SAAT ERA MENJADI SAHABAT

1174 Words
Arum senang sekali Era tinggal di rumahnya. Setiap pagi sebelum subuh ternyata Era telah terbiasa bangun. Biasanya Arum adalah makhluk pertama yang bangun di rumah mereka sekarang posisi itu Era yang menggantikan. "Kamu sudah bangun? " Tanya Arum pada Era saat menjumpai Era di dapur. "Iya, Um. " Sahut Era dengan sangat sopan. "Kenapa bangun sepagi ini? Apakah kamu tidak mengantuk nanti di sekolah? " "Mohon maaf, Um. Saya sudah terbiasa bangun pagi setiap hari di rumah. " "MasyaAllah.... " Arum takjub. Begitu pandainya gadis ini menarik perhatiannya. Selama ini Arum begitu rindu sosok anak perempuan di dalam rumahnya dan kini ia menemukan Era yang seolah dikirim Tuhan untuk hadir mengisi hari-harinya. Sudah satu minggu Arum bersama Rra melakukan aktivitas bersama setiap hari. Bila dulu bangun pagi selalu Arum yang menyiapkan makan untuk seluruh anggota keluarga, sekarang ada Era yang melakukan tugasnya dan Arum tinggal melanjutkan jahitan-jahitannya yang banyak itu. Begitulah keseharian mereka di rumah sederhana itu. Hingga disuatu pagi saat semua sedang duduk di kursi ruang makan untuk sarapan. "Ini yang namanya Era? " Tanya Bagas. "Iya... " Era bicara masih dengan sikapnya yang sopan. "Kelas berapa? " "Kelas tiga, Abi. " Jawab Era. Di sana, ada Azzam yang mengaduk-aduk makanan di piringnya. "Oh... Adik kelasnya Azzam ya? " Era pun mengangguk. Azzam diam menatap nasi gorengnya yang mulai kehilangan rasa. "Wah, jangan-jangan kamu pacarnya Azzam, nggak kan? " Bagas masih berkicau, seolah-olah apa yang ia sampaikan itu benar. Azzam melotot mendengar kalimat Abinya, Arum bingung tidak tahu bagaimana harus bersikap terhadap suaminya. Ia merasa sangat tidak nyaman. "Kalian jangan tersinggung, Abi hanya ingin bercanda saja. " Seloroh Bagas yang akhirnya membuat lega. "Tapi selain bercanda ini ada seriusnya juga. Abi berharap kalian nggak pacaran, tinggal dalam satu rumah begini kalian harus bisa menjaga. " Azzam mendadak merasa muak dengan kalimat yang diucapkan abinya. Seolah abinya telah hilang ingatan. Bagas seperti telah lupa bahwa ia pernah berbuat dosa di rumah ini. Bagas seolah lupa bahwa dirinyalah pencipta suara m***m di dalam rumah yang membuat Bagas dan umminya harus bermukim di hotel. Ach...,suasana makan pagi yang sangat memuakkan. "Era, kamu bareng saya atau naik taksi online? " Tanya Azzam disela-sela petuah abinya. Era bingung tidak tahu harus bicara apa, Arum yang sangat memahami situasi akhirnya memilih berbicara. "Era bareng Mas Azzam saja gak pa pa kok, Nak. " "Kak, berangkatlah. " Arum memilih memberikan perintah pada Azzam dan Era untuk menyudahi saja acara sarapannya, toh makanan mereka juga sudah habis. Arum senang sekali Era tinggal di rumahnya. Setiap pagi sebelum subuh ternyata Era telah terbiasa bangun. Biasanya Arum adalah makhluk pertama yang bangun di rumah mereka sekarang posisi itu Era yang menggantikan. "Kamu sudah bangun? " Tanya Arum pada Era saat menjumpai Era di dapur. "Iya, Um. " Sahut Era dengan sangat sopan. "Kenapa bangun sepagi ini? Apakah kamu tidak mengantuk nanti di sekolah? " "Mohon maaf, Um. Saya sudah terbiasa bangun pagi setiap hari di rumah. " "MasyaAllah.... " Arum takjub. Begitu pandainya gadis ini menarik perhatiannya. Selama ini Arum begitu rindu sosok anak perempuan di dalam rumahnya dan kini ia menemukan Era yang seolah dikirim Tuhan untuk hadir mengisi hari-harinya. Sudah satu minggu Arum bersama Rra melakukan aktivitas bersama setiap hari. Bila dulu bangun pagi selalu Arum yang menyiapkan makan untuk seluruh anggota keluarga, sekarang ada Era yang melakukan tugasnya dan Arum tinggal melanjutkan jahitan-jahitannya yang banyak itu. Begitulah keseharian mereka di rumah sederhana itu. Hingga disuatu pagi saat semua sedang duduk di kursi ruang makan untuk sarapan. "Ini yang namanya Era? " Tanya Bagas. "Iya... " Era bicara masih dengan sikapnya yang sopan. "Kelas berapa? " "Kelas tiga, Abi. " Jawab Era. Di sana, ada Azzam yang mengaduk-aduk makanan di piringnya. "Oh... Adik kelasnya Azzam ya? " Era pun mengangguk. Azzam diam menatap nasi gorengnya yang mulai kehilangan rasa. "Wah, jangan-jangan kamu pacarnya Azzam, nggak kan? " Bagas masih berkicau, seolah-olah apa yang ia sampaikan itu benar. Azzam melotot mendengar kalimat Abinya, Arum bingung tidak tahu bagaimana harus bersikap terhadap suaminya. Ia merasa sangat tidak nyaman. "Kalian jangan tersinggung, Abi hanya ingin bercanda saja. " Seloroh Bagas yang akhirnya membuat lega. "Tapi selain bercanda ini ada seriusnya juga. Abi berharap kalian nggak pacaran, tinggal dalam satu rumah begini kalian harus bisa menjaga. " Azzam mendadak merasa muak dengan kalimat yang diucapkan abinya. Seolah abinya telah hilang ingatan. Bagas seperti telah lupa bahwa ia pernah berbuat dosa di rumah ini. Bagas seolah lupa bahwa dirinyalah pencipta suara m***m di dalam rumah yang membuat Bagas dan umminya harus bermukim di hotel. Ach...,suasana makan pagi yang sangat memuakkan. Era, kamu bareng saya atau naik taksi online? " Tanya Azzam disela-sela petuah abinya. Era bingung tidak tahu harus bicara apa, Arum yang sangat memahami situasi akhirnya memilih berbicara. "Era bareng Mas Azzam saja gak pa pa kok, Nak. " "Kak, berangkatlah. " Arum memilih memberikan perintah pada Azzam dan Era untuk menyudahi saja acara sarapannya, toh makanan mereka juga sudah habis. Azzam bangkIt kemudian menjabat lengan ummi dan abinya. Ia merasa sangat penting untuk mengakhiri makan paginya. Ia tidak ingin terlibat perdebatan sengit dengan abinya lagi, seperti dulu. Era mencoba berdiri dengan rasa canggung yang tiba-tiba datang, rasanya tidak nyaman mendengar kalimat Bagas namun apa daya ia hanyalah gadis kecil yang diselamatkan oleh Azzam dan umminya. “Berangkatlah tak perlu kau bersihkan, biar ummi saja.” Perintah Arum yang menangkap kegelisahan di mata Era. Arum ingin anak-anaknya merasa nyaman di rumahnya sendiri namun Arum juga ingin suaminya merasa dihargai, merasa menjadi ayah yang ucapannya tetap mempunyai wibawa di mata anak-anaknya meskipun ia pernah berbuat sebuah kesalahan. Berada di posisi Arum memang sangat sulit tapi sekali lagi Arum membuktikan bahwa ia harus melalui semuanya dengan mencobanya terlebih dahulu sebelum mengatakan menyerah dan kalah. Arum ingin melakukan itu disepanjang perjlanan hidupnya. “Abi, selesaikan makannya dulu ya.” Suara Arum sangat lembut di telinga suaminya. Bagas mengangguk, saat Arum hendak meninggalkannya dan membereskan semua piring kotor, Bagas menyentuh pergelangan tangannya. “Um, aku tadi salah bicara ya...” Arum tersenyum mendengar kalimat yang diucapkan suaminya. “Tidak, Abi. Hanya kalau aku boleh kasih saran sebaiknya abi bicaranya kapan-kapan jangan pas kita makan ya..” Bagas diam kemudian menarik nafas panjang. “Um, aku minta maaf...” Arum tersenyum lagi menatap suaminya. “Iya, tidak ada yang perlu dimaafkan karena di rumah ini tetap abi rajanya.” “Aku hanya takut hal buruk yang pernah kulalui menjadi jalan bagi anak-anakku.” Arum diam kemudian berdiri, ia merasa lega ternyata suaminya sangat mengerti keadaan yang terjadi saat ini. Tugasnya sekarang adalah bicara pada Azzam dan Era agar mereka tidak salah sangka. Berada di posisinya memang tidak mudah namun ia harus bisa. Arum tersenyum saat ia menatap foto keluarga yang berdiri tegak di dinding rumah mereka, foto itu selalu mereka lewati ketika mereka akan melintas menuju dapur. Bila baru saja masuk ruang makan foto itu adalah pemandangan pertama yang mereka lihat. Arum sengaja meletakkan di sana, di sebuah sisi dinding yang bisa dilihat oleh siapapun yang datang ke rumahnya. Arum ingin memberikan nyawa dalam rumah tangganya yang sempat hampir retak karena godaan hari kemarin. “Ya Tuhan, tolong jangan cerai beraikan keluarga kami lagi.” Pintanya dalam gumam di kesehariannya. Dan Arum yakin Allah Maha mendengar, Allah Maha mengabulkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD