapannya berbeda sekali dengan laki-laki lain. Mata cokelat itu selalu berhasil membuatnya merasa nyaman meski pun kondisi hatinya sedang tidak menentu seperti saat ini. Abimanyu berhasil menyihir dirinya hanya dengan tatapan saja, ia memang lebih nyaman berada di dekat laki-laki ini ketimbang bersama dengan Jatmika. Itu sebabnya Kinanthi tidak berani terlalu dekat dengan Jatmika karena laki-laki itu terlihat dingin dan tidak mau diganggu.
“Makan dulu aja, sementara jangan mikir perasaan dulu. Isi stamina dulu biar kuat menghadapi kenyataan yang selalu berbanding terbalik dengan ekspetasi kita. Ya kan? Kalau udah kenyang baru deh disambung lagi mikir perasaannya. Jadi nggak loyo banget.” Kinanthi terkekeh pelan sambil menonjok lengen Abimanyu perlahan, laki-laki itu memang selalu bisa menghibur dirinya. Jadi tak salah jika dirinya berbagi cerita dengan Abimanyu. Dia adalah orang yang tepat menjadi tempat berbagi keluh kesah. Abimanyu tidak pernah mengeluh dan selalu memberikan solusi terbaik untuk dirinya.
Kinanthi menatap wajah Abimanyu lekat, tengah menyesap minumannya yang baru saja sampai tersebut. Lalu terbesit sebuah pertanyaan yang ingin sekali ia tanyakan pada Abimanyu. “Nyu, siapa cewek yang beruntung dapat cowok sebaik dan perhatian kayak lo ya? Siapa pun nanti yang berhasil luluhkan hati lo, dia adalah perempuan paling beruntung di muka bumi ini. Lo itu adalah laki-laki yang jarang sekali bisa diluluh sembarangan perempuan, pasti banyak banget kan yang chat lo ngajak pacaran? Gimana rasanya kek gitu, Nyu?”
Abimanyu tersenyum lalu menyamping gelas minumannya dan menjawab, “Nggak ada sama sekali perempuan yang chat gue, Nan. Mana ada perempuan yang mau sama gue? Gue rasa nggak ada deh, Nan. Nyatanya gue lagi berjuang untuk satu perempuan sekarang, tapi dia nggak pernah sadar dengan perasaan yang gue miliki ke dia. Dia itu ibaratnya Mika versi cewek, nggak pernah bisa peka. Maka dari itu gue milih mencintai dia dari kejauhan biar nggak terlalu beresiko.”
“Kok lo nggak mau confess tentang perasaan lo ke dia? Nggak mungkin lo ditolak sama cewek, Nyu. Kalau sampai ada yang berani tolak lo, langsung aja ngomong ke gue. Biar gue datangi tuh cewek, secantik apa dia sampai berani nolak cowok seganteng sahabat gue kek gini. Lo jangan pernah malu buat confess, Nyu,” ucap Kinanthi, menatap wajah Abimanyu menyendu. Ia tak tau jika selama ini sahabatnya juga sedang mencintai seorang perempuan, tapi tidak pernah cerita pada dirinya siapakah perempuan tersbeut. Kinanthi tak berani bertanya lebih dari ini karena raut wajah yang Abimanyu sudah menggambarkan semuanya.
Abimanyu tersenyum kecil lalu menggelengkan kepalanya. “Gue nggak mau confess ke dia, Nan. Setau gue, dia udah ada gebetan. Gue nggak mau merusak hubungan orang, demi perasaan gue sendiri. Itu namanya egois banget.”
Kinanthi tersenyum lalu mengusap bahu Abimanyu lembut. Mereka lalu menyantap makanan pesanan mereka yang sudah datang sambil menunggu datangnya ayah Kinanthi.