Malaikat Penolong

1036 Words
Karena terjadi kecelakaan pagi itu membuat arus lalu lintas, sedikit macet. Suara klakson sana-sini memekakkan telinga para pelintas jalan. Jam menunjukkan pukul 09.00 WIB, banyak aktivitas pagi yang membuat orang berlomba-lomba mencapai tujuannya. Hingga membuat mereka mengabaikan wanita yang tertabrak sebuh sepeda motor yang melaju. Penampilannya yang lusuh membuat orang berfikir, ia adalah seorang pengemis jalanan, hingga banyak orang yang memilih mengabaikan dirinya. Entah karena kesibukan pagi atau memang tak ada lagi rasa empati antar sesama manusia, sehingga mereka memilih berpura-pura tak melihat akan adanya sebuah kecelakaan. Atau karena alasan lain yang membuat mereka enggan menolong. Miris memang, tapi begitulah yang terjadi saat itu. Hingga akhirnya sebuah mobil mewah yang melintas memilih menepi di pinggir jalan dan memutuskan untuk memeriksa korban yang tergeletak terabaikan di pinggir jalan. Mengapa, mereka tak ada satupun yang menolong? Bukankah kasihan anak itu. Pakaiannya begitu lusuh. Ataukah dia seorang tuna wisma? Lantas, mengapa dengan tuna wisma? Manusia toh sama di mata Tuhan, Baiklah. Aku harus periksa terlebih dahulu, samoga adik itu masih tertolong. Ucapnya dalam hati sembari mematikan mesin mobil dengan cepat. Pria itu berjalan dengan terburu-buru mendekat kearah korban kecelakaan. Dia melihat kiri-kanan, tak satupun orang yang bisa di ajaknya untuk membantu. Tak ingin melewatkan sebuah nyawa sesuai sumpah dokternya. Tanpa berfikir panjang dan merasa jijik, pria itu mengangkat wanita yang menjadi korban tabrak lari menuju tepi jalan, dimana terdapat tempat yang lebih luas dan aman untuk melanjutkan pertolongan pertama pada kecelakaan. Bismillahirrahmanirrahim, perlancar usahaku, Ya Allah. Siapapun dia. Setidaknya dia adalah putri berharga bagi keluarganya. Pria bertubuh tinggi sekitar 170 centi meter, berkulit putih bersih, dan mengenakan kacamata minus di wajahnya, tampak dengan tenang melakukan beberapa gerakan untuk menolong korban. Pria itu berusaha memanggil-manggil wanita di hadapannya dengan lembut. " Nona bangun, nona…nona…bangun.." Menyadari panggilannya tidak di respon, dia segera memeriksa nafas dan denyut nadi wanita itu. Syukurlah dia masih bernafas. Setidaknya aku belum terlambat untuk menolongnya. Dan aku harus menghubungi ambulance terlebih dahulu agar segera mendapat pertolongan maksimal setelah pertolongan pertama. Setelah memposisikan secara terlentang dan menaikkan kakinya lebih tinggi sekitar 30 sentimeter dari d**a. Hal ini bertujuan untuk membuat aliran darah kembali ke otak sehingga memungkinkan orang pingsan akan segera sadar, Pria itu menjadi sedikit panik, ketika usahanya tak membuahkan hasil, dia melihat sekeliling tampak orang di sekitar tak memperdulikannya, sehingga dia kembali merogoh saku celananya untuk menghubungi pihak rumah sakit agar lebih cepat datang ke lokasi itu dengan membawa peralatan lengkap dalam ambulance, agar dapat memberikan pertolongan maximal wanita itu “ Nona…Nona! Mohon sadar Nona. Pertolongan dari rumah sakit sebentar lagi akan datang…” Ucap pria itu dengan gigih, tanpa putus asa, meskipun wanita yang telah di tolongnya masih tak membuka matanya. Sembari menunggu kedatangan ambulance, dia terus mengontrol kondisi wanita itu, dia kembali memeriksa denyut nadi wanita itu yang mulai melemah, serta nafasnya tersisa satu-satu, tanpa ragu dia melakukan CPR dan memberikan nafas bantuan secara bergantian, keringat dingin mulai mengaliri wajah tampannya. Karena perpaduan antara panik dan kawatir. Usahanya membuahkan hasil, tak berselang lama, Cameella terbatuk-batuk, lalu membuka matanya perlahan, kepalanya terasa berputar ketika dia membuka mata, dia kembali memejamkan mata agar merasa sedikit nyaman. Mengapa kepalaku pusing sekali, pandanganku membuatku mual. Ada apa ini… Keluh Cameella dalam hati sembari memegangi kepalanya. Mengetahui wanita yang di tolongnya telah mendapat kesadarannya kembali, pria itu melanjutkan pertolongannya dengan membalut luka yang menganga tepat di lutut dan tangan wanita itu, Ingin rasanya Cameella menatap pria yang telah menolongnya, hingga dia kembali memaksakan untuk membuka matanya, pandangannya tampak kabur saat itu, bercampur karena efek kecelakaan atau karena kelaparan, karena dirinya lupa makan nasi telah 3 hari, dan selama itu untuk mengganjal perutnya dia hanya mengonsumsi mie instan. Selain tidak memiliki selera makan, sisa uangnya juga semakin menipis dengan total hutang yang semakin menggunung. Tak ingin menambah hutang, Cameella memanfaatkan semua yang ada. Beberapa baju peninggalan orang tuanya bahkan sudah terjual, dan tinggal beberapa helai, demi menyambung hidupnya yang terlunta-lunta sejak meninggalnya sang ibu. Ayahnya? Jangan di tanya. Karena istri muda membuat sang ayah melupakan dirinya. “ Dik, jangan tidur dulu ya, kalau kira-kira pusing, tidak apa-apa kalau mata terpejam, tapi bawa berdzikir terus ya, jangan sampai lengah. Sampai penanganan dari pihak rumah sakit datang…” Tangan terampil pria itu dengan cepat membersihkan luka Cameella dan membalutnya drngan menggunakan peralatan P3K yang selalu ada di manapun berada, meski saat ini dia tak menggunakan mobil pribadinya, tapi perlengkapan medis selalu mengiringi kemanapun dia pergi. Cameella samar - samar melihat wajah mulus dengan hidung macung serta mata yang indah di balik kacamata minus miliknya. Dia tak kuasa memaksa membuka mata, karena terlalu berat dan dia takut akan berbahaya. Ataukah aku mau bertemu mama? Sampai disinikah jalan hidupku di dunia ini? Tapi hutang ibuku belum lunas. Kalau aku meninggal, lantas siapa yang akan membayar hutang itu selanjutnya? Bantu aku, ya Tuhan. Berikan yang terbaik untukku… Bisik hati Cameella lirih, bulir mata mengalir membentuk anak sungai, tak ingin tangisnya di ketahui, dia segera mengusap air matanya. Karena pria itu begitu fokus dengan penanganan luka, maka dia tak memperhatikan ekspresi dan tingkah Cameella yang tengah mengusap air mata. Rasa penasaran menggelayut hati Cameella, penasaran akan sosok malaikat penolongnya. Tapi rasa sakit membuatnya menahan semua niat hatinya. Hanya suara yang empuk terdengar di telinga membuat damai perasaannya, dan aroma tubuh pria itu terasa wangi menenangkan sehingga siapapun yang menghirupnya akan merasakan nyaman. Setelah pria itu selesai melakukan pertolongan pertama dia menoleh kearah gadis muda yang di tolongnya. Lalu berkata kepada Cameella dengan suara merdu dan lembut seperti lantunan syair, hingga membuat damai telinga yang mendengar. " Dik.. lukamu sudah kakak bersihkan dan balut, untuk pertolongan pertama ini sudah cukup, tapi nanti begitu ambulance datang, kamu harus cek ulang, termasuk medical chek up, karena siapa tau terdapat luka dalam yang tak tampak oleh mata kakak, mengenai biaya, jangan kawatir, itu gratis kok...." Pria itu mengemas semua peralatan medis dan memasukkannya kedalam tas, lalu meraih stetoskop dan memeriksa Cameella sejenak. Ini, aku mimpi gak sih, masih ada manusia baik di dunia ini? Ataukah dia malaikat yang akan mencabut nyawaku? Dan mengiming-imingiku pertolongan kebaikan agar aku terlena begitu dia mencabut nyawaku? Tapi, bukankah aku dari makam mama? Tidak. Ini bukan mimpi. Cameella menggelengkan kepalanya perlahan, mendamaikan hatinya yang berkecamuk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD