Bab 25

2036 Words
Ida masih tak percaya dengan apa yang terjadi pada dirinya. Berulang kali ia duduk di depan cermin dan memperhatikan wajahnya yang berubah seratus persen. Tata rambutnya sudah berubah, penampilannya juga berubah. Ia merasa asing dengan dirinya.  Tak ada lagi Ida yang berpenampilan sederhana. Ia seperti disulap menjadi wanita kelas atas. Pandangannya beralih pada sejumlah alat kosmetik dan perawatan wajah yang sengaja dibelikan oleh Bu Ratih, mertua Miko. Beberapa papper bag berisi pakaian baru belum ia sentuh sama sekali. Ia merasa tak pantas memiliki barang-barang bermerek itu. Itu terlalu mewah, menurutnya. Ida harus mengucapkan banyak terima kasih kepada mertua Miko itu. Saat asyik dengan pikirannya, tiba-tiba terdengar ketukan pintu kamarnya. Seperti biasa itu pasti Ami sebab suaranya terdengar tak enak di telinga. "Aku heran sama Mbak Ida, Mbak pake pelet apaaan sih sampai-sampai orang di rumah ini perhatian banget sama kamu?" Ami menatap Ida penuh cemooh. Rasa iri dengki semakin menjadi-jadi. Selama acara shopping dengan Bu Ratih, Ida mendapat perlakuan istimewa. Sementara Ami sama sekali tak dianggap. Ia hanya bertugas membawakan papper bag. Ida dibelikan banyak barang berbanding terbalik dengannya. Ami berpikir jika status mereka sama hanya pelayan keluarga Dimas Hadiwijaya. Tadi pun Bu Ratih mencuekkan dirinya dan tak menganggap kehadirannya. Ami sangat emosi "Maksud kamu apa Mi?" Ida tak paham dengan kekesalan Ami kepada dirinya. Gadis yang sudah bertransformasi menjadi sosok cantik jelita itu tak terima dengan tuduhan yang dilontarkan oleh perawat itu sebab ia tak melakukan apapun. Ia juga tak pernah meminta sesuatu dari keluarga Miko. "Ngaku aja Mbak, kalau kamu pake guna-guna dan pelet pengasihan agar Bu Ratih sayang sama kamu. Mana ada majikan yang baik minta ampun kalau tidak ada apa-apanya. Bu Miko juga kamu bodohi kan." Ami tetap mengatakan hal yang bukan-bukan. Ida merasa sedih dengan perkataan Ami. Percuma saja jika ia meladeninya tak akan ada ujungnya. Ami pasti semakin menjadi. Ida tak ingin bertengkar. Seharusnya Ami tak perlu iri kepadanya. Ia dan ibu mertua Miko telah lama kenal jadi wajar jika ia memperlakukan dirinya dengan baik. Dia hanya pegawai baru yang belum dekat dengan majikannya. "Ami, saya mau istirahat. Tolong kamu kembali ke kamarmu." Ida mengusir Ami dengan sopan. Ami pun dengan kesal segera berlalu dan membanting pintu kamar Ida lumayan keras. Awas, saja sebentar lagi kamu bakalan tersingkir dari rumah ini. Teriaknya dalam hati Ida menarik nafas dalam-dalam. Sikap Ami sungguh kekanakan dan tak menunjukkan profesionalitasnya. Ngomong-ngomong Ida pun penasaran dengan maksud Bu Ratih yang mengubah penampilan dirinya. Ada apa gerangan. *** Dimas memperhatikan istrinya yang tengah berada di depan cermin meja riasnya. Dimas senang sang istri sudah kembali menjalani rutinitasnya lagi untuk bersolek merawat wajahnya. Makin hari wajahnya semakin cantik dan Dimas tak pernah berhenti jatuh cinta lagi dan lagi. "Aku kaget sekali lihat perubahan Ida. Aku tidak pernah berpikiran seperti Mami. Seharusnya sejak dulu aku memperhatikan penampilan Ida." Miko membahas perubahan Ida yang mengesankan. Ia ingin tahu bagaimana reaksi suaminya. Miko perhatikan Dimas sepertinya terpesona, namun tak menunjukkannya. "Mami melakukan itu semua demi Mas Fikri. Ingat kan obrolan kemarin? Mami tak main-main jika ia sudah memiliki rencana. " Dimas memberikan pendapatnya. "Mami memang hebat. Besok dan seterusnya akan banyak yang mengejar Ida. Perkembangan yang bagus." Miko tersenyum penuh arti ke arah suaminya. Berharap suaminya sependapat dan menjadi salah seorang yang menjadi pengagum Ida. Miko tak keberatan jika Dimas jatuh cinta kepada Ida. "Menurut kamu Ida itu gimana?" Miko berusaha memancing suaminya agar memberikan penilaian. Selama ini suaminya terkesan cuek. "Cantik, tapi masih jauh lebih cantik istriku." Dimas memeluk Miko dan menghujaninya dengan ciuman di wajahnya bertubi-tubi. Dimas tahu istrinya sedang memancing dirinya. Tak ada wanita lain di hatinya, kecuali Miko seorang. "Dimas! Sudah dong aku sedang pakai krim malam, nanti luntur lagi." Miko kembali mengusap pipinya. Suaminya itu berlebihan. "Kamu tidak perlu takut aku akan tertarik kepada sekretaris kamu itu. Buat aku ga ada wanita yang lebih cantik dan menarik selain kamu. Kamu belahan jiwaku selamanya." Dimas berbisik. Setelah itu dengan gerakan cepat ia meraih tubuh Miko untuk membawanya ke atas ranjang. Ia sangat menginginkannya. *** Miko mengelus d**a bidang Dimas yang dipenuhi bulu-buli halus. Otot perutnya yang dihiasi roti sobek membuat pria tampan itu semakin menarik di mata Miko. Betapa ia begitu mencintainya. Miko beruntung menjadi istri Dimas. Dia sosok suami yang sempurna. Tampan, mapan, kaya, sholeh dan baik. Akan sulit menemukan pria lain seperti suaminya. Dimas langsung terlelap usai melakukan percintaan dengan istrinya. Sepertinya ia kelelahan. Sementara Miko tak bisa tidur karena badannya merasa pegal. Anggota geraknya memang masih bermasalah sehingga jika ia terlalu banyak bergerak akan terasa linu. Miko sedikit menahannya karena ia tak mau membuat suaminya kecewa. Tiba-tiba Dimas menggeliat. "Sayang, kamu belum tidur?" Dimas membuka matanya perlahan. Miko menggeleng pelan. "Susah tidur,"jawab Miko. "Sini aku peluk!" Dengan menahan kantuknya Dimas meraih tubuh istrinya dan memeluknya erat. "Kamu baik-baik saja, kan?" Dimas berbisik. Ia khawatir jika aksinya tadi membuat Miko kesakitan. Ia terkadang sulit mengontrol dirinya. "Tidak apa-apa kok." Miko pun memeluk suaminya. Ia berusaha memejamkan matanya. "Maaf ya jika aku tadi terlalu kasar." Dimas mengecup kening istrinya dan mengelus rambut hitam sang istri. Pria itu lalu kembali memejamkan matanya. Ia benar-benar lelah. *** Pagi-pagi sekali Miko dan Dimas  menyaksikan Bu Ratih sedang asyik senam aerobik. Wanita itu tampak enerjik mengikuti gerakan di layar televisi. Walaupun peluh telah membasahi tubuhnya ia terus menggerakan badannya tanpa merasa lelah. Dulu Miko sering menemaninya. "MasyaAllah, Mami keren sekali." Dimas tersenyum memberikan pujiannya. Ia merasa kalah oleh wanita setengah abad yang selalu lincah setiap saat. Pantas saja ibunya yang berusia limapuluh tahun lebih dan pernah melahirkan lima orang anak itu tampak segar bugar. Tak tampak penuaan dini sedikitpun. Kulitnya masih kencang dan rambutnya pun belum beruban. "Ayo Dim ikutan! Mumpung sehat dan ada kesempatan." Seru Bu Ratih sambil mengelap keringatnya. Ia bersiap untuk melanjutkan gerakan berikutnya. "Ga bisa Mi." Dimas terkekeh. Malas rasanya ikut senam yang dinilainya adalah olah raga kaum hawa. Usai menyaksikan ibunya, pasangan itu beralih ke ruang makan bersiap untuk sarapan pagi. Di sana tampak Ida sedang menata meja makan. "Pagi Mbak Miko, Pak Dimas!" sapa Ida ramah seraya menyunggingkan senyumannya. Ia terlihat semakin cantik. "Pagi Ida!" Miko dan Dimas pun tersenyum. "Kamu panggil Dimas jangan Bapak! Dia masih muda. Umurnya setahun lebih muda dari kita lho. Panggil Mas Dimas atau Bang Dimas saja! Gimana,Sayang?" Miko menatap suaminya minta persetujuan. Ia ingin agar Ida tidak terlalu formal baik kepadanya maupun suaminya.Miko ingin hubungan mereka lebih akrab seperti keluarga pada umumnya. "Iya, kamu boleh panggil Bang Dimas." Dimas mengizinkan. Tak sedikit pun Dimas menaruh curiga jika Miko sedang menyusun sebuah rencana untuk mendekatkan dirinya kepada Ida. "Terimakasih, Pak! Eh,Bang" Ida masih belum terbiasa. "Ayo kita sarapan!" Miko tak sabar melahap nasi goreng buatan Ida. "Kamu tolong, Panggilkan Mami!" Dimas memberikan perintah kepada Ida. Bu Ratih biasanya lupa segalanya jika sedang asyik dengan satu hal. Tanpa menunggu perintah untuk ke dua kalinya, Ida segera menjalankan titah Dimas. "Ami kemana ya? Kok ga ada? Perawat itu makin hari banyak tingkah dan kinerjanya juga kurang bagus. Belum sebulan kerja sudah banyak menuntut. Kalau aku tegur atau nasihati terkadang suka melawan." Miko mulai membicarakan masalah Ami. Ia ragu untuk mempertahankannya. "Maksudnya kamu mau cari perawat lain?" Dimas memastikan. Dari awal ia kurang yakin dengannya.  Perawat itu beda jauh dengan Sawa, perawat istrinya terdahulu. "Kita lihat saja dalam seminggu ke depan. Kalau tak ada perubahan terpaksa kita pulangkan Ami." Miko masih memberikan kesempatan. Tak adil rasanya jika memecatnya begitu saja. "Aku lihat dia sering curi pandang ke arah kamu. Sepertinya dia suka sama kamu." Miko menggoda Dimas. Jangankan Ami, karyawati di kantor Miko dan Dimas pun banyak yang menjadi penggemar pria berbintang Taurus itu. "Kamu cemburu?" Dimas berusaha menggoda istrinya. "Engga level cemburu sama dia." Miko menertawakan pertanyaan yang diajukan oleh suaminya. Penampilan Ami yang seronok tak akan mempan merebut hati Dimas sebab Dimas paling tidak suka dengan gadis yang banyak tingkah dan kecentilan. Selang lima menit kemudian, Bu Ratih datang bersama Ida dan langsung bergabung bersama pasangan Dimas dan Miko. "Aduh cape banget!" Bu Ratih menarik kursi di depan Miko lalu menjatuhkan bokongnya. Ia masih menggunakan kostum senam. "Gimana ga cape, Mami geraknya lincah sekali." Dimas menimpali. "Kalau lincah ga akan keringetan dan lemak di tubuh Mami ga akan terbakar." Bu Ratih berujar seraya meminum jus jeruk di hadapannya hingga tandas. Tidak seperti yang lainnya menyantap nasi goreng, memilih untuk mengisi perutnya dengan buah-buahan. Ia baru berolah raga dan tak mau dietnya gagal. "Si Ami gak ikut makan ya? Pasti dia lagi kesel sama Mami. Tadi Mami habis omelin dia. Harusnya dia bangun pagi dan bantu beres-beres. Nah ini jam lima masih molor." Bu Ratih mengomel. Bu Ratih paling tidak suka orang malas. "Sudah Mi, sarapan dulu ghibahnya nanti habis makan dilanjutkan." Miko mengingatkan. Dimas tersenyum. Sementara Ida tak ikut terlibat perbincangan. Ia asyik dengan makanan di piringnya. Sejujurnya ada banyak hal tentang Ami yang ingin ia katakan, namun Ida berusaha untuk menyimpannya. Ia tak ingin Ami sampai mendengarnya dan makin membenci dirinya. "Pokoknya, kalian buruan pecat dia. Mami perhatikan juga kepribadiannya itu buruk. Perhatikan deh tingkahnya kalau di depan Dimas sering cari perhatian. Nyebelin banget tuh babu." Bu Ratih makin berapi-api. Tanpa disadari oleh mereka ternyata sedari tadi Ami mendengar percakapan keluarga Hadiwijaya. Ia berdiri di balik dinding dekat pintu masuk ruang makan. Mendengar ocehan Bu Ratih, Ami bersumpah untuk segera menyingkirkan wanita itu. *** Suasana rumah Miko dan Dimas tampak sepi, sebab Miko sedang tidur. Usai minum obat ia malah terserang kantuk Hari ini Bu Ratih dan Ida pun pergi ke toko kue sekaligus mampir ke supermarket untuk membeli bahan makanan. Mbok Darmini juga sedang mudik ke kampung halamannya. Tinggalah Dimas seorang diri di ruangan kerjanya. Ia kembali sibuk berbincang di telepon dengan sekretarisnya. Dimas mulai mencari tahu tentang paman Ida yang bernama Dewa, guna menindak lanjuti perbuatannya terhadap Miko beberapa waktu lalu. "Kamu atur saja semua ya, saya percaya kamu!" Demikian bunyi perintah Dimas kepda Tomy. "Permisi,Pak. Ini Ami" Ami memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Dimas. Ia sengaja membawakan minuman untuk Dimas dan meletakkannya di atas meja. "Bapak sendirian saja?" tanyanya dengan nada sok perhatian yang dibuat-buat. Siapa pun yang melihat ya pasti sepakat. "Kamu kan sudah tahu, kenapa bertanya lagi?" Dimas menatap gadis dengan rok setengah paha itu dengan pandangan tak suka. "Maaf, Pak." Ami berusaha menarik simpati Dimas. "Pak, ada yang ingin saya sampaikan kepada Bapak, ini tentang Bu Miko dan  Mbak Ida sewaktu Bapak sedang tak ada di rumah." Ami mengubah mimik wajahnya dengan tampang seriusnya. Ia mulai menjalankan rencananya. Ingin menghasut Dimas agar tak menyukai Ida. Syukur-syukur kalau di depak dari rumah majikannya. "Memangnya apa apa dengan mereka." Dimas menatap Ami. Entah apa yang akan diadukan olehnya. "Mbak Ida tidur di kamar Bu Miko watu Bapak tak di rumah. Mereka tidur seranjang. Saya sempat mengintip mereka. Pokoknya tak enak dilihat." Ami mengadukan masalah itu. Dimas tak paham maksud Ami yang membuat laporan kepadanya. "Sebaiknya, Bapak hati-hati dengan Mbak Ida, dia itu pandai menjilat. Bu Ratih saja sampai diporotin. Kemarin waktu belanja dia tanpa malu minta ini itu. Saya tak menyangka jika mbak Ida yang pendiam itu sesungguhnya berperangai buruk. Hal yang paling menakutkan ternyata dia itu lesbi. Dia berusaha melecehkan saya dengan masuk kamar saya dan berusaha melakukan tindakan tak senonoh. Di balik keluguannya ternyata perilaku seksualnya menyimpang. Bukan hal mustahil jika istri Anda juga masuk ke dalam perangkapnya. Coba saja Anda pikirkan, Mbak Ida belum punya pacar dan tak pernah dekat dengan pria mana pun, namun ia dekat dengan istri Anda. Itu patut dicurigai." Ami mengoceh panjang lebar. Ia pun berkata yang bukan-bukan tentang Ida. Mendengar pernyataan laporan dari Ami, Dimas tak percaya begitu saja. Ami sulit dipercaya karena ia orang baru. "Oke, terima kasih atas perhatiannya. Sekarang kamu boleh keluar." Dimas mengusir Ami yang terlalu banyak bicara. Secara tak sadar, ia pun mulai termakan omongan Ami. Ia memikirkan hubungan Miko dan Ida.  Miko tak pernah mengatakan Ia dan Ida pernah tidur sekamar bahkan satu ranjang. Semua omongan Ami ada benarnya dan masuk akal. Selama ini Ida tak dekat dengan pria mana pun. Istrinya juga sangat peduli dan menyayanginya. Mereka selalu bersama dan lengket. Miko juga yang memaksa Dimas menerima Ida tinggal di rumah mereka.  Hal itu kadang membuatnya cemburu karena Miko terlalu berlebihan. Namun Dimas tak pernah berpikir sejauh itu jika Miko dan Ida berprilaku menyimpang. Dimas menggelengkan kepalanya, berusaha menepis semua pikiran buruknya. Tak mungkin istrinya senista itu. Ia harus segera melakukan penyelidikan dan langsung mengintrogasi Miko dan Ida. Jika ternyata itu adalah fitnah Ami, ia akan mendepak Ami keluar rumahnya segera. Di luar Ami tersenyum puas karena berhasil meracuni pikiran Dimas, ia berharap agar Dimas percaya padanya. Perawat itu pun mulai menyusun rencana lain dalam kepalanya. Ia bersumpah akan mendekati Dimas perlahan-lahan. *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD