¨ Distrik 8
Naami tengah memasak sarapannya, hanya memasak nugget ayam yang digoreng untuk pengganjal perutnya, setidaknya itu yang dia makan untuk pagi ini sebelum dia benar-benar akan sibuk dengan rutinitas antar tempat yang akan dia lakukan.
Tepat pukul 06:01 Naami sudah siap untuk memulai sarapannya, terlalu pagi? Tidak masalah bagi Naami yang memiliki rutinitas padat. Baginya lebih baik dari pada dia bangun langsung bersiap pergi ke kantor tanpa sarapan, karena jika dia suka keluar dari apartmentnya itu maka artinya dia tidak akan sempat untuk sarapan dan hanya akan makan siang, itupun kalau sempat.
Tengah menikmati sarapan, ponsel Naami bergetar tepat di samping piring sarapannya.
Drrrttt…
Getaran panjang menandakan sebuah panggilan masuk ke dalam ponsel itu.
Naami yang sadar, langsung saja menerima panggilan tersebut yang ternyata dari Papa Haxel.
“Hallo Naami,” sapanya lebih dulu.
“Ya hallo, Papa?”
“Hari ini orang yang akan menggantikan kamu akan datang pukul 8, jadi kalian bisa bertemu langsung. Papa sudah memintanya langsung datang ke kantor Haxel dan kalian bisa membicarakan yang perlu kamu sampaikan pada dia,” jelas Papa Haxel dari dalam panggilan.
“Ok baiklah, Papa. Apa Haxel mengetahui ini?” tanya Naami.
“Tau. Oh iya, orangnya bernama Auliana Crhisy. Papa sedikit kesulitan tadi malam untuk mencari penggantinya karena di kantor masing-masing sibuk dengan pekerjaan. Salahkan Haxel yang memiliki urusan malah mendadak seperti ini, semua menjadi kacau balau. Beruntung gadis ini semalam dia berkunjung ke rumah dan mau membantu gantikan kamu katanya,” jelas Papa Haxel lagi.
“Auliana Crhisy? Kok seperti tidak asing ya?” gumam Naami mengulang nama yang disebutkan oleh Papa Haxel.
“Mungkin kamu juga pernah mengenalnya, dia juga alumni univ di Amerika sama seperti kamu,” kata Papa Haxel padanya.
“Ow sepertinya aku benar-benar mengenalnya! Baiklah Papa, kalau begitu Naami bersiap-siap dulu untuk berangkat ke kantor. Sudah beberapa hari Naami tidak menginjakkan kaki di kantor distrik 8, selalunya cuma di lapangan sampai-sampai kulit Naami sekarang menggelap,” ujar Naami yang disertai dengan keluhannya.
“Hahaha! Itu salah kamu, Papa ingin memindahkan kamu ke kantor bagian dalam tapi kamu sendiri yang menolaknya berkali-kali. Tapi walaupun kamu menggelap kamu tetap cantik seperti biasanya jadi tenang saja.” Naami mendengar gelak tawa Papa Haxel karena keluhannya tentang kulitnya, tapi Papa Haxel malah memuji dirinya.
“Tentu saja! Terimakasih Papa,” jawab Naami dengan percaya diri.
“Hahaha… ya sudah Papa tutup dulu telponnya, kamu pasti sangat sibuk hari ini. Maaf merepotkan kamu,” ujar Papa Haxel.
“Tidak masalah Papa, bye Papa,” seru Naami. Kemudian dia menutup panggilan itu lebih dulu.
Kembali Naami meletakkan ponselnya di samping piring sarapannya. Tapi hanya beberapa menit ponsel itu diam, ponsel itu kembali bergetar menandakan panggilan masuk.
Drrrtt….
“Abah?” gumam Naami membaca nama kontak yang tertera di layar ponselnya.
“Hmm hallo Abah? Ada apa?” tanya Naami langsung.
“Hei anak nakal! Ingat untuk ke bandara jam 11 jangan lupa!”
Telinga Naami langsung disapa oleh suara tinggi nan berat milik Abah Imam yang membuat Naami terkejut sendiri dan mengusap-ngusapkan tangannya di telinga kirinya.
“Iya-Iya. Astaga… Abah bisa tidak jangan nge-gas, Nam masih mendengar dengan jelas walau Papa berbicara pelan,” tutur Naami.
“Kamu bisa menulikan telingamu, lalu kamu membuat naik darah Abahmu ini, ck! Anak ini,” keluh Abah Imam.
“Bukan begitu Abah…, ok baiklah Abahku Rajaku Tuanku. Sabar ya, putri cantikmu ini pasti ingat dengan jadwal kepulangannya, dia pasti ingat dengan jam keberangkatannya. Jadi tenang saja, jangan marah-marah nanti hipertensi Abah naik, aku pulang bukannya sehat malah sakit… kan tidak lucu,” tutur Naami dengan suara yang sengaja dia buat lembut, pelan, tapi penuh dengan penekanan.
“Ingatkan juga untuk calonmu itu datang dan bawa keluarganya!” Sekali lagi Naami harus bersabar dengan tempramen Abahnya suka sekali meledak-ledak.
“Iya Tuanku Rajaku Abahku…. Ih gemes aku Abah kaya tidak sabaran mau nerima menantu lagi,” ujar Naami menggoda Abah Imam.
“Abahmu memang tidak sabar lagi Nam, katanya mau bikin pesta lagi biar bisa bikin acara kumpul keluarga yang besar!”
Terdengar teriakan sang Uma yang membuat Naami langsung ingin meledakkan tawanya tapi kemudian dia mendengar suara Abah seperti menegur Umanya.
“Hei orang yang tidak menelpon jangan ikut berbicara!”
Sungguh Naami saat ini sakit perut menahan tawanya. Sebabnya Abah jika berbicara dengan Umanya walau suaranya keras tapi tetap saja, nadanya berbeda saat si Abah berbicara padanya.
“Abah jangan malu-malu kucing, Bah. Bilang aja iya!” balas Naami. Tapi berikutnya yang dia dapatkan adalah….
“Sudah Abah tutup Abah sibuk!”
Tut Tut Tut
Setelah mengatakan hal itu, Abah benar-benar menutup panggilannya secara sepihak.
Barulah Naami meledakkan tawanya karena tingkah Abahnya yang menurutnya lucu.
Naami keluar dari unit apartmentnya setelah semua urusan rumahnya selesai sambil membawa barang untuk dia bawa pulang ke Palembang nanti siang. Naami bergegas menuju kantor. Sebenarnya kantor tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya karena masih satu kawasan. Tapi karena dia ingin cepat sampai dan tidak merepotkannya untuk bolak balik unit apartment menjemput barang bawaannya. Barang sudah siap dia telak di dalam mobil, dia berangkat menuju gedung perkantoran dan menuju lantai keberadaan Direktur sekaligus Calon Suaminya.
Kantor Haxel ada di Distrik 8 pusat bisnis Sudirman.
Sedangkan apartment yang disewa Naami ada di Distrik 8 juga bagian gedung hunian.
Setelah sampai, Naami keluar dari mobil hanya membawa tas tangan dan beberapa berkas data yang diperlukan untuk pertemuan tinjauan lapangan yang akan dia serahkan pada orang yang menggantikan dirinya nanti. Data itu berisi data-data proyek kerja sama pembangunan perusahaan besar, tentu tidak semua yang proyek kerja sama yang dilakukan Naami berikan pada orang yang menggantikannya. Naami hanya membawa satu data proyek untuk orang pengganti itu. Karena tentu saja dia tidak akan tetap bekerja sebagaimana biasanya dia kerjakan.
Tink!
Dentik bunyi penanda lantai yang Naami tuju sudah sampai. Pintu terbuka Naami langsung saja melenggangkan langkahnya keluar dari lift untuk menuju ruangan direktur.
Belum pukul 08:00, artinya Naami belum terlambat.
Tok tok tok
Naami mengetuk pintu, tentu saja. Setelah bertanya pada sekretaris yang berjaga di pintu luar tempat meja khususnya tentang keberadaan Haxel. Sekretaris menjawab bahwa Haxel juga baru saja datang. Dengan senyum mereka Naami membuka pintu utama ruangan itu dan masuk ke dalam.
Di dalam Naami dikejutkan dengan adanya tamu yang sudah duduk di sofa ruangan Haxel.
“Oh? Maaf ternyata sedang ada tamu,” seru Naami terkejut melihat seorang wanita duduk dengan anggun dan tenang di sofa ruangan itu.
“Ah, ya saya juga baru saja sampai. Maaf seperti… ah kamu Naami, bukan?!” tebaknya dengan raut wajah terkejut menatap Naami dan memperhatikan Naami dari atas sampai ke bawah berulang-ulang.
“Ha?” kaget Naami karena seseorang mengenalnya sedangkan dia baru saja pertama kali bertemu. Pikir Naami mungkin karena orang itu kerja di perusahaan yang sama dengannya jadi dia bisa kenal dengan Naami, “padahal aku tidak begitu terkenal,” batin Naami.
“Kamu lupa sama saya?” tanya orang itu.
Naami menggeleng.
“Astaga…. Ini aku Auliana, Nam. Auliana Crhsy, sahabatmu di univ,” tuturnya.