"Maaf ya pak, sebaiknya istri bapak diperiksa oleh dokter kandungan saja, mengingat usianya masih sangat muda. Jadi sebaiknya diperiksa oleh ahlinya. " Kalimat dokter tersebut membuat Azzam tercengang.
"Istri? "
"Dokter kandungan? "
"Maksudnya apa? "
Azzam menatap wajah dokter Brian yang dengan sangat tenang menuliskan resep untuk Era.
"Dokter... "Panggil Azzam pada dokter Brian.
"Iya, ada yang bisa saya bantu? "
"Maksud kalimat dokter tadi apa? "
"Kalimat yang mana? "
"Dokter kandungan... Apa menurut dokter Era sedang hamil? " Azzam mengeja kalimatnya sendiri.
Dokter Brian tersenyum tipis kemudian berkata lagi.
"Memang sudah biasa bagi pasangan muda yang baru menikah kadang tidak tahu kalau istrinya sudah hamil."
Mata Azzam berkunang-kunang, ingin rasanya ia menangis andai ia tak ingat bahwa ini klinik. Ingin rasanya ia curahkan segala resahnya malam ini pada Tuhan.
Era gadis yang ia kenal baik, tiga bulan berada di rumahnya dengan niat bekerja, selama itu Era tidak pernah pergi kemana-mana, ia hanya ada di rumah. Lalu dengan siapa Era bisa hamil?
Azzam bingung sendiri. Apakah mungkin Era hamil sebelum tinggal di rumahnya?
Pertanyaan demi pertanyaan bergelayut di kepalanya. Pertanyaan yang mungkin bisa terjawab oleh dua hal, kejujuran dari Era atau dengan perhitungan medis.
Era gadis yang cerdas tapi juga bukan berarti gadis pemberani, Azzam paham betul hal itu. Itu sebabnya Azzam mengaguminya. Era benar-benar gadis yang memukau jadi rasanya tidak mungkin kalau ia bisa merelakan kehormatannya pada sembarangan lelaki.
Era telah muncul di depannya setelah ia ijin ke kamar mandi.
Celana jins dan atasan panjang warna hitam membuat tubuh rampingnya terlihat makin ramping.
Mereka bersisihan menuju mobil.
Azzam diam, tak mampu berkata apapun. Ia ingin sekali bertanya namun semua tanya hanya mampu jadi gumpalan ketidak mungkinan saja.
Lucu dan menyakitkan. Kenyataan ini membuat perih dirinya.
Hari sudah teramat malam, Azzam berhenti di sebuah apotek.
"Aku ambil resep dulu. " Ucapnya pada Era. Era mengangguk.
Azzam menyerahkan resep tersebut pada petugas apotek.
"Mbak, saya beli alat tes kehamilan dua ya. "
Petugas apotik mengangguk, kemudian mengambil alat yang dimaksud dan menyerahkannya pada Azzam.
Usai menerima semua yang ia maksud, Azzam pun bergegas menuju mobil.
Ia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Era masih diam Azzam pun berlaku sama.
Hingga matanya melihat sebuah hotel tempat dirinya dan Umminya tinggal satu tahun yang lalu. Azzam membelokkan mobilnya menuju parkiran hotel tersebut.
Era terkejut.
"Untuk apa kemari? " Tanya Era pada Azzam.
Azzam diam, ia membenarkan letak mobilnya.
"Aku ingin bicara denganmu. "
"Tapi mengapa harus disini? " Era bicara lagi.
"Kamu tenang saja, sampai hari ini aku laki-laki baik-baik, jadi kamu tidak usah khawatir."
Azzam bicara sambil matanya lekat menatap Era.
Era mengikuti langkah Azzam. Menuju receptionist kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar yang telah dipesan.
Sesampainya di kamar megah yang disediakan hotel tersebut. Era tersenyum tipis.
Ia duduk di ujung ranjang.
Azzam duduk di sampingnya.
"Er, kamu percaya padaku kan? " Era mengangguk.
"Kamu tidak ingin menceritakan apapun padaku? " Azzam menambahkan kalimatnya. Era makin menunduk mendengar hal itu.
Hati Era bergemuruh, ketakutan menyergapnya lagi. Mungkinkah Azzam mengetahui sesuatu ?
Apakah mungkin dokter telah menceritakan semuanya ?
Apakah mungkin terjadi sesuatu dalam tubuhku?
Pertanyaan Era pada hatinya sendiri.
"Er, aku janji akan jadi orang pertama yang mendukung dan menolongmu. Kamu harus percaya hal itu. Kamu tidak boleh lemah. "
"Maksud mas Azzam apa? " Tanya Era berpura-pura bodoh.
"Kamu ke kamar mandi, kamu kencing lalu letakkan disini. Tolong jangan berbohong. Sedini mungkin kita ketahui hal ini maka kita akan mampu membereskan semuanya lebih cepat. " Azzam menggenggam jemari kecil milik Era. Mencoba mengalirkan kekuatan.
Tiba-tiba Azzam melihat Era menitikkan air mata.
"Jangan menangis, kita berdoa semoga semua baik-baik saja. "
Era melangkah gontai menuju kamar mandi. Ia merasa sedang berada di puncak yang tinggi kemudian berdiri di tepian dan matanya memandang ke arah jalan setapak yang letaknya puluhan meter dari ketinggian.
Era telah selesai dengan air seninya.
Ada Azzam di ujung pintu kamar mandi yang tertutup. Berdiri ia disana menunggu Era.
Era membuka pintu kamar mandi kemudian melihat Azzam. Air krncing dalam gelas kecil itu ia serahkan pada Azzam. Azzam meletakkannya di atas meja kemudian membuka alat tes kehamilan yang tadi ia beli di apotek.
Azzam memasukkan ujung alat pada air kencing tersebut. Ada Era yang melihat kejadian itu dengan posisi berdiri setengah duduk.
Ke duanya nampak tegang. Era tetap berharap hal buruk ini tidak terjadi. Ia memang sedang menyembunyikan sesuatu namun ia sama sekali tidak menyangka bahwa semua akan semenegangkan ini.
Satu menit berlalu, Azzam mengangkat alat tersebut. Kemudian muncul dua garis merah di alat pipih berwarna putih itu.
Mata Era terbelalak, mulutnya menganga, kakinya bergetar, kepalanya berputar, keringat dingin mengucur deras. Ia merasa bingung dengan dirinya, ia tidak tahu bagaimana harus bersikap ?
Sedang di tempat yang sama Azzam masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat.
Ia mengeluarkan alat tes kehamilan yang satunya lagi, ia berharap ini sebuah kesalahan, ia berharap semua berubah.
Namun sayang, hasilnya tetap sama.
Dan berdasarkan alat tes kehamilan ini dinyatakan bahwa ERA HAMIL.
YA, ERA HAMIL.