Karimunjawa I'm In Love : Part 3

2077 Words
"Yang kemaren bukan?" Teman-temannya kompak berbisik. Ayudia baru menyadari siapa sosok yang mereka bicarakan itu saat hampir tiba di dermaga kecil. Jadwal hari ini, mereka akan melakukan snorkeling untuk menikmati keindahan eksotisnya. "Berhubung cuacanya cerah, arus laut dijam segini juga belum kencang jadi masih aman untuk snorkeling," tutur si Mas travel agen. Mas yang berbeda dari yang mengantar mereka ke Bukit Love kemaren. Ayudia mengikuti langkah teman-temannya untuk menaiki kapal motor kecil yang bisa memuat sekitar 15-20 orang itu. Saat akan duduk, ia baru menyadari kalau ada sosok lelaki yang semalam menggombalinya. Eh? Iya kah? Teman-teman cowok itu langsung heboh dan saling menyenggol bahu. Girang karena satu kapal dengan anak-anak UI (Universitas Indonesia). Sebetulnya yang membuat mereka lebih girang itu karena bersama cewek-cewek sih. Hihihi. Sebelum berangkat, pihak travel memberikan baju pelampung untuk dikenakan. Selain untuk alasan keamanan, baju pelampung juga bisa membantu orang-orang yang tidak bisa berenang agar dapat mengapung di laut. Setelah itu, ia menjelaskan beberapa hal penting ketika akan snorkeling dan cara bertahan agar tidak terseret arus laut. Juga beberapa hal yang harus dihindari dan diwaspadai. Dan cara melapor jika mengalami kejadian darurat atau terluka ketika sedang snorkeling nanti. "Tempat snorkeling pertama kita di Pulau Menjangan Kecil. Nanti teman-teman bisa lihat banyak teman-temannya Nemo." Teman-teman Ayudia tampak terkekeh. Mereka menyimak penjelasan itu di sepanjang perjalanan. Sementara Ayudia tampak melihat ke arah kanan. Matanya menatap laut yang tepat ada di bawahnya. Warna airnya begitu indah, jernih dan bersih. Memang tak sia-sia merogoh kocek banyak untuk datang ke sini. Gak ada ruginya! Hihihi! "Siaaaap guuuyss???" tanya si Mas travel. Teman-teman satu kapalnya bersorak. Tak lama, kapal pun berhenti. Jaraknya ke daratan lumayan jauh tapi tidak ditengah-tengah laut amat. "Perkiraan kedalaman sekitar 20-30 meter untuk saat ini. Nanti kalau arusnya mulai pasang, perkiraan kedalaman bisa sampai 50 meter." Ayudia tampak menatap kedalaman laut. Ia masih berada di atas kapal disaat teman-temannya satu per satu mulai turun. Azka yang baru menceburkan diri pun mulai mengeluh dinginnya air laut. Ini bahkan masih jam sembilan pagi. "Nyesal deh gue tadi mandi." Nur cekikikan. "Kayak gue dong, Kaak! Gak mandi! Kan biar gak berkali-kali mayan ngirit air!" "Itu temennya Nemo," tutur seseorang di sebelahnya. Ayudia menoleh dan mendapati lelaki itu lagi. "Kalau menyelam ke bawah, akan lebih keren lagi," lanjutnya lantas berdeham karena grogi ditatap oleh Ayudia. "Ikannya banyak di bawah tuh!" Gadis itu hanya diam. Tapi tak lama, ia mulai menurunkan kakinya. "Aaaaaa! Gak beraniiii!" keluh Dilla. Gadis itu dipaksa Ifah dan Azka untuk menyelam ke bawah laut tapi terlaku takut. Ayudia terkekeh. Ia pikir, hanya ia yang takut. Yeah, sejujurnya ia memang takut. Membayangkan kedalaman laut di bawah kakinya ini...yang tadi berapa meter si Masnya bilang? Hiiiy... Tiga....dua...satu.... Ia menguatkan diri. Tak lama, ia sudah menurunkan tubuhnya tapi malah terseret pergerakan kapal yang mesinnya masih menyala. Tubuhnya terbawa arus menuju ke bagian bawah kapal tapi untung saja, seseorang menarik pelampungnya. Perlahan tubuhnya tergerak mundur dan....ketika mendongak ke atas... "Makasih," tuturnya pada Fatir yang baru saja mengusap wajah gantengnya. Cowok itu sampai berenang demi menariknya agar tak terbawa arus. Kan bahaya kalau masuk ke bawah kapal bermesin? Sementara Ayudia.... Eh? Ganteng? Mata Ayudia mengerjab-erjab. Kok Ayudia baru sadar ya? @@@ Azka menyenggol lengannya. Ayudia yang sedang terpaku pun tersadar. Cepat-cepat ia memasukan nasi ke dalam mulutnya. "Fatir, anak Arsitektur ITB. Waw," ucap gadis itu. Ayudia menatapnya dengan kernyitan didahi. Kok tahu saja? Aaah! Ayudia lupa. Tadi Azka pura-pura tenggelam biar ditolong salah satu di antara teman-temannya Fatir. Tapi ternyata malah Fatir yang menolongnya langsung. Modus yang berhasil bukan? Padahal Ayudia tahu benar bagaimana Azka yang jago berenang itu. "Tadi dia nanya-nanya soal lo," lanjutnya. Aaah, Ayudia baru paham. Itu jadi lahan bisnis baru untuknya dan Fatir? "Dan ternyataaaaa, dia anak SMA di Jakarta juga. Tapi sudah beberapa tahun belakangan pindah ke Bandung. Bareng orangtuanya juga." Ayudia mengerjab-erjab. "Lo tau banyak?" Azka terkekeh. Apa sih yang tidak Azka korek-korek untuk hal semacam ini? Apalagi lelaki itu tampak tertarik pada sahabatnya ini. Hitung-hitung membantu teman kan lumayan. Selain dapat membuat temannya bahagia, siapa tahu ia juga ketiban untung! Urusan jodoh misalnya! Hihihi! Kan lumayan kalau dapat anak ITB (Institut Teknologi Bandung). Tak lama, gadis itu malah segera pergi meninggalkan Ayudia. Ia tak sengaja melihat Fatir yang didorong-dorong sahabatnya untuk berjalan mendekati Ayudia yang sedang duduk di ayunan di tepi pantai. Mereka tentu masih di pantai. Kegiatan snorkeling akan dilanjut lagi menjelang sore nanti. Setelah makan siang, mereka akan berangkat ke Pulau Menjangan Besar. Ada penangkaran hiu di sana. "Hei, Di!" sapanya. Teman-temannya terkikik-kikik di belakang sana. Ayudia tentu tahu tapi tak ambil pusing. Ia berpura-pura kaget melihat kedatangan lelaki itu. Pasalnya, teman-temannya yang di sana, juga sibuk meledeknya. "Maaf kan teman-temanku," tuturnya lantas berdeham. Ayudia hanya tersenyum kecil. "Eh iya, teman-temanmu juga sepertinya," lanjut lelaki itu lantas menunjuk ke segerombolan cewek-cewek yang mengelilingi Mas Bryan dengan dagunya. "Bagaimana tadi? Menyenangkan bukan?" "Menyenangkan?" "Pemandangan eksotis di bawah laut. Nemo dan teman-teman. Terumbu karang yang masih terjaga." Ayudia berdeham sebagai jawaban. Oooh ia kira yang mana gitu yang menyenangkan. Yang mana? Saat Fatir menolongnya dari arus laut menuju bagian bawah kapal misalnya, eeeh.... "Sepuluh hingga dua puluh tahun mendatang, belum tentu dapat dinikmati generasi muda, Di." Keningnya mengernyit. "Kenapa?" "Aah," Fatir tersenyum kecil. "Pernah belajar sustainable development?" Ayudia hanya mengangguk-angguk. Di dalam jurusan ekonomi, ia sempat mempelajarinya tapi tentu dalam lingkup berbeda dengan yang dimaksud Fatir. "Sepertinya kamu anak sosial," tebaknya. Ayudia agak kaget tapi kemudian tersenyum kecil. "Sedang menebak jurusanku?" Fatir terkekeh. Ia menggaruk tengkuknya. Malu. "Omong-omong baru kali ini, aku ingin lebih tahu banyak tentang perempuan." Aaaah. Ayudia mengulum senyumnya. "Dan perempuan itu?" Fatir mengendikan bahu sambil menahan senyumnya. @@@ "Sebaiknya pengunjung tidak masuk kolam saat ada bagian tubuh yang terluka atau berdarah. Bagi wanita yang sedang menstruasi tidak dianjurkan untuk masuk ke dalam kolam ini. Karena Hiu sangat sensitif terhadap bau darah sehingga bisa membuatnya merasa mendapatkan makanan," tutur si pemandu. Mereka masih di pelabuhan kecil yang ada di Pulau Menjangan Besar. Baru turun dari kapal dan sibuk menyimak tutur kata pemandu. "Oh iya, tadi kan temen-temen makan ikan. Nah sebaiknya cuci tangan yang bersih terlebih dahulu karena bau amis dapat menarik perhatian anak hiu." Ayudia mengangguk-angguk. Ia sudah mencari banyak hal tentang penangkaran hiu ini. Kalau melihat dari gambar di Mbah Google sih kayaknya seru. Tapi setelah mendengar berbagai wejangan dari pihak travel ini kok malah agak seram ya? Saat ia sibuk berpikir, tiba-tiba ada yang menyenggol bahunya dari sebelah kanan. Ya, lelaki itu lagi. Saat ia menoleh ke sekitar, ia mendapati teman-temannya sudah berjalan jauh di depan sana sambil menahan tawa. Heiish! Ia ditinggal ternyata! "Tidak dianjurkan juga untuk memegang hiu meskipun anak ikan hiu yang berada di kolam kecil. Hiu akan mudah berontak dan berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan manusia. Gerakan tangan yang berlebihan juga bisa memancing anak hiu untuk mendekat. Selain itu, saat berada di kolam sebaiknya tetap tenang sehingga suasana lebih kondusif ya teman-teman," itu wejangan terakhir yang diberikan sebelum mereka dipersilahkan untuk berjalan menuju penangkaran hiu. "Intinya, jangan sekali-kali PHP-in hiu," tutur Fatir yang berjalan di sebelahnya. Ayudia terkekeh. "Kenapa?" "Nanti dibunuh." "Oooh," tuturnya sambil menahan tawa. Fatir menyimpulkan senyum sambil melirik perempuan cantik dengan lesung pipi yang begitu dalam di sampingnya itu. Cantik banget, pikirnya. "Woooi! Diiil! Turuuun, Diiil," seru teman-teman Ayudia yang tahu-tahu sudah masuk ke dalam kolam. Dilla yang disorak-sorak hanya bisa memaki dalam hati. Sudah tak berani snorkeling, masuk kolam yang ada hiunya, ia juga takut. Hihihi. "Jauh-jauh cuma numpang berenang doang ke Karimunjawa!" ledek Azka. Ayudia terkekeh. "Yuk," ajak Fatir. Lelaki itu memberi kode agar mengikuti langkahnya untuk turun ke kolam. Ayudia mengikuti langkahnya kemudian turun perlahan. "Di kampus, lagi sibuk skripsi juga?" tanya lelaki itu. Fatir melihat ke sekeliling sementara Ayudia sibuk dengan kamera airnya. Gadis itu ingin mengambil gambar si hiu dari jauh berhubung tak berani dekat-dekat. Tiap ada hiu yang hendak datang, ia mulai menghindar. "Ya, tapi masih penelitian." Fatir mengangguk-angguk. "Aku punya temen di UI. Tapi gak tahu deh kamu kenal atau enggak. Dia anak BEM. Azka bilang kalau kamu juga anak BEM." "Ada banyak anak BEM di UI." Fatir tersenyum tipis. "Namanya Danang, kenal? Dia anak MIPA." "Aaah," tutur Ayudia. Gadis itu mengangguk-angguk. "Aku kenal. Dia ketua DLH alias Departemen Lingkungan Hidup di BEM universitas." "Dia temen satu SMA denganku." "SMA 188?" Fatir mengangguk. "Tapi aku hanya setahun di sana. Setelah itu pindah ke Bandung." "Ooh," sahut Ayudia. "Aku dengar kamu dari Jakarta juga, Di." "Ya." "Daerah mana?" "Pondok Kelapa." "Dekat Bekasi bukan?" "Ya." "Jakarta pinggiran?" "Bukan Jakarta pinggiran ya!" Fatir tertawa. @@@ "Di!" panggil lelaki itu. Kini sudah jam lima sore. Dan snorkeling pun sudah usai. Bahkan mereka sudah kembali ke pulau di mana mereka menginap. Fatir memanggil dikala Ayudia sudah berjalan jauh bersama teman-temannya menuju penginapan. Gadis itu menoleh sementara teman-temannya sengaja pergi meninggalkannya. "Kenapa?" Omong-omong ia banyak mengobrol dengan lelaki itu. Lelaki itu banyak sekali bicara. Ada saja hal yang bisa mereka bicarakan entah dengan serius atau bercanda. "Boleh minta nomor kamu?" tanyanya. "Untuk apa?" Fatir menggaruk tengkuknya. Malu. Teman-temannya bersiul-siul meledek dari kejauhan sana. "Nanti malam, mau makan bersama? Di sini kan ada pasar malam, Di. Ada banyak seafood juga yang dijual dan dimasak di pinggir jalan. Makannya lesehan di lapangan. Akan seru. Mau?" tawarnya. Ayudia berdeham. Ia sebetulnya bisa saja memberikan nomor ponselnya tapi.... "Kenapa?" tanyanya dan kening Fatir mengerut bingung. "Aku paham niat baik kamu," Ayudia mencoba untuk jujur. Ia bukannya tak tertarik pada Fatir. Sungguh sangat tertarik. Tapi....kepercayaannya pada laki-laki runtuh total karena kejadian terakhir dan itu membuatnya untuk berhati-hati. "Keberatan ya?" tanya lelaki itu. Ia berkesimpulan mungkin Ayudia memang tak menyukainya. Gadis itu sepertinya ingin menolaknya sedari awal tapi tak enak hati. "Gak apa-apa, Di," tuturnya saat Ayudia hendak bicara. Wajahnya menatap Ayudia dengan serius. "Aku tahu, barangkali terlalu cepat," tutur lelaki itu. Ayudia menghela nafas. "Kamu gak salah," tuturnya saat Fatur hendak membalik badan. "Kadang perempuan butuh waktu," lanjut gadis itu sambil menggigit bibir. Entah kenapa, ia langsung mengucapkan hal itu. Seolah-olah memberikan harapan pada Fatir. Tapi tadi... Fatur menatapnya dengan senyuman. "No problem, Di. Gak semua hal harus dilakukan secara cepat. But thanks, setidaknya dengan kata-kata kamu itu, aku gak menangkap kalau aku ditolak kan?" He eh? Mata Ayudia mengerjab-erjab menatapnya? Maksudnya gimana sih? Kok Ayudia jadi ling lung ya? "Besok aku akan balik duluan ke Jakarta, Di," ungkapnya. Itu alasannya kenapa ia ingin mengajak Ayudia makan malam nanti. Setidaknya ia punya kesempatan untuk mengobrol dengan gadis itu... "Kenapa?" Hati Ayudia tiba-tiba nelangsa. Bukan kah ini terlalu singkat? Bahkan ia belum banyak mengenalnya. Sementara Fatir tampak tersenyum tipis. "Aku harus melanjutkan penelitianku di sana," tuturnya. Ooooh. Ayudia paham. "Lalu?" Fatir terkekeh. "Ya.....begitu lah, Di. Kembali sibuk dengan realita." Ayudia berdeham. Wajahnya masih serius menatap Fatir. "Itu alasanmu mengajak makan?" Fatir tersenyum tipis. "Salah satunya." "K-kalau kamu ikut makan malam bersama teman-temanku di penginapan bagaimana?" tawarnya yang membuat mata Fatir melebar. "Itu pun kalau kamu gak keberatan," lanjut gadis itu mendadak grogi. Fatir tersenyum kecil. "Oke," ia setuju. "Kalau begitu sini," ucapnya lantas mengulurkan tangan. Sementara kening Fatir mengerut bingung. "Ponselmu." Aaaah. Lelaki itu tersenyum kecil. Ia mengeluarkan ponsel dari tasnya. Kemudian menyerahkannya pada Ayudia. Gadis itu mengetik sesuatu kemudian bersegera pamit. Fatir masih memandang punggung itu menjauh. Begitu tak terlihat lagi, ia memeriksa ponselnya. Begitu menyentuh layarnya... Itu alamat penginapanku. Kalau berhasil menemukannya, aku akan berikan bonus nomor ponselku. -Dia Fatir terkekeh. Ia kira, ia benar-benar mendapatkan nomor ponselnya. Ternyata tidak. Aaaah. Sepertinya ia harus pulang segera. Karena begitu melihat jam di layar ponselnya tadi, jam itu sudah menunjukan pukul setengah enam sore. Lantas mau jam berapa ia tiba di rumah penginapan Ayudia? "Ciyeee! Bentar lagi ada yang bakal jadiaaaan!" seru Azka yang disambut huhu-an dari Ifah dan Dilla. Ketiga gadis itu heboh sekali begitu melihat langkah Ayudia yang girang menyusul mereka. Tapi Ayudia hanya tersenyum kecil. "Siapa yang bakal jadian?" tanya seseorang dari belakang mereka. Begitu mereka membalik badan, terlihat sosok Haykal dengan kedua tangan di dalam saku. Cowok itu tampak kece dengan kemeja yang digulung hingga siku. Baju pantai itu terlihat sangat keren ketika ia kenakan. "Kamu, Di? Sama siapa? Siapa yang deketin kamu?" @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD