Keputusan Willy

1256 Words
Willy masih kaget dengan permintaan Sekar,mamanya.Bagaimana bisa tiba-tiba mamanya mengajukan permintaan seperti itu. Menikahi Diana,itu sama sekali di luar dari pemikirannya apa lagi rencananya. "Ya sayang ya... "Bujuk Sekar. Bagi Sekar,Diana adalah pilihan terbaik.Gadis itu lemah lembut,cantik dan yang terpenting dia berasal dari keluarga yang sederajat dengan mereka. "Tapi ma, itu jauh di luar rencana Willy,Willy sudah merencanakan masa depan Willy dengan baik hanya dengan Esha. Bukan Diana. " Sekar tahu betul bagaimana anaknya. Dia adalah seseorang yang selalu melakukan segala sesuatu penuh dengan rencana. Semua yang akan dia lakukan pasti sesuai agendanya. "Kamu kan bisa merubah rencana kamu, gampang kan tinggal ganti calon istri kamu saja. " Ujar Sekar membujuk tapi dengan nada memaksa. "Ma, jangan paksa putra kita." Tegur pandu pada istrinya. Sekar menggeleng, "Tidak pa, pokoknya Willy harus menikah dengan Diana,Kalau tidak kalian jangan bicara lagi dengan mama. " Sekar berdiri lalu pergi meninggalkan kedua pria beda usia itu ke kamarnya. Pandu dan Willy saling pandang. Sekar sudah dengan mode merajuknya, mereka tahu apa yang akan terjadi.Perempuan satu-satunya dalam keluarga mereka itu akan mogok makan, dan itu pasti benar ia lakukan.Sekar adalah seorang yang teguh pendirian.Apa yang ia inginkan harus terjadi. "Pa... " "Mau bagaimana lagi, turuti maunya. " "Tapi pa... ini soal masa depan Willy,bukan hal sepele. " Pandu yang tadinya masih berdiri kini mengambil duduk si sebelah putranya. "Papa tahu nak,tapi menurut papa Diana bukan lah pilihan yang salah,dia gadis baik, lemah lembut dan perhatian juga. Papa yakin dia akan jadi istri yang baik untukmu nanti." "Willy tahu itu pa, tapi Willy tidak mencintainya." "Cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu nanti, apa lagi Diana gadis yang cantik tidak akan sulit bagimu untuk mencintainya." "Tapi ini salah pa. " Pandu menggeleng,"Tidak ada yang salah nak, percayalah bahkan cinta bisa tumbuh meski itu berasal dari sesuatu yang salah sekalipun. " Ujar Pandu ambigu. "Maksud papa? " Tanya Willy bingung. Pandu tersadar akan ucapannya barusan, ia menghela nafas sejenak lalu berdiri, "Sudah kamu fikirkan baik-baik permintaan mama, papa ke kamar dulu mau mencoba membujuk mamamu. " Willy menatap punggung papanya yang semakin jauh menaiki anak tangga. Memikirkan ulang apa yang baru saja papanya katakan.Lalu mengingat kembali penolakan Esha. "Kenapa kamu menolakku Sha? Apa kamu tak lagi mencintaiku? " Willy mendesah sebelum ia beranjak untuk pergi ke kamarnya. Ia ingin menghubungi Esha dan memintanya memikirkan ulang jawabannya tadi,tapi kecewa di hatinya memberikan sedikit rasa gengsi pada hatinya. .......... Sudah dua hari berlalu sejak Willy dan kedua orang tuanya datang ke rumah Esha,Pria itu tak menghubunginya lagi. Esha berfikir jika mungkin Willy tengah marah padanya.Esha melirik ke ponselnya menatap nomor Willy berkali-kali, dia ingin menghubunginya, Esha merindukannya tapi mengingat malam itu membuat Esha tak berani untuk menghubunginya lebih dulu. Esha menghela nafasnya lalu melihat kanan dan kiri, dia masih menunggu angkot lewat. Hari sudah sore, dan dia baru saja pulang mencari pekerjaan. Esha mendesah, beberapa hari mencari pekerjaan tapi tak kunjung ia dapatkan. Ternyata mencari pekerjaan di kota ini tak semudah yang di katakan orang-orang. "Masa aku harus nunggu satu tahun lagi si, suapaya dapat kerja. " Keluh Esha mengingat beberapa penolakan lamarannya karena ijazah yang dia bawa hanya lulusan SMA. Esha berdiri lalu memilih berjalan kaki menyusuri pinggir jalan untuk pulang,dia ingin memikirkan segalanya sambil jalan saja. Mengenai hubungannya dengan Willy apakah masih berlanjut atau telah berakhir.Memikirkan nasib keluarganya, Nanda minggu depan akan ujian nasional,dan setelahnya keluarganya akan pindah ke kampung halamannya.Hanya Esha yang akan bertahan sambil menunggu kuliahnya selesai. Dia harus segera menemukan pekerjaan. Beberapa teman menawarinya untuk menjadi SPG tapi Esha terlalu takut karena mendengar jika pekerjaan itu terlalu beresiko untuknya.Tidak sedikit SPG yang di cap dengan pekerjaan yang merangkap hal lain dan Esha tidak mau terjebak dengan hal itu. krekk... Esha menghentikan langkahnya saat kakinya merasa menginjak sesuatu. ."Apa itu? " Tanya Esha saat melihat ada sebuah buku di bawah kakinya. Esha berjongkok untuk mengambil buku yang ia injak lagi. Melihatnya dengan teliti, ada nama terukir di sampulnya. "My Rose. " Gumam Esha membaca tulisan di sampul buku itu. "My Rose,tulisannya seperti label baju designer yang terkenal itu. " Esha mulai membuka buku itu, seketika matanya membola, di dalam buku itu banyak sekali gambar-gambar desain baju yang indah. "Ya Tuhan indah sekali. " Seru Esha kagum. Esha melirik pada sudut halaman ada tanggal yang tertera dan itu menunjukan jika itu masih baru. "Apa ini milik desainer My Rose? " Esha membolak balik buku itu mencari sesuatu, "Ketemu, ah untung ada alamatnya di sini, aku harus mengembalikannya pada pemiliknya siapa tahu ini penting kan. " Esha mengingat alamat yang tertera di buku itu lalu memasukan buku tersebut ke dalam tasnya. Esha mencari tukang ojek untuk mengantarkannya ke alamat tadi karena ternyata cukup jauh. . . Setelah 15 menit perjalanan akhirnya Esha sampai di depan gerbang kompleks sebuah perumahan elit. "Maaf neng cuma bisa antar sampai sini, kita mah tidak boleh masuk. " "Iya pak tidak apa. Terimakasih ini ongkosnya. " "Sama-sama neng. " Esha menatap gerbang perumahan elit itu. Melihat ada portal, Esha mendekati pos security di sana. "Permisi pak. " Esha pun menceritakan perihal tujuannya ke sana dan menunjukan buku yang ia temukan. "Tunggu sebentar ya non, saya telpon ke rumah yang non tuju. " "Baik pak terimakasih." Hingga beberapa saat kemudian Esha mendapat ijin untuk masuk. Esha berjalan lumayan jauh dari pintu gerbang perumahan. Hingga kini ia telah menemukan alamat yang di maksudnya. Ehsa menatap pintu gerbang tinggi di depannya lalu kembali meminta izin pada security yang berjaga. Untung dia sudah terlatih untuk hal ini setiap pergi ke rumah Willy dan Diana hingga ia tahu apa yang harus di lakukan. "Silahkan masuk, nyonya sudah menunggu di dalam. " Ucap security itu. "Terimakasih pak. " Esha mengikuti langkah security itu masuk ke dalam rumah besar dan mewah itu. 'Rumahnya besar sekali, tak heran ini rumah desaigner terkenal.' Batin Esha. "Silahkan duduk dulu, nyonya Rose akan segera turun. " Esha mengangguk lalu duduk di sofa hitam elegan di ruang tamu itu. .... Sementara di tempat lain Willy tengah duduk di kursi tamu sambil menunggu kedua orang tuanya.Dia menatap layar ponselnya,berkali-kali ia ingin mengubungi Esha tapi ia urungkan. Hatinya masih kecewa dengan penolakan Esha. Kenapa Esha tak mempercayainya jika ia pasti mampu menjaga ia dan keluarganya, Kenapa Esha tak menghargai niat baiknya. Kenapa ia tak mempercayai ketulusan cintanya. Willy benar-benar kecewa kali ini. "Untuk apa kamu melihat nomornya terus." Tegur Sekar sambil merebut ponsel putranya lalu segera menghapus nomor Esha di sana setelah memblokirnya. "Ma... "Protes Willy. "Kamu sudah membuat keputusan Will, apa kamu mau membuat mama malu hmm?" "Tapi ma, Willy perlu bicara dengan Esha dulu,siapa tahu Esha sudah berubah pikirankan? " "Terus kalau dia berubah pikiran kamu mau membuat mama dan papa lebih malu dengan keluarga Wijaya iya begitu? " "Tapi kan ma, kita belum jadi melamar Diana. " "Tapi niat kita sudah kita sampaikan pada mereka. Kamu lihat pakaian kamu, pakaian mama kita sudah akan berangkat ke sana. Kamu sudah menyetujui permintaan mama atau kamu lebih suka melihat mama tidak makan dan mati perlahan." "Astaga mama." "Baiklah terserah kamu sekarang, pilihan di tangan kamu. " Sekar duduk di kursinya lagi dengan kesal. Willy menatap mamanya. Pada akhirnya ia memang menyetujui permintaan mamanya. Bagaimana bisa Willy menolak di saat mamanya sampai sakit karena 2 hari tak menyentuh makan dan minum. Willy sangat mencintai mamanya, terlebih ini adalah permintaan pertama mamanya padanya. "Baiklah ayo kita berangkat." Putus Willy pada akhirnya.Sekarang harapan satu-satunya ada pada Diana. Dia berharap Diana menolak lamarannya, Willy sudah menelpon Diana terlebih dahulu dan menceritakan apa yang terjadi dan Willy sangat berharap Diana mau mengerti dan menolaknya. . . myAmymy
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD