Selamat membaca!
Aku dapat melihat ekspresi Tuan Firdaus saat ini seperti ingin meluapkan amarahnya padaku. Tatapannya begitu tajam dengan rahang yang mengeras. Namun, aku sama sekali tidak memedulikannya karena bagiku tidak ada yang lebih penting daripada urusan perut.
Selain melihat kemarahan Tuan Firdaus, aku pun dapat melihat keterkejutan dari wanita yang menjadi kliennya. Dia benar-benar heran dengan kedua alis yang menatap penuh selidik. Mungkin dia bertanya-tanya ada hubungan apa antara aku dengan Tuan Firdaus hingga berani bersikap demikian padanya. Hal yang wajar karena aku sendiri merasa jika aku memang telah bersikap seperti orang yang tidak tahu malu.
Di tengah pertanyaan dalam pikiran mereka, aku langsung menggunakan pisau dan garpu untuk memotong steak yang ada di hadapanku dan langsung melahapnya. Rasa lapar itu berangsur pergi. Steak ini benar-benar lezat sampai aku tak berhenti untuk memakannya. Saat aku hampir kenyang, aku mulai mengangkat kepalaku. Melihat Tuan Firdaus yang masih berdiri di sampingku dengan bersedekap.
"Sebenarnya apa yang kamu ingin lakukan sampai harus mengikutiku ke restoran ini? Cepat katakan saja!" tanyanya tanpa basa-basi.
Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, aku segera mengeluarkan bukti pengembalian yang aku dapatkan dari beberapa outlet di mal dan meletakkannya di atas meja. Dia mulai melihat beberapa kertas yang jika ditotalkan bisa mencapai 800 juta.
"Jadi ternyata kamu mengembalikan semua barang-barang yang saya belikan dan sekarang kamu datang untuk meminta uangnya?" tanyanya dengan kedua alis yang saling bertaut. Bahkan dia tidak tersenyum sedikit pun dan terlihat sangat menakutkan. Ekspresi yang pasti akan membuat orang lain akan gemetar jika melihatnya, tapi tidak denganku yang sama sekali tidak merasa takut padanya.
"Kamu sendiri yang mengatakan bahwa kamu membeli semua itu untuk saya. Jadi barang-barang itu sepenuhnya adalah hak saya dan saya memilih untuk mengembalikannya, tetapi sayang uangnya hanya dapat dikembalikan ke kartu bank yang digunakan saat p********n. Tidak bisa cash, makanya saya datang ke sini."
“Jadi kamu mendatangiku sampai ke sini hanya demi uang itu?” Dia bertanya dengan raut tidak percaya.
Siapa yang tidak tahu jika Tuan Firdaus adalah orang kaya. Tentu saja uang 800 juta tidak ada apa-apa untuknya, tapi bagiku itu sangat bernilai besar. Bahkan bisa aku gunakan untuk bertahan hidup selama 5 tahun.
Tuan Firdaus menatapku sejenak dan melontarkan beberapa kata, "Pergilah ke asistenku."
Sejenak aku melihat sekelilingku sebelum menjawabnya. "Di mana saya harus menemuinya? Saya tidak melihat dia ada di sekitar sini," tanyaku kembali melihatnya.
"Asisten saya ada di tempat parkir, silakan kamu temui dia di sana!"
"Oke!" Dengan bergegas, aku langsung menyimpan ponselku ke dalam saku celana. Sebelum melangkah pergi, aku memasukkan setengah potong steak yang tersisa di piring ke mulutku, lalu berjalan keluar dengan tatapan para pelayan yang menatapku sambil menggelengkan kepala.
Setibanya di parkiran, aku melihat asisten Tuan Firdaus sedang makan pasta di dalam mobil dengan kaca yang terbuka. Ternyata seorang asisten pun diperlakukan seperti orang asing dan tidak berada di ruangan yang sama dengan tuannya.
Aku mengetuk mobil mewah tersebut, membuat pria yang sedang makan siang itu menoleh ke atas dan menatapku.
"Pasti Tuan Firdaus sudah memberitahumu, 'kan? Kalau dia akan memberikanku sebanyak 800 juta." Tanpa basa-basi aku langsung menagihnya.
Pria itu seketika terkejut, wajah herannya benar-benar terlihat. Bahkan dia hampir tersedak sisa pasta yang belum sempurna ditelannya karena mendengar perkataanku.
"Aku tidak mengerti. Maksud Anda apa, Nona?" Di saat aku belum menjawab pertanyaannya, tiba-tiba ponsel milik pria itu berdering dan menurut dugaanku pasti berasal dari Tuan Firdaus.
"Oke baik, Tuan." Setelah percakapan singkat yang dilakukannya pada sambung telepon, dia pun langsung keluar dari mobil dan memintaku untuk menyebutkan nomor rekening yang aku miliki. Selesai mendengar semua nomor yang aku sebutkan, dia pun mulai mengutak-atik ponselnya dan dalam hitungan detik uang sebesar 800 juta sudah masuk ke rekeningku.
"Jumlah uang ini cukup untuk aku bertahan hidup. Aku tidak akan boros dan menghabiskannya dalam sekejap. Sepertinya aku harus cepat-cepat mencari pekerjaan setelah menggugurkan kandunganku ini!" gumamku dalam hati begitu tersadar jika tujuan utamaku saat ini adalah menyingkirkan bayi dalam rahimku.
Setelah melihat saldo rekening melalui M-banking pada ponselku, kini aku mulai dapat bernapas dengan lega. Bahkan wajah cemas yang aku perlihatkan di awal saat ini telah berubah menjadi penuh senyuman. "Terima kasih ya uangnya sudah masuk."
Tanpa berlama-lama, aku pun langsung pergi dengan perasaan hati yang jauh lebih tenang dari saat aku tiba di restoran ini. Setibanya di pinggir jalan, aku langsung melambaikan tangan saat melihat ada taksi yang melintas. Aku memang meminta Pak Tama untuk tidak menungguku saat aku bertemu dengan Tuan Firdaus. Aku tidak ingin jika dia menungguku terlalu lama.
"Ini adalah terakhir kalinya aku mencari Tuan Firdaus. Mulai hari ini dan seterusnya, aku tidak akan pernah berurusan lagi dengan dia. Terlepas dia ayah dari bayiku atau bukan, aku sudah tidak peduli lagi!" batinku sesaat setelah menaiki taksi yang tepat berhenti di depanku.
Setengah jam sudah aku berada di dalam taksi. Saat itu, lalu lintas kota Jakarta terbilang cukup ramai. Memang ibukota di saat weekday selalu padat dengan aktivitas bisnis yang menopang kota ini. Sambil terus melihat sekeliling jalan yang aku lewati, pikiranku mulai kembali mengingat semua yang terjadi dalam beberapa hari ini. Kejadian yang benar-benar merubah hidupku jauh dari apa yang aku bayangkan. Tidak memiliki pekerjaan dan dalam keadaan hamil adalah hal yang begitu mengerikan. Bahkan dalam mimpi buruk sekalipun, aku tidak pernah memimpikannya.
"Aku tidak berencana untuk melakukan apa pun pada awalnya, aku hanya ingin mencari tahu siapa ayah dari bayi yang kukandung ini karena aku tidak ingin dia lahir tanpa sosok ayah. Sekarang semuanya sudah berakhir karena sampai kapanpun aku tidak akan mengetahui siapa ayah dari bayi ini, jadi aku memutuskan untuk berhenti dan menyudahi semua ini!" tekadku dalam hati sambil menatap jalanan kota Jakarta menjelang sore.
Sejenak pikiranku mengarah pada Tuan Firdaus lagi. "Pasti saat ini dia sedang berpikir jika aku sama dengan Nona Keisha dan wanita-wanita di luar sana yang hanya menginginkan uangnya. Kalau dia berpikir aku menyukainya, itu adalah kesalahan besar. Aku akui, dia memang sangat tampan dan kaya, tapi dia bukan tipe pria yang aku inginkan. Kalau memang aku mengincar pria-pria kaya seperti Tuan Firdaus, tidak mungkin aku akan bertahan lama dengan Arga. Bahkan sampai bertunangan dan hampir menikah." Aku hempaskan dalam-dalam tubuh lelahku pada sandaran kursi mobil. Mencoba untuk tak lagi memikirkan semua hal yang hanya mengusik ketenangan hatiku.
Tanpa terasa taksi yang kutumpangi sudah melewati pos penjaga di area perumahan. Aku tidak langsung pulang dan memilih untuk turun di minimarket karena ingin membeli cemilan untuk menemaniku menonton drama favoritku setibanya di rumah nanti.
Setelah selesai membeli banyak cemilan, aku pulang ke rumah dengan berjalan kaki karena jarak minimarket ke rumah sangatlah dekat. Namun setibanya di teras rumah, aku melihat mobil milik Nona Keisha sudah terparkir di depan rumahku.
Aku hendak berbalik dan memutuskan untuk menghindar karena aku sedang malas untuk meladeninya. Namun terlambat, ternyata dia melihat kedatanganku yang sudah sangat dia nantikan. Bahkan dia berteriak dengan suaranya yang teramat keras, lalu berlari, dan menahanku agar tidak pergi.
"Mau ke mana kamu? Apa kamu sengaja mau kabur setelah melihat saya?" tanyanya dengan mengintimidasi sambil menggenggam erat pergelangan tanganku.
"Ya Tuhan, aku rasa orang tuanya salah memberikan nama padanya. Nama Keisha itu terlalu lembut untuk wanita sekasar dia!" batinku mulai merasa kesal sambil menahan rasa sakit akibat cengkraman tangannya.
Namun, aku tidak diam begitu saja. Aku berusaha melepaskan tanganku dari genggamannya dengan sekuat tenaga.
"Lepaskan saya! Apa kamu sedang bosan karena tidak ada kerjaan sampai kamu repot-repot datang ke rumah saya? Atau sebenarnya kamu tidak punya teman sampai mencari saya ke sini untuk menemanimu?"
Wajahnya berubah, semakin menampilkan kebenciannya terhadapku. Sepertinya perkataanku membuatnya sangat kesal hingga kedua matanya langsung membulat sempurna dengan sorot mata yang tajam.
"Saya peringatkan padamu! Jangan pernah berpikir jika semua usahamu akan berhasil untuk mendekati Firdaus! Saya tahu apa yang ada di pikiranmu, kamu mencoba berbagai cara dan melakukan hal apa pun untuk merebutnya dari saya, kan? Ingat baik-baik! Jangan pikir saya tidak tahu harus berbuat apa!" ucapnya dengan penuh penekanan.
"Wanita ini benar-benar sok tahu! Memangnya apa lagi urusanku dengan pria tampan dan kaya itu? Padahal tadi aku baru saja bertemu dengannya untuk meminta uangku, tapi sepertinya aku tidak perlu repot-repot memberitahu Nona Keisha tentang hal ini. Aku yakin jika aku memberitahunya, pasti dia akan semakin marah padaku. Sebenarnya aku tidak takut dengannya, tapi aku benar-benar malas ribut. Aku rasa otaknya mengalami sedikit gangguan karena terlalu sering melakukan operasi plastik!" cibirku dalam hati.
Merasa enggan berurusan dengan Nona Keisha, aku pun memutuskan untuk masuk ke rumah. Namun, tiba-tiba Nona Keisha kembali meraih tanganku dan menariknya dengan keras. Dia menggunakan seluruh kekuatannya untuk menyeretku dan tubuh kecilku tidak bisa melawannya.
Aku ditarik olehnya dan didorong masuk sampai ke mobil. Kemudian dia pun segera duduk di kursi kemudi dan mengunci pintu agar aku tidak bisa melarikan diri.
Saat dia mulai melajukan kendaraannya meninggalkan pelataran rumah, aku pun bertanya dengan santai sambil memakan cemilan yang tadi aku beli. "Kita mau ke mana, Nona?"
"Saya akan memperlihatkan wajah aslimu pada Firdaus!"
"Memangnya apa ingin dia tunjukkan pada Tuan Firdaus? Sepertinya dia benar-benar mengalami sedikit gangguan," batinku sambil menggelengkan kepalaku.
Setelah menghabiskan satu batang coklat, kini aku mulai membuka sebungkus keripik kentang dan memakannya.
"Ada begitu banyak wanita cantik dari kelas atas di sekitar Tuan Firdaus, tapi kenapa kamu malah menganggap saya sainganmu? Nona Keisha, kamu itu bersaing dengan orang yang salah!" ucapku untuk menyadarkannya.
“Jangan coba-coba membohongi saya!” Dia menoleh ke arahku saat mengemudi dan menatapku dengan tajam. “Memang ada banyak wanita cantik di sekitar Firdaus, tapi mereka tidak selicik kamu!”
"Licik? Kenapa dia bisa berpikir dan menilaiku licik?" batinku yang penasaran.
Nona Keisha mengendarai mobil ke lantai basement Wijaya Group dan hendak melangkah keluar dari mobil dengan agresif.
Aku yang mengetahui sesuatu pun langsung mencegahnya. "Dia tidak ada di perusahaan, dia ada rapat sore ini."
"Apa?" Dia bertanya sambil menatapku seperti mangsanya.
"Maksud saya, dia tidak ada di perusahaan karena sekarang dia ada di Jakarta Convention Center."
Dia benar-benar bodoh dan malah bertanya. "Lalu apa yang harus aku lakukan?"
“Kamu hanya perlu pergi ke JCC untuk menemuinya di sana.” Aku adalah seseorang yang sedang diculik olehnya, tapi sekarang aku juga yang harus memberitahu dia harus pergi ke mana.
Tanpa berlama-lama, dia langsung memutar arah mobilnya dan aku sedikit terkejut bahwa dia sangat mempercayai perkataanku.
"Apakah wanita ini sudah gila, bagaimana jika aku berbohong padanya? Kenapa dia bisa begitu mudah percaya padaku?" batinku yang tak habis pikir padanya.
Dia pun langsung mengendarai mobilnya menuju JCC yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Wijaya Grup. Setibanya di sana, dia langsung menarik tanganku untuk keluar dari mobil dan memasuki gedung tersebut.
"Nona Keisha, kalau kamu ingin mendekati seorang pria, kamu harus bisa berpikir lebih pintar, oke!" Aku menghela napas dan menunjuk ke layar elektronik di dinding aula. "Pimpinan Wijaya Group dari jam 2:45 sampai jam 4:30, di lantai tiga ada ruang konfrensi dan sekarang dia sedang rapat. Jadi kalau kamu tetap memaksa menemui Tuan Firdaus sekarang, kamu harus sudah siap untuk diusir oleh petugas keamanan?"
Langkahnya pun terhenti, dia tampak sedikit kebingungan. "Benarkah?"
“Kalau kamu tidak percaya, silakan kamu naik sendiri. Saya tidak akan pergi.” Aku pun melepas genggaman tangannya dan memilih duduk di sofa di area lounge. Sementara Nona Keisha memilih duduk tepat di seberangku.
Sebenarnya aku dapat melarikan diri hanya dengan menendangnya. Aku dulu seorang reporter dan memiliki kemampuan yang baik untuk berlari cepat. Tapi aku tidak akan lari, aku tetap menunggu, aku ingin mendengar apa yang akan dia katakan tentang aku di depan Tuan Firdaus.
"Ini akan sangat menyenangkan untuk menonton drama mereka berdua di saat sedang bosan," gumamku masih bersikap santai menghadapi situasi saat ini.
Aku yang mulai bosan menunggu, memilih membuka sosial mediaku untuk mengusir rasa jenuh. Saat aku sedang sibuk dengan ponselku, dia malah sibuk mengoleskan maskara dan bedak berulang kali pada wajahnya.
"Mengapa kamu memakai bedak itu berulang kali?" tanyaku yang penasaran dan ingin mendengar penjelasan masuk akal.
"Untuk apa kamu peduli pada saya?" Dia menatapku dan kembali mempertebal make up pada wajahnya.
Tiba-tiba dia mencondongkan tubuhnya ke arahku dan hampir saja mengenai wajahku. "Apa kamu tidak memakai make up?"
"Tidak! Memang biasanya saya tidak memakai make up, kecuali tadi malam saat kau menamparku."
"Kamu pasti bohong!" Dia menggertakkan giginya. "Kamu pasti operasi plastik, kan? Atau memang wajahmu sudah seperti ini?" Dia terlihat begitu penasaran. Ada keraguan di kedua matanya yang terlihat sangat jelas dan tidak bisa ditutupi.
Kebetulan aku punya tisu basah di tas, aku pun langsung menyeka wajahku dengan menekannya kuat-kuat dan menunjukkan tisu basah itu yang warnanya masih tampak putih seputih salju.
"Jadi kamu tidak memakai make up sama sekali?" tanyanya dengan wajah tercengang.
Bersambung ✍️