Karimunjawa I'm in Love : Part 4

2043 Words
"Diii! Diii! Diiaaaa!" Ia ditinggal pergi Ayudia. Bukan hanya Ayudia, tapi juga para sahabat Ayudia. "Ngapain lagi tuh orang," keluh Ifah. Ia mengintip dibalik pintu. Masih memantau pergerakan Haykal yang ternyata belum pergi. Cowok itu masih memegang ponsel, berusaha menghubungi Ayudia yang sejam lalu sudah masuk ke dalam rumah sederhana yang menjadi penginapan bagi Ayudia dan kawan-kawan selama di Karimunjawa. Pada umumnya, penginapan di Karimunjawa memang berupa rumah-rumah warga yang disewakan kepada turis-turis yang datang ke Karimunjawa. "Betah amat dah. Kagak pergi-pergi juga," dumel Azka. Gadis itu ikut mengintip bersama Ifah. "Diii! Keluar aja geh! Ngomong aja sama dia baik-baik gitu." "Mau ngomong apaan sama dia?" sungut Ayudia. Gadis itu masih mengeringkan rambutnya dengan handuk. Ia juga mana tahu kalau cowok itu masih di sana. Masih tak menyerah. "Ya apa kek gitu," cengir Azka. "Dari pada urusannya jadi panjang kan!" lanjutnya. Tak lama... "Di! Diii! Ada calon pacar tuuh!" seru Ifah dari pintu. Ia masih berdiri di sana bahkan nyaris terjungkal karena licin. Entah kenapa ada banyak air di lantai dekat pintu. Untung saja, ia memegang gagang pintunya. Mendengar itu, Dilla yang masih menyisir rambut pun langsung berlari ke depan demi ikut mengintip bersama Azka dan Ifah. Bryan yang baru keluar dari kamar di dekat dapur pun geleng-geleng kepala melihat gadis-gadis sibuk mengintip sambil berseru heboh. Heboh karena Haykal tampaknya sedang berbicara dengan Fatir. "Ditonjok! Ditonjok!" seru Azka lantas terkikik-kikik bersama Ifah dan Dilla karena Ayudia langsung berlari membuka pintu dan.... "Fatir!" Fatir pun menoleh. Cowok itu menoleh ke arah Ayudia. Kebetulan sekali, ia sedang kebingungan dengan alamat penginapan Ayudia eeh ternyata sudah tiba di depannya tapi malah diinterogasi cowok asing yang sepertinya mengenali Ayudia. "Dii! Bicara denganku!" ingat Haykal. Cowok itu hendak menarik tangan Ayudia tapi ditahan Fatir. Kedua cowok itu kembali saling bertatapan. Ternyata benar feeling Fatir. Ia sudah curiga karena cowok di depannya ini tadi terus bertanya untuk memastikan hubungannya dengan Ayudia. "Masuk aja, Tiir!" tuturnya. Fatir menoleh padanya. Ayudia memberi kode untuk masuk saja ke penginapannya. "Dii," Haykal masih memanggil. Ia sudah menepis tangan Fatir agar tak menghalanginya dengan Ayudia. Fatir menghela nafas. Matanya tajam menatap Haykal yang juga agak kesal dengannya. "Oke," Fatir mengalah. Lelaki itu masuk dan begitu masuk, ia disambut oleh Azka, Ifah dan Dilla yang sedari tadi menonton drama cinta segitiga begitu. Ketiga cewek itu langsung bubar dan memasang wajah ramah menyambut Fatir. Pura-pura tidak tahu dengan kejadian barusan padahal jelas-jelas mengintip. "Perlu telepon ambulans gak, Tir?" tanya Azka yang sebetulnya meledek. Dilla dan Ifah kompak terbahak. Fatir hanya melirik ke arah Ayudia dan Haykal yang sudah berjalan menjauhi penginapan. "Ngapain nelpon ambulans, Kak?" tanya Nur yang baru tiba dan tergagap melihat kehadiran Fatir. Ia kaget. Mana sedang mengeringkan rambutnya pula dengan handuk. "Mana tauk ada yang sakit hati malam ini. Kan brabe kalo gak sempet diselamatkan!" canda Azka yang mengundang tawa. Tapi tak mampu menyembuhkan rasa penasaran Fatir pada dua orang itu. Lantas tak lama.... "Dia pacarnya?" tanya Fatir setelah terdiam lama. Ifah dan Dilla saling melirik. Karena tak ada yang mau bicara, Dilla menyenggol bahu Azka. Azka berdeham. "Pacar tapi dulu. Sekarang si enggak," tuturnya yang membuat Fatir mengangguk-angguk. Azka mengulum senyumnya. "Kenapa? Mau ngantri jadi pacarnya Dia?" Fatir hanya menggaruk-garuk tengkuknya dengan malu. Sahabat-sahabatnya Ayudia itu malah terbahak melihat reaksi polos itu. @@@ "Dia yang ngejar-ngejar aku, Di. Aku gak ada sama sekali niatan untuk mendekati dia," jelasnya panjang-lebar. Ia baru paham kenapa Ayudia memutuskannya karena semalam mendengar cerita Danang. Cowok itu juga turut melihat kejadian yang Ayudia lihat di ruang BEM kala itu. Haykal tentu syok. Ia mana tahu. Ia pikir tidak akan ketahuan tapi ia lupa jika itu adalah tempat umum bukan ruang pribadi. Dan lagi statusnya sebagai ketua BEM. Bukannya memberi contoh yang baik malah.... "Dan lagi, aku gak punya rasa sedikit pun sama dia," tuturnya dengan dramatis dan mata penuh permohonan pada Ayudia yang hanya memandang matanya dengan kosong. Kalau ditanya masih sakit hati? Tentu ada. Tapi, Ayudia merasa kalau apa yang dibicarakan saat ini sejujurnya sudah tak penting lagi dan hanya omong kosong belaka. Bagaimana mungkin dua anak manusia bisa berciuman tanpa perasaan? Setidaknya rasa tertarik? "Aku masih sayang sama kamu, Di. Masih Haykal yang sama seperti empat tahun lalu. Ingat pertama kali kita bertemu?" Ayudia tersenyum miring. Tapi Haykal mengira senyuman itu sebagai sebuah maaf yang dikabulkan oleh Ayudia tentang kesalahannya. Padahal... Tangan Ayudia terayun. Bukan untuk menampar karena kenyataannya tangan itu memang hampir mendamprat Haykal yang sempat memejamkan mata karena mengira akan benar-benar ditampar oleh Ayudia. "Kamu tahu arti tangan ini?" tanyanya. Kali ini ada bara api dimatanya yang membuat Haykal masih kaget. Tak menyangka kalau akan mendapat balasan ini. Ini lebih perih dibanding ditampar oleh Ayudia. "Karena hati sudah lelah menahan sakit, akhirnya tangan bersuara. Tapi rasanya terlalu merendahkan harga diri kalau melakukan ini." Ayudia berdeham. Bagaimana pun ia adalah perempuan berharga. Jangan sekali-kali mengotori tangan karena mantan. Ingat itu para perempuan di luar sana! "Dengar, aku memutuskanmu pada akhirnya bukan karena perselingkuhan tapi karena akal sehatku. Setidaknya, ini bisa sedikit menyelamatkan masa depanku," tuturnya lantas menarik nafas dalam. Kata-katanya sungguh dalam dan dramatis bukan? "Aku tahu siapa pun akan berubah tapi tak ada yang bisa menjamin perubahan itu. Dan aku tidak mau bergantung diri pada ketidakpastian tentang perubahan itu." "Diiiii." Ia mencoba memanggil karena melihat mata merah milik Ayudia. Tapi Ayudia malah tersenyum. "Benciku hanya akan membuatmu besar kepala. Tangisku juga hanya akan membuatmu merasa tinggi hati. Jadi ku jelaskan, aku terluka memang tapi bukan berarti aku ingin kembali karena luka. Justru aku ingin pergi. Bukan pergi untuk melupakanmu tapi untuk menyusun hidupku yang baru tanpamu. Haykal, ada orang yang bilang kalau bertahan setelah disakiti akan menguatkanku. Tapi aku tidak mau mengambil pilihan itu karena ada banyak pilihan lain. Dan seperti kataku tadi, aku pergi bukan untuk melupakanmu tapi memulai hidupku yang baru. Aku harap kamu bisa mengerti," tambahnya lantas menghembuskan nafas dalam. Ia berbicara sangat serius malam ini tapi ini lah yang ia pikirkan setelah tersadar dari patah hati akut yang menimpanya. Bayangkan saja, ia dipaksa waras setelah melihat pacarnya berselingkuh? Hohoho. Terasa kejam memang dunia ini padanya. Tapi ia hanya merasa jika ia harus tenang menghadap realita. Ia memang bukan anak sastra. Tak terlalu pandai berkata-kata. Tapi ia bisa menghitung-hitung perasaan dengan mengalikannya bersama logika karena bagaimana pun, perhitungan kuantitas bisa diprediksi dibandingkan dengan kualitasnya. Walau Ayudia juga tak yakin apakah ini sudah sesuai dengan permintaan hatinya. "Aku tidak menyangkal kalau aku pernah bahagia bersamamu meski juga pernah terluka. Tapi aku tak mau mengingat luka itu. Karena mungkin porsinya tidak seberapa besar dengan kebahagiaan itu. Maka itu, sebagai orang yang tahu diri, aku ingin mengucapkan terima kasih untuk empat tahun bersama." "Diii, aku bisa berubah, Dii," tahannya begitu Ayudia berbalik. Ayudia menoleh ke belakang, ke arahnya, dengan senyuman tipis. Ia memang jarang mendengar kata-kata itu dari Haykal. Tapi terkadang janji perubahan dari lelaki itu terlalu manis. Ayudia banyak menontonnya di FTV-FTV. Sungguh tak menyenangkan. "Seperti yang tadi pernah ku ucapkan, Kal. Aku tidak mau bergantung pada ketidakpastian perubahan yang kamu janjikan itu. Karena terkadang, itu hanya manisnya madu yang mungkin menyimpan racun kematian di dalamnya," tuturnya yang membuat Haykal mengerutkan kening. "Masih tidak mengerti? Mau mencoba tangan yang berbicara karena mulut sudah tidak bisa membantu lagi?" @@@ "Lu apain anak orang?" bisik Azka. Gadis itu ternyata mengintip pembicaraannya dengan Haykal yang memang tak jauh dari penginapan. Masalahnya, Azka menangkap Haykal yang seperti benar-benar linglung dengan pembicaraan Ayudia. Apalagi setelah ditampar Ayudia di bagian terakhir sebelum pergi meninggalkan Haykal. Ayudia menamparnya bukan untuk merendahkan harga diri tapi untuk menyadarkan lelaki itu. Lelaki itu harus sadar kalau kenyataan sekarang berbeda dengan keinginan yang masih ia kejar. Dikiranya Ayudia tak tahu kalau cowok itu selingkuh selama hampir setahun? Hohoho. Ayudia juga baru tahu beberapa hari sebelum keberangkatan ke sini. Sakit hati? Sudah terlanjur bukan? Jadi apa bedanya? Ditanya begitu, Ayudia hanya tersenyum tipis lantas berjalan masuk ke dalam penginapan. Dari pada membicarakan masa lalu, lebih baik ia melihat masa depan yang sedang terjadi di depan mata. Heheh enggak deng! Hanya bercanda! Hihihi. Ia tertawa kecil melihat Fatir yang pasrah dengan muka loreng-loreng karena kalah main kartu bersama sahabat-sahabatnya. Astaga! Tamu bukannya diajak makan malah diajak main. "Makanannya udah dianterin belum sih?" tanyanya. Fatir yang tampak serius mendongak. Ia baru sadar dengan kehadiran Ayudia. Sungguh sangat bersyukur karena gadis itu kembali dengan baik-baik saja. Tadi, ia sudah ingin menyusul atau setidaknya menyimak dari jauh tapi dihalangi beberapangadis ini. Katanya, takut semakin terluka parah. Hahaha! k*****t memang! "Si Mamasnya masih masakin katanya jam setengah sembilan!" jawab Bryan. Cowok itu sibuk di depan laptop. Sibuk mengerjakan skripsi. Ia seharusnya sudah lulus setahun lalu tapi malah sibuk dengan urusan lain dibandingkan menamatkan kuliahnya. Namun saat ini, sesungguhnya cowok itu sudah bekerja meski bukan di kantoran. Pekerjaannya bisa dilakukan di mana saja dan itu lebih menguntungkan. "Kalaaaah! Kalaaaaah!" seru Ifah. Gadis itu berseru karena duel terakhir dengan Fatir berhasil ia menangkan. Dilla dan Nur terbahak. Fatir kembali pasrah karena wajahnya kembali dihiasi dengan bedak. Ayudia terkekeh kecil. Berhubung Ayudia sudah kembali, ia hendak berdiri dan menghampiri gadis itu. Tapi dihadang Azka. Cowok itu kembali diajak duel main kartu oleh Azka. "Gue terkenal dengan tangan tersial. Kalo lo Kalah dari gue, berarti lo lebih s**l dari gue," tutur Azka yang jelas-jelas kata-katanya sungguh absurd tapi mengundang tawa yang membahana. Permainan kartu dimulai lagi, namun menjelang akhir pertandingan, terdengar suara motor Mas-mas travel yang biasanya mengantarkan makanan. Mereka malah heboh dengan kedatangan makanan dan lupa dengan permainan yang tak selesai itu. Fatir malah tampak lega. Karena akhirnya bebas dari perintah-perintah gadis-gadis di sini yang menurutnya agak beringas. Sementara Ayudia yang menyimak ekspresi leganya malah tertawa pelan. "Gimana?" tanya Ayudia ketika keduanya berjalan ke luar dari penginapan. Usai makan, Fatir mengajaknya jalan-jalan sebentar ke arah alun-alun. Di sana masih tampak ramai. "Gimana?" tanyanya dengan kening mengerut. "Teman-temanku." Aaaah. Fatir mengangguk-angguk. "Seru," jawabnya tapi Ayudia malah tertawa mendengar jawaban itu karena tidak seirama dengan ekspresi wajahnya. "Mereka memang begitu. Siapa pun yang baru bergabung pasti habis dikerjai." Fatir terkekeh kecil. Ia sih tidak kesal atau pun marah dengan perlakuan mereka. Tapi merasa lelah saja karena baru setengah jam berada di sana, tenaganya terkuras habis meladeni mereka. "Bagian dari pertemanan yang seperti itu lah yang menyenangkan," celetuknya yang dibalas Ayudia dengan senyuman. Ia juga setuju. Mempunyai teman-teman seperti mereka itu asyik. "Nikmati selagi mempunyai waktu. Karena ketika berpisah, semua hal ini akan dirindukan." Ayudia mengangguk-angguk setuju mendengarnya. Ia juga berpikir hal yang sama karena sebentar lagi akan menyelesaikan kuliah. Rasanya waktu berjalan begitu cepat. "Termasuk denganku malam ini," lanjutnya dengan deheman. Ayudia melirik lantas mengulum senyum. Tapi karena ia tak tahan menahan tawa, tawanya tersembur. Fatir menoleh dengan kerutan di dahi tapi senyumannya melebar. "Kenapa?" tanyanya dengan nada bahagia. Ditanya begitu, Ayudia hanya menggeleng. "Aku bingung dengan kata-kata modusmu." "Itu modus?" "Terdengar seperti itu." Fatir tertawa. "Sejujurnya aku itu bujangga cinta." Ayudia tertawa lagi. Bujangga apa katanya? Bujangga cinta? HAHAHA! Tawanya malah semakin kencang. "Aku serius. Baru kali ini, aku bisa mengekspresikan perasaan." "Sebelumnya?" Ia terkekeh kecil. "Banyak perempuan yang salah paham dengan sikapku. Mengira kalau aku tak menyukai mereka." Aaah. Ayudia mengangguk-angguk. "Berarti kamu banyak menyukai perempuan?" Fatir terkekeh. "Bukan begitu. Ketika aku memutuskan untuk jatuh cinta maka aku akan jatuh cinta pada waktu yang lama untuk seseorang." Aaaah. "Oh ya?" Fatir menyenggol lengannya dan Ayudia terkikik-kikik kecil. Tampak bahagia sekali malam ini. Padahal hanya berjalan berdua menuju keramaian di depan mata. "Tipe setia asal kamu tahu." Ayudia berdeham. "Pernah pacaran?" "Hampir," jujurnya. Ayudia malah menatapnya dengan tatapan yang jelas-jelas tak percaya. "Serius, Di. Kamu Boleh tanya teman-temanku," jngkapnya dengan polos. Ayudia terkekeh. Kadang cowok ini tak begitu pandai bereaksi atas candaannya karena mengira ia membahasnya dengan begitu serius. Padahal tak semua urusan bisa dibawa serius. Ada hal-hal yang lebuh asyik dibawa dengan candaan. "Kalau begitu kenapa gak mau pacaran?" Fatir berdeham. Ia yang lelaki kenapa ia yang ditanya begini? Tapi ah, lupakan. Itu tidak penting. "Sejujurnya, di keluargaku tak mengenal istilah pacaran. Orangtuaku taat, Di. Tapi aku, anaknya yang bebal." Ayudia terkekeh. "Lantas?" Ia malah mengendikan bahu dengan misterius. @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD