Chapter 7

1024 Words
Sesuai dugaan Andri, sesampainya di kontrakan mereka sudah disambut harumnya cake buatan Zelda. Della menyuruh Dave yang menggendongnya agar mempercepat langkahnya dan mencari keberadaan Zelda. Tanpa menghiraukan rasa sakit akibat lecet pada lututnya, Dave pun menuruti perintah Della. Andri yang melihat itu hanya terkekeh sekaligus heran, sebab Della baru mengenal Dave tapi sudah seenaknya saja memberikan perintah. “Tante, Della boleh minta cake-nya?” seru Della yang masih digendong Dave. “Tentu boleh, Sayang,” jawab Zelda sambil membawa cake yang sudah diiris ke meja makan. “Tapi cuci dulu tangannya ya, Sayang,” Zelda menambahkan. Della langsung mengangguk. “Om, Della mau turun. Della harus cuci tangan dulu, agar Della dapat jatah cake,” ujar Della cekikikan yang ditimpali tawa dari Zelda dan Andri. “Ayo, Om antar ke wastafel, Sayang.” Tanpa menurunkan Della, Dave membawa balita tersebut menuju wastafel yang ada di dapur. “Kalian mau aku buatkan teh atau kopi?” Zelda menawarkan. “Kopi saja,” jawab Dave dan Andri bersamaan. “Kalau Della mau dibuatkan teh saja, Tante.” Tidak mau kalah dengan orang dewasa, Della pun menyuarakan keinginannya. Zelda hanya tersenyum menanggapinya. Sambil menunggu minuman yang akan menemaninya menikmati cake selesai dibuat, Dave sudah membawa Della ke meja makan. Mereka melihat Andri sudah terlebih dulu menikmati irisan cake buatan Zelda. “Om, kalau tidak suka dengan cake buatan Tante Zelda, nanti jangan dilempar lagi ya. Biar Della saja yang makan sampai habis. Kasihan Tante sudah membuatnya susah payah, tapi malah dibuang,” ucap Della sambil mengamati Andri menikmati cake. “Lagi pula Mama mengatakan pada Della, bahwa tidak boleh membuang-buang makanan.” Celetukan Della membuat Dave mengernyit, sedangkan Andri menggantung sisa cake-nya yang tinggal suapan terakhir. Zelda yang sudah datang sambil membawa nampan tertegun mendengar celetukan Della yang mengingatkannya pada kejadian beberapa bulan lalu. Menyadari suaminya tidak bisa menjawab apa-apa, dia pun segera mencairkan suasana, apalagi Dave terlihat hendak melontarkan pertanyaan mengenai maksud celetukan polos Della. “Om Andri waktu itu tidak sengaja menyenggol piring yang berisi cake, Sayang, makanya cake-nya jatuh dan hancur,” Zelda berkilah. “Sebaiknya kita segera nikmati cake ini semasih minumannya hangat,” tambahnya mengalihkan topik pembahasan. Andri menatap Zelda dengan sorot mata bersalah dan menyesal. Dia melupakan keberadaan Della yang saat itu sedang dititipkan, sewaktu dia memarahi Zelda karena hal sepele. Semenjak kejadian itu Zelda tidak pernah lagi membuatkannya kue atau camilan lainnya, kecuali jika Della sedang dititipkan. Sarapan dengan menu nasi goreng pun tidak pernah mereka nikmati setelah kejadian itu, hanya karena ada Dave saja, Zelda membuatkannya nasi goreng. Andri menyadari perbuatannya waktu itu sangat keterlaluan, tapi saat itu dia benar-benar tidak bisa mengendalikan diri. “Om, suapi Della!” rengek Della yang duduk di samping Dave dan membuat Andri menyudahi lamunannya. “Sepertinya Della sudah menyukaimu, Dave. Belum sehari kenal, tapi dia sudah manja dan lengket padamu,” komentar Zelda sambil terkekeh melihat tingkah tak biasa Della. “Tante, cake-nya enak,” puji Della sambil mengacungkan kedua jempol tangannya setelah mengunyah cake yang disuapkan Dave. “Kalau Mama sudah pulang, Tante mau kan membuatkan Della cake seperti ini lagi?” tanya Della di sela-sela aktivitas mengunyahnya. “Sangat mau, Sayang. Nanti kita membuatnya sama-sama saja,” jawab Zelda sebelum menyeruput teh hangatnya yang tawar. Dia terpaksa membuat teh tawar, karena gulanya sudah habis. “Oke. Nanti Della minta uang pada Mama agar Tante bisa membeli bahan-bahannya,” sahut Della sebelum meminum teh manis yang diangsurkan Dave. “Sepertinya Nenekmu sudah datang, Sayang. Tunggu sebentar, Tante mau ke depan dulu,” ujar Zelda saat mendengar pintu rumahnya diketuk. “Biar aku yang membuka pintunya. Kamu lanjutkan saja menikmati cake dan tehmu,” sela Andri saat melihat Zelda memundurkan kursi yang di dudukinya. Zelda mengangguk. “Nanti ajak Bibi masuk, An. Pasti beliau sangat lelah,” ujarnya pada Andri. “Iya, Zel.” Andri menepuk lembut pundak istrinya. *** “Masuk, Bi,” ujar Andri setelah membuka pintu dan melihat Bi Rani berdiri di hadapannya. Bi Rani tersenyum melihat laki-laki tinggi di depannya. “Della ti ....” Bi Rani menggantung kalimatnya saat mendengar tawa balita mungil yang akan ditanyakannya. Andri ikut terkekeh ketika Bi Rani menggelengkan kepala mengetahui Della tidak rewel. “Ayo masuk, Bi. Della berada di ruang makan sedang menikmati cake buatan Zelda.” Andri membuka pintunya lebih lebar dan membiarkan Bi Rani lebih dulu memasuki rumahnya. “Apakah Della nakal, An? Merepotkan kalian, terutama Zelda?” tanya Bi Rani setelah berjalan beriringan dengan Andri menuju ruang makan. “Tidak, Bi. Oh ya, bagaimana keadaan Nath?” Andri baru sempat menanyakan langsung keadaan wanita yang selama ini sering membantunya. “Sebenarnya Nath ingin dirawat jalan saja, tapi dokter yang menanganinya lebih menyarankan agar dia menjalani perawatan di rumah sakit dulu. Bibi juga menyetujui saran dokter, karena Bibi yakin jika Nath dirawat di rumah pasti istirahatnya tidak efektif,” jelas Bi Rani. “Kalau mengenai Della, Bibi tidak usah khawatir. Aku dan Zelda akan membantu menjaganya,” ujar Andri tulus. Bi Rani terpaku saat matanya melihat sosok mungil yang sangat disayanginya sedang dipangku laki-laki yang tidak dikenalnya, karena orang tersebut menunduk. Dia semakin terkejut saat melihat Della bersandar manja pada d**a laki-laki tersebut setelah disuapi cake. “Dia sahabatku yang kemarin kecelakaan, Bi,” beri tahu Andri saat menyadari wanita paruh baya di sampingnya menampilkan gurat cemas. “Bibi tidak usah khawatir, dia orang baik meski saat ini penampilannya tidak mecerminkan orang baik,” Andri melanjutkan sambil terkekeh. Siapa pun yang melihat penampilan Dave sekarang pasti mengasumsikannya seorang preman, walau anggota tubuhnya tidak dipenuhi tato atau tindik di sana-sini. “Sebenarnya dia laki-laki tampan, tapi karena sedang frustrasi jadi dia mengabaikan ketampanannya itu. Aku dan Zelda sebenarnya risi melihat penampilannya yang sekarang, malah kemarin Zelda menyuruhnya memotong rambut serta mencukur bulu-bulu yang sangat mengganggu pemandangan itu. Namun dia tidak mengacuhkan suruhan Zelda,” jelas Andri pelan. “An, mengapa kamu membiarkan Bibi hanya berdiri di sana?” tegur Zelda ketika menyadari suami dan Bi Rani di belakangnya. “Bi, ayo bergabung bersama kami,” ajak Zelda kepada Bi Rani. “Nenek!” seru Della ketika mendengar Zelda memanggil neneknya. Seruan nyaring Della membuat Dave yang sudah selesai membersihkan mulut Della karena belepotan cream ikut mengangkat kepalanya. Alhasil pupil matanya melebar saat melihat sosok wanita yang sejak tiga tahun lalu mengundurkan diri sebagai asisten rumah tangga di kediaman orang tuanya. Tidak hanya Dave, Bi Rani juga sangat terkejut, sampai-sampai tas yang dibawanya meluncur bebas di atas lantai. “Bibi?” ujar Dave pelan tapi penuh penekanan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD