Bab 16

1579 Words
Miko terbaring di atas ranjangnya. Ia baru saja terjaga setelah hampir dua jam terlelap. Usai minum obat bawaannya selalu mengantuk. Kini waktu menunjukkan pukul setengah tiga. Ia berusaha bangkit dengan susah payah untuk duduk bersandar. Sebenarnya Miko jenuh dengan keadaan dirinya yang seperti sekarang ini. Ia merindukan kembali saat-saat normal kembali pulih seperti sedia kala. Sayangnya itu semua butuh proses dan waktu yang panjang. Ia sendiri khawatir tak dapat pulih seperti sedia kala. Beruntung Dimas, suaminya selalu mendukungnya. Begitu pula orang-orang di sekitarnya selalu membangkitkan semangatnya agar terus berjuang dan tak putus asa. Ia pun merasa kasihan terhadap suaminya yang selalu direpotkan olehnya. Kasihan nasib Dimas, ia tak mendapatkan hak-haknya sebagai suami. Miko merasa menjadi istri yang tak berguna. Walaupun Dimas tak pernah mengeluh namun Miko bisa merasakan bagaimana perasaan Dimas yang sesungguhnya. Sudah tak bisa memberikan keturunan, ia pun sakit dan cacat serta tak mampu menjalankan kewajiban sebagai istri. Sungguh malang nasibnya. Miko berulang kali menarik nafas dalam-dalam. Ia harus semangat berjuang untuk sembuh. Dengan tangan kirinya diraihnya ponsel yang terletak di sampingnya untuk memanggil Salwa. Tak lama kemudian gadis berkulit sawo matang itu datang. Miko ingin ke toilet. Kantung kemihnya sudah terasa sesak. Sebenarnya Dimas dan Salwa menyarankannya untuk memakai popok namun Miko enggan. Rasanya sungguh tak nyaman. "Ayo Bu,Pelan-pelan ya! Salwa membantu Miko bangun dan duduk di kursi roda. Miko kembali bersedih. Untuk turun dari ranjang saja harus dibantu. Di toilet pun ia dijaga ekstra ketat. Mandi dan makan juga tak bisa sendiri. *** Suasana kantor Beauty tour & travel sore hari tampak mulai sepi karena sebagian karyawan sudah pulang ke rumah masing-masing. Tinggal sebagian lagi yang harus lembur menyelesaikan tugas-tugas akhir bulan yang harus selesai secepatnya. Salah satu yang masih sibuk berkutat di depan laptop adalah Ida. Wanita yang berprofesi sebagai sekretaris itu sekarang tugasnya bertambah. Ia diutus Miko menjadi wakilnya. Maka dari itu pekerjaannya makin menumpuk. Beruntung semua karyawan bisa diajak kerja sama. Mereka tak pernah protes dan mengeluh. Kepada Ida pun mereka menurut. Tepat pukul sebelas malam, ia matikan layar laptopnya dan segera membereskan mejanya. Ia hendak pulang. Matanya mulai lengket walaupun sudah minum kopi hingga dua cangkir. Ia harus pulang sebelum rasa kantuk meraja lela karema ia harus membawa motor. Bisa gawat jika ia menjalankan motor dalam keadaan mengantuk. "Aku pulang duluan ya! Suamiku sudah jemput!" Viny salah satu staf yang juga lembur pamit kepada Ida. Ia selalu dijemput suaminya. "Iya, Vin. Aku juga sudah mau pulang kok. Selamat berakhir pekan ya." Ida melepas kepergian rekannya. Ia pun segera pergi meninggalkan ruangannya setelah pamit kepada OB yang masih jaga. Suasana sepi di parkiran tak membuat Ida takut akan gelapnya malam. Bukan sekali dua kali ia pulang larut. Lagipula jarak antara kantor dan kontrakannya tak terlalu jauh. Cuma butuh waktu lima belas menit saja menggunakan motornya. Perasaan Ida begitu tak nyaman. Selama perjalanan ia merasa seperti ada yang mengikuti dari belakang. Setelah melewati perempatan, di tempat yang agak sunyi tiba-tiba sebuah motor menyalipnya dan menghadangnya. Tentu saja Ida kaget dan segera mengerem motornya. Tampak di depannya ada dua orang pria bertubuh jangkung mencegat dirinya. Tampangnya tampak sangar dan mengerikan dengan tato di lengan kiri. Keduanya mendekat ke arahnya. Perasaan Ida semakin kacau, ini merupakan kali pertama dirinya dicegat orang jahat. Rupanya bukan hanya mereka berdua yang mendatanginya. Ada dua orang lagi yang berdiri tak jauh dari mereka. "Hai Nona, ayo ikut kami." Salah satu dari mereka berkata berusaha menarik pergelangan tangan Ida. Sementara salah satu dari mereka yang berkepala plontos menjambret tas Ida. "Lepaskan!" Ida meronta, berusaha melepaskan diri. Ida gugup. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Ia tak paham apa yang terjadi karena seumur hidupnya tak pernah ada yang berani berbuat jahat kepadanya. Seketika bayangan buruk menghantuinya. "Tolo...ng..., Tolong...!! Ia berusaha berteriak meminta bantuan siapa tahu ada yang mendengar. Para penjahat itu berusaha membekap mulut Ida, serta hendak menyeretnya masuk ke dalam mobil dengan paksa. Ida tak berdaya ia pasrah dengan apa yang terjadi. Ya Allah lindungi hamba-Mu yang lemah ini. Ida menjerit dalam hati. Tiba-tiba seorang pria datang entah dari mana dan langsung menyerang orang-orang jahat yang berusaha membawa Ida. Rupanya Allah telah mengirim pertolongannya lewat pria itu. Bugh Bugh Ia memukuli salah satu dari mereka dan langsung tumbang. Dua yang lainnya langsung membantu menyerang si pria penyelamat. Melihat kesempatan itu, Ida berusaha meloloskan diri. Ia menendang bagian alat vital dari pria gondrong yang berusaha memasukkannya ke dalam mobil. "Aw..." teriaknya. Ida segera berlari, mengambil ranselnya yang tergeletak dan langsung menuju motornya untuk segera pergi meninggalkan tempat yang mengerikan itu. Ia tak ingin terkejar oleh kawanan penjahat yang hendak menculiknya. Saking kagetnya Ida malah melarikan diri. Ia tak sempat mengucapkan terima kasih kepada sosok yang telah menolong dirinya dari gangguan para preman yang menakutkan itu. Tak ada kesempatan untuk melakukan hal itu. Ida memacu sepeda motornya dengan kecepatan tinggi. Perasaannya sangat was was. Sesampainya di rumah kontrakan ia langsung memasukkan motor dan mengunci diri di dalam. Ia tak habis pikir akan melewati hak buruk. Ia jadi memikirkan kondisi pria yang menolongnya tadi.  Khawatir jika pria itu terluka atau sampai tewas. Melawan empat orang pria kuat seperti para preman tadi bukanlah hal yang mudah. Mereka pasti mengeroyoknya. Bayangan buruk menari-nari di kepalanya. Ida berdoa semoga dewa penyelamatnya berada dalam kondisi baik-baik saja. Semoga Allah melindunginya. Usai membersihkan diri ia segera menuju ranjangnya. Mematikan lampu dan berusaha memejamkan matanya. Melupakan kejadian buruk yang baru saja menimpanya. *** Dimas berjalan sempoyongan masuk ke dalam rumah. Ia tidak sedang mabuk karena dirinya bukan pecandu alkohol. Wajahnya tampak lebam dengan luka di sudut bibirnya. Sebagian tubuhnya terasa remuk. Ia segera menuju dapur sebelum masuk kamarnya. Diraihnya kotak P3K dan dicobanya untuk mengobati bagian tubuhnya yang terluka. Melawan empat orang preman bertubuh tegap dan  berotot bukanlah perkara yang mudah meskipun dirinya memiliki kemampuan bela diri. Beruntung ia bisa lolos dari mereka. Dulu ia sering berlatih karate sayangnya kemampuannya tak pernah terasah karena Dimas tak pernah lagi berlatih. Ia sendiri bukanlah sosok yang senang adu jotos. Tadi pun ia melakukan semua itu karena merasa iba melihat ada wanita malang yang teraniaya. Usai mengobati lukanya ia pun segera masuk ke dalam kamarnya. Ia berusaha tak mengeluarkan suara agar istrinya tak terganggu. Ia berganti pakaian dan langsung tidur pulas dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. *** Saat bangun di pagi hari, Miko dikejutkan dengan tampang suaminya yang babak belur. Apa yang terjadi menimpa suaminya?ia sungguh panik. Miko berusaha tidak membangunkan suaminya yang tertidur pulas dengan dengkuran halusnya. Semalam ia tudur nyenyak sehingga tak menyadari kepulangan imamnya itu. Biasanya juga yang membangunkan tidur untuk sholat subuh adalah Dimas. Kali ini suaminya masih tidur. "Kamu sudah bangun?" Miko bertanya seraya mengusap pipi suaminya yang lebam. Tampak Dimas bergerak dan menggeliat seraya membuka matanya. "Sayang, kamu kenapa?" tnya Miko lagi dengan nada khawatir "Semalam aku berkelahi melawan preman-premam yang hendak mengganggu seorang wanita." Dimas memberikan pengakuannya. "Apa?" Miko kaget. "Iya." Dimas pun memperlihatkan luka lain di bagian perut dan punggungnya. "Kamu periksa dokter ya." Miko memberikan saran. Ia khawatir ada luka serius di tubuh suaminya. "Aku baik-baik saja." Dimas meyakinkan. Luka yang dideritanya hanya luka lecet saja. "Aku ke kamar mandi dulu ya," Dimas bangkit. "Eh, bareng saja ya ke kamar mandinya." Dimas sudah terbiasa membawa Miko masuk ke kamar kecil dengan menggendongnya atau memakai kursi roda. Apalagi di pagi hari, dimana keduanya harus memulai aktifitas sholat subuh. Dimas akan membantu istrinya gosok gigi dan berkumur serta cuci muka. Saat buang air besar dan kecil pun dirinyalah yang membantunya. Kecuali di siang hari saat ia tak di rumah maka perawat yang mengambil alih tugasnya. Miko benar-benar seperti seorang bayi yang tak bisa apa-apa. *** Ida datang menyambangi kediaman Miko. Keduanya telah janjian sejak kemarin. Meskipun dirinya masih dilanda ketakutan akibat kejadian semalam, namun dirinya harus menepati janjinya. Terlebih pertemuan di akhir pekan bersama bosnya merupakan pertemuan rutin untuk membahas berbagai persoalan uang terjadi di kantor selama sepekan. " Assalamualaikum,"Ida langsung mengucapkan salam ketika tiba di rumah atasannya. Seperti biasa Mbok Darmini yang akan menyambutnya. Wanita itu tengah membersihkan halaman rumah. "Masuk Bu Ida, Bu Mikonya masih di kamar. Kebetulan Pak Dimas sedang kurang enak badan." Mbok Darmini memberitahukan keberadaan majikannya. Ida mengangguk. Ia harus memberitahukan kabar kedatangannya. Ia sengaja duduk di kursi teras sambil memegang ponselnya.  Selang lima menit kemudian Miko didampingi Dimas keluar menemui Ida. "Kenapa kamu ga masuk? Padahal aku dah nyuruh Mbok kalau kamu datang langsung ke ruang kerja saja. Ida tersipu malu, ia mengarahkan pandangannya ke arah Miko lalu sekilas menatap Dimas. Perasaannya mendadak tak karuan. Ia teringat kejadian tadi malam. Ingin rasanya bertanya apa yang terjadi namun ia merasa canggung. Akhirnya ia menahan rasa ingin tahunya. Mereka pun masuk ke dalam untuk menuju ruang kerja Miko. Usai mengantar istrinya Dimas pamit kembali ke kamar. Ia butuh istirahat panjang untuk memulihkan kondisi fisiknya yang baru saja teraniaya. "Aku ke kamar dulu ya, kalau ada apa-apa mohon bantuan Ida, atau panggil Salma dan aku." Sebelum meninggalkan ruangan, pria tampan rupawan itu berpesan. "Oke, makasih ya Sayang." Miko melambaikan tangannya. "Pak Dimas kenapa Mbak?" Ida bertanya dengan rasa ingin tahu. "Semalam baru kena musibah. Berkelahi melawan kawanan penjahat. Ia menyelamatkan seseorang namun dirinya malah dikeroyok. Entah apa motif mereka sepertinya ingin menculiknya." Miko menceritakan apa yang di dengar dari pengakuan suaminya tadi pagi. "Preman itu empat orang kan? Kejadiannya jam setengah dua belas malam?" Ida memberondong pertanyaan kepada Miko. Tentu saja Miko heran dengan sikap sekretarisnya. "Iya," Wanita Jepang itu menganggukkan  kepalanya. "Astaghfirullah aladzim. Semalam itu suami Mbak Miko yang telah menyelamatkan saya." Ida memberikan pengakuan. Dirinya tak pernah menyangka jika dewa penyelamatnya malam tadi adalah suami atasannya. Dalam kegelapan malam penglihatan Ida kurang tajam walaupun telah memakai kaca mata. "Apa?" Miko pun tak menyangka. "Saya tak mengira jika itu Pak Dimas, saya langsung melarikan diri saking paniknya. Saya ingin mengucapkan beribu terima kasih kepada Pak Dimas. Tanpa bantuan darinya entah bagaimana nasib saya. Kejadian tadi malam benar-benar mengerikan. *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD