EDISI 4

1119 Words
Tivana pov Pertama kali melakukannya aku merasa bagaikan dalam mimpi. Awalnya terasa sakit, tapi kemudian sakitnya tergantikan oleh rasa nikmat yang menerpa. Setelah itu bagaikan candu, Alvaro sering kali memintaku b******a dengannya. Yah mungkin ini efek dia udah menahan diri selama berbulan-bulan, begitu dilepas kecanduan deh. Tapi gak masalah juga sih buatku. Jujur aku juga menikmatinya. Selain itu hal ini juga membuat hubungan kami makin dekat. Dan membuatku tidak berpikir hal-hal aneh tentang Kak Ardian lagi. Dalam pikiranku kini hanya ada Alvaro, Alvaro, dan Alvaro. Bila dia tak disampingku aku terus terbayang-bayang sosoknya, caranya menyentuhku, saat dia menciumku dan saat kami b******a. Kurasa kali ini aku betul-betul tergila-gila pada suamiku. Kupikir Alvaro juga merasakan hal yang sama. Pokoknya hubungan kami sedang panas-panasnya hingga membuatku melupakan hal-hal yang lain, termasuk kegiatan cooking classku. Hingga Kak Ardian menelponku khusus untuk menanyakan hal ini. “Tiv, kulihat akhir-akhir ini kamu jarang ikut cooking class ya?” “Ehm…aku lagi banyak kerjaan, Kak.” Begitu jawabku. Sebenarnya itu cuma alasan. Yang sebenarnya, belakangan ini Al sering sekali mendadak pulang saat jam makan siang dan mengajakku b******a di siang bolong. Heran juga suamiku sayang itu, dulu hobi lembur melulu kini malah sukarela kabur dari kantornya! “Kamu masih berniat ikutan cooking class lagi?” “Iya, Kak. Mungkin seminggu lagi aku baru bisa rutin mengikutinya.” “Why?” tanya Kak Ardian heran. “Ehm, aku dan Al akan pergi bulan madu lagi.” Tak ada suara apapun diujung telpon sana, hingga aku mengira Kak Ardian sudah menutup telponnya. “Kak Ardian?” Kak Ardian menghela napas panjang lalu berkata, “ya, Tiv. Aku masih ada kerjaan, kututup dulu ya.” Tut. Tut. Tut. Kali ini ia betul-betul mengakhiri pembicaraan kami. *** Kami pergi bulan madu ke pantai, kurasa dari dulu aku memang suka pergi ke pantai. Sore ini kuajak Al jalan-jalan di tepi pantai. Aku mengenakan hotpan jeans biru pudar dan tanktop kuning. Sedang Al memakai celana jeans selutut dan kaus hitam ketat yang mencetak dadanya yang berotot itu serta perutnya yang sixpack. Dia terlihat tampan sekali dan seksi. Kurasa bukan hanya aku saja yang menyadari pesonanya. Kulihat wanita-wanita di sekeliling kami jadi terpana melihat Al. Sampai kayak ngeces gitu. Aku betul-betul tak suka mereka bereaksi seperti itu pada Al. “Bangga ya melihat cewek-cewek mandangin kamu kayak gitu,” sindirku menahan kesal. Al melirikku sambil cengengesan. “Kamu cemburu, Darling?” “Aku? Cemburu?” aku mendengus sebal. “No way!” sambungku sambil berlari meninggalkan Alvaro. Kudengar suara tawanya yang mengejek diriku. Aku berlari dan menubruk seseorang. Uh, hampir saja aku terjatuh. Untung pria yang hampir kutabrak itu menahan diriku dengan cara memegang pinggangku. “Terima kasih,” ucapku pada orang itu. Tiba-tiba saja Alvaro sudah ada di belakangku dan menarik diriku dengan kasar. “Beraninya Anda memegang pinggang istri saya!” tegur Alvaro pada pria itu. Dia menatapnya kejam. “Maaf, Saya tak sengaja. Tadi dia hampir jatuh lalu..” “Lalu Anda memanfaatkan kesempatan untuk memegang istri saya, kan!” tuduh Al semena-mena. Wah, ini sudah keterlaluan! “Al, jangan salah paham. Dia hanya ingin menolongku,” kataku berusaha menjelaskan yang sebenarnya terjadi. “Diam, Tiv! Aku lebih mengenal jenis pria b******k seperti dia.” Ok, ini makin keterlaluan! “Fine! Up to you, aku balik hotel saja!” dengan kesal kutinggalkan dia. Di kamar hotel aku mendiamkan Al. “C’mon Darling, jangan mengacuhkanku seperti ini. Aku tak suka sikapmu ini!” Aku hanya diam dan cemberut. “Mengapa kamu yang marah? Justru aku yang seharusnya marah! Siapa sih yang rela istrinya dipegang-pegang pria lain?!” tukasnya galak. “Dia hanya menolongku, tauk! Dasar otak c***l!” semburku kesal. “Apaan?! Dia jelas menatapmu penuh nafsu! Kamu juga, Tiv, mengapa harus berpakaian menggoda iman seperti itu?! Jangan pernah memakai baju seperti itu lagi didepan pria lain!” “Hah?! Kini kau menyalahkanku? Hello….ini di pantai! Masa aku harus pakai baju tertutup dari atas sampai bawah?” sarkasku. “Bila perlu!” balas Al dingin. Aaarghhhhh! Menyebalkan sekali dia kalau seperti ini! *** Malam ini aku tidur membelakanginya, dengan jarak sejauh mungkin darinya. Al bergeser mendekatiku dan memelukku dari belakang. “Darling..” panggilnya dengan suara napas yang berat. “Gak ada jatah malam ini,” kutepiskan tangannya dengan kasar. “What?!” teriaknya frustasi. “Juga besok dan besoknya lagi!” sambungku penuh kemenangan. Rasain kamu! Al menatapku marah. “Tidak! Aku tak menyetujuinya.” Ia melumat bibirku kasar dan berusaha membangkitkan gairahku dengan sentuhan-sentuhan liarnya namun aku hanya diam saja. Akhirnya ia melepasku. “Betul kau tak menginginkanku?” Aku mengangguk mantap. “Puaskan saja hasratmu pada p*****r-p*****r diluar sana. Aku tak sudi melayanimu,” kataku kejam. Sedetik kemudian aku menyesali ucapanku itu, apalagi setelah Al menjawab sinis, “baik, jangan menyesali ucapanmu itu!” Ia beranjak meninggalkan diriku dan keluar dari kamar kami. Gawat! Apa dia betul-betul akan mencari wanita lain diluar sana? Aku khawatir dan ketakutan sekali! Bayangan Alvaro bersama wanita lain membuatku sulit bernapas. Alhasil aku tak dapat tidur semalaman. *** Jam dua dinihari Al baru kembali ke kamar. Dia mandi lalu berbaring membelakangi diriku. Ia tak menyentuhku sama sekali. Apa sudah ada wanita lain yang memuaskan dirinya? Api cemburu membakar diriku! Aku ingin memastikannya. Pelan-pelan aku beringsut mendekati dirinya dan memeluknya dari belakang, “Alvaro…” panggilku manja untuk merayunya. “Tak ada jatah malam ini,” ia membalasku ketus. Sialan, dia meniru jurusku! Aku membalikkan dirinya hingga kini kami saling berhadapan. “Betul kau tak menginginkan diriku?” tanyaku menggoda. Aku mempermainkan kancing baju tidurku dengan provokatif. Ia menatapku bimbang. Uh gemas melihatnya, ia terlihat seperti anak kecil kalau begini. Al tak tahan juga dengan godaanku, ia menarik tubuhku hingga jatuh menimpa dirinya. Lalu ia mencium bibirku dengan gemas. Aku dapat mencium bau alkohol dari mulutnya. “Wait, wait, kamu minum?’ aku menahan bibirnya. “Hanya sedikit, Darling. Salahmu membuat suamimu merana,” ucap Al merajuk. “Apa kau tadi…ehm dengan wanita lain?” tanyaku menyelidik. Mata Al membelalak marah. “ Demi Tuhan, Tiv! Kau mencurigaiku? Apa kau tahu sejak mengenalmu aku tak pernah tertarik untuk menyentuh wanita lain! Hanya kau yang membuatku bergairah.” “Benarkah?” Hatiku berbunga-bunga, perasaanku bagai diawang-awang. “Apa kau mau bukti?” Ia mulai melepas kancing baju tidurku. “Ya buktikan, Al.” Dia menciumku penuh gairah. Kami berciuman penuh gelora dan sangat intim. “Darling, kurasa kita hanya membuang-buang waktu saja dengan berjalan-jalan di pantai. Lebih menarik kita seharian di kamar, seperti ini,” katanya nakal sebelum menyatukan dirinya denganku. Dasar suami yang m***m dan posesif! Perkataannya sering membuatku malu bukan kepalang. “Kau milikku, Tiv. Jangan pernah lupakan itu,” bisiknya serak sebelum ia jatuh tertidur. I know, Al. You are mine too… Bersambung..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD