Bab 5

2127 Words
  Happy Reading   ***   Setelah brunch Armand dan Anya melanjutkan perjalanannya. “Setelah ini kamu mau kemana?” tanya Armand yang masih fokus dengan kemudi setirnya. Anya mengedikkan bahu, “Terserah” ucap Anya. “Kenapa cewek suka mengatakan terserah?” Anya lalu terkekeh, “Tergantung arah pembicaraanya sih. Pahami juga intonasinya. Kalau si cewek lagi berdebat ujung-ujungnya ngomong terserah berarti dia ngambek. Bisa juga dia bimbang, bisa juga dia lelah sama kamu. Kalau konteks pembicaraan aku barusan artinya aku percaya kamu sebagai pria” “Aku mulai paham, thank you” Anya menarik nafas, “Kata terserah itu kayaknya udah menjadi kebiasaan cewek” Anya terkekeh, ia melirik Armand. Armand juga ikut tertawa, “Iya kamu benar, kadang aku bingung” “Kamu di Kilang Minyak. Kerjaanya ngapain aja?” Anya menyelipkan rambut di telinga. “Aku tanggung jawabnya langsung ke direktu utama. Tugas aku di kilang, melaksana fungsi perencanaan dan distribusi produk BBM serta minyak mentah. Kalau kata lainnya pengelola utama dalam rantai produksi”  “Tapi kamu hebat loh bisa masuk sana” Armand menatap ke depan, sesekali melihat Armand, “Kebanyakan sih bilang gitu, kalau mau usaha semua orang pasti bisa. Aku suka prosesnya” “Ada niat untuk resign?” tanya Anya. Armand tertawa, ia melirik Anya, “Untuk saat ini nggak, aku sudah nyaman kerja di sana. Kenapa?” “Enggak sih, tanya aja, kan kamu sudah punya usaha” “Punya usaha, bukan berarti nggak bisa kerja di perusahaan kan. Ada yang ingin aku kejar di sana” “Apa?” “Direktur utama” “Keren, kamu itu ambisi banget ya” Armand lalu tertawa. Anya mendengar tawanya sangat renyah, “Iya kamu benar, aku ambisi banget, kalau masalah karir inginnya paling depan, harus lebih dari orang lain. Kamu tahu hidup ini keras, aku berusaha menjadikan aku yang terbaik dalam versi aku. Aku fokus dengan mimpi aku, kadang sampai lupa diri karena fokus mengejar karir. Namun itu dulu, saat masih muda, ambisinya kebangetan. Sampe mama bilang, yang kamu kejar apa?” “Aku cuma bilang pingin jadi orang hebat aja sih” “Makanya aku telat nikah. Tau-tau udah tua aja, liat umur udah hampir kepala 4. Sekarang pacar aja nggak punya loh. Aku panik cari istri di mana?” Armand lalu tertawa. “Cari di club” “Aku nggak suka ke club Anya, berisik” “Jangan bilang kamu gagal menikah kemarin karena kamu asyik bekerja” Armand menarik nafas, “Mungkin, alasan utama sih mantan aku selingkuh makanya aku putuskan untuk berpisah. Tapi aku intropeksi diri, aku gagal  menikah mungkin karena kesalahan aku juga. Aku terlalu fokus dengan karir hingga lupa dan kurang perhatian kekasihku. Aku sadar ternyata uang saja nggak cukup buat dia bahagia” “Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang” timpal Anya. “Uang bisa membeli perhatian, tapi bukan ketulusan. Uang bisa membeli kecantikan, tapi bukan kesetiaan” ucap Armand menjabarkan. Anya terpana sejenak dengan ucapan Armand. Anya lalu mengangguk membenarkan ucapan Armand, “Terus setelah ini” “Mungkin aku langsung ingin nikah, nggak pengen pacaran lama-lama lagi. Kalau udah ketemu cocok, lamar aja. Umur segini kayaknya kurang cocok kalau pacaran kayak ABG” “Kalau kamu, Mau nggak langsung diajak menikah?” tanya Armand. Anya lalu berpikir, “Menikah ya? Kayaknya kalau model aku, aku ingin pacaran dulu sih” “Bukannya seneng wanita diajak menikah?” “Seneng kok. Tapi melalui tahap pacaran terlebih dahulu. Bagi aku pacaran itu proses adaptasi dan saling mengenal satu sama lain. Kalau selama pacaran dia baik ya tinggal nikah kan” Anya menarik nafas, ia lalu memandang Armand yang fokus dengan kemudi setir, “Sebenarnya syarat utama dalam menikah bukan kemauan aja, tapi juga saling cinta dan mengenal pasangan. Kalau Cuma modal kemauan dan ayat-ayat suci agama, nggak cukup lah. Banyak orang bilang “Langsung nikah aja selagi ada yang mau”. Ah itu, pernyataan tidak masuk akal menurut aku. Kalau misalnya dia orangnya tidak baik dan suka main pukul gimana? Bisa stress dan keselamatan terancam. Bahaya nggak sih” “Banyak kasus perceraian karena ini kan. Ada juga yang mengatakan bahwa “Ah nggak apa-apa nggak keren, yang penting agamanya bagus, ibadahnya rajin. Nanti juga saling cinta”. Masalah akan muncul, tidak ada hal yang menarik selain ibadah. Penampilan suami lusuh, nggak ada temen yang asyik,  pendiam, dia kaku dan garing. Mau sampai jungkir balik juga nggak bakalan membangkitkan asmara cinta” “Menurut aku ya sebelum nikah ya pacaran terlebih dahulu” Armand setuju dengan penjelasan Anya. Ia bahkan ingin standing applause. Pemikiran Anya memang keren dan sangat sexy menurutnya, “Ternyata pemikiran kamu sangat sexy. Aku suka” “Terima kasih” “Terus kamu mau cari pacar yang seperti apa?” “Pacaran sesuai tipe aku, yang ngorbol nyambung, nggak kaku, yang keren, karir oke. Aku suka pria dewasa dan smart. Dan dapat memberi ruang untuk berkembang” “Menurut kamu, aku sesuai kriteria kamu?” Anya lalu tertawa, ia menatap Armand. “Iya, termasuk. Sepertinya kamu dewasa, smart, karir oke, nggak kaku. Nggak punya sosmed nggak apa-apa asal setia, aku nggak suka pria gaul yang banyak main sosmed kayak nggak ada kerjaan aja” Armand lalu tertawa, “Aku boro-boro punya sosmed. Download IG aja baru tadi, karena penasaran liat IG kamu” “Btw, kamu mau ke apartemen aku?” “Emang ada apa di sana?” “Staycation aja sih, nonton film mungkin. Kamu nggak sibuk kan?” “Enggak, palingan kalau ada kegiatan mendadak Silvi ngubungin aku” “Oke, langsung ke apartemen aku aja ya” “Iya” Armand meneruskan perjalananya, karena apartemennya sudah ada di depan mata. Mereka juga bingung di Jakarta akan pergi kemana selain Mall. Sedangkan Anya memandang ponsel, ada beberapa pesan dari Silvi. “Nanti malam ke Caffee Aroma ya. Bu Renata dan pak Bimo mau ketemu lo” Silvi. Anya lalu membalas pesan singkat itu.  “Caffee Aroma cabang mana? Jam berapa?” Anya. “Di Tebet, Jam 19.00. Nanti ketemuan di sana aja” Silvi. “Oke” Anya. Anya lalu kembali membaca pesan dari Fatin. “Beb, liburan yuk. Akomodasi semua dibayar oleh  boss gue, lo bawa koper aja” Fatin. Alis Anya terangkat, ia tidak akan menolak jika ada yang mengakomodasi semua liburannya secara geratis apalagi ke Bali. “Boleh, kapan?” Anya. Tidak butuh waktu lama pesan masuk. “Jum’at ini” Fatin. “Asyik, hayuk” Anya. “Sip, see you beb” Fatin. Armand melirik Anya yang fokus dengan ponselnya. Lalu ia menuju ke basement. “Dari siapa?” tanya Armand, ia hanya ingin tahu. “Dari Silvi manager aku, aku ada meeting nanti jam 7 malam nanti” Armand melirik jam melingkar ditangannya menunjukkan pukul 14.21 menit. Cuaca sedang panas-panasnya. Biasa liburan begini ia lebih suka menikmati tidur panjangnya. “Nanti aku antar aja ya” “Iya”   ***   Beberapa saat kemudian Anya mengikuti langkah Armand menuju tower apartemen. Anya memasuki area lobby apartemen yang terlihat mewah karena marmer mahal menghiasi lantai dan dinding lobby. Langit-langit yang tinggi terlihat sangat mahal. Mereka disambut oleh security dan receptionis yang berjaga. Armand tersenyum kepada petugas yang berjaga lalu menuju lift. Armand menempelkan kartu akses pada elevator dan menuju lantai 20. Jujur ada perasaan penasaran ingin melihat seperti apa apartemen Armand, karena ini adalah termasuk apartemen mewah. Pria seperti Armand tidak seperti pria yang akan melakukan tindakan criminal. Armand termasuk pria yang sopan menurutnya. Jadi ia merasa aman. Lift berhenti dan lalu pintu terbuka. Armand masuk ke dalam apartemennya, dan diikuti oleh Anya  dari belakang. Anya tahu bahwa apartemen mewah selalu di lengkapi lift pribadi yang aksesnya langsung masuk ke apartemen. Armand menghidupkan lampu dan suasana tampak terang. Anya mengedarkan pandangan kesegala penjuru ruangan. Ruangan apartemen ini di d******i warna putih. Desainnya seperti apartemen America yang ikonik. Semua furniture berwarna putih, jendela-jendela besar yang langsung view lepas. Anya yakin pemandangan pada malam hari sangat bagus. Jujur apartemen Armand sangat mewah menurutnya, jika dibanding dengan apartemennya, yang tampak biasa-biasa saja. Ruang keluarga berada di tengah, seperti teater mini yang dibuat senyaman mungkin. Ruang makan berdekatan dengan dapur, yang memiliki kursi delapan. Semua furniture selaras dengan dinding dan sangat elegan. “Apartemen kamu bagus” ucap Anya mengakui kekagumannya. Armand tersenyum, “Sejak pertama beli, nggak pernah aku ubah kok konsepnya. Dulu aku beli sudah sama isinya, full furnish. Hanya gorden aja diganti beberapa kali” “I see, pasti mahal” Armand tertawa, “Hamping bangkrut aku beli ini” “Owh ya?” Armand mengangguk, “Iya, aku pikir investasi, dulu harganya nggak semahal sekarang. Sekarang pasarannya udah naik 40% dari pertama aku beli. Soalnya udah pengen banget tinggal di sini, lokasinya sangat strategis, kemana-mana deket, dan lingkungan aman” Armand bercerita lalu tersenyum menatap Anya. Armand melangkah menuju kitchen, ia membuka chiller mengambil coca-cola. “Kamu minum softdrink nggak?” tanya Armand kepada Anya. “Boleh” ucap Anya duduk di ruang keluarga. Anya melirik Armand yang berjalan mendekatinya, membawa coca-cola dan beberapa cemilan ditoples kecil. Armand duduk di samping Anya, ia mengambil remote TV, menekan tombol power lalu seketika TV menyala. Armand mencari siaran yang menarik, lalu tertuju pada salah satu siaran music. Lagu Know Me Too Well – New Hope terdengar. Suasana tidak terlalu kaku dan lebih relax. “Biasa liburan gini, aku lebih memanfaatkan waktu untuk tidur” “Owh ya” Armand mengangguk, “Rasanya nyaman aja, tidur seharian setelah kerja sepanjang hari” “Aku juga kadang libur juga tidur seharian. Lebih ke arah rehat gitu” “Kamu suka olah raga?” tanya Anya. “Suka, aku kadang-kadang ngegym kalau pulang ke Jakarta. Tapi sebenernya aku suka berkuda, cuma nggak ada waktunya. Jauh juga kalau mau main ke Sentul dulu, jauh banget kan” ucap Armand lalu tertawa. “Aku juga suka berkuda, tapi dulu waktu kecil. Sekarang udah nggak pernah” Anya ikut tertawa. Seketika suasana hening, hanya suara music terdengar. Armand bersandar di sofa, ia melirik Anya yang memandangnya, “Why?” tanya Armand. “Why?” Anya ikut bersandar, ia tanya balik. “Apa aku boleh bertanya, mungkin sedikit melenceng pertanyaanya” tanya Anya. “Boleh. Apa?” “How about your s*x life?” tanya Anya penasaran, karena Armand sudah dewasa, ia ingin tahu apakah Armand sexs bebas atau s*x yang sehat. “I think s*x is important. Sangat penting dalam suatu hubungan. s*x yang sehat menurut aku pribadi dapat menguatkan ikatan cinta. Namun aku melakukan s*x dengan orang yang aku suka. Ini bukan tentang fisik wanita, bukan untuk kesenangan. Tapi aku merasa bahwa bahwa s*x itu bentuk terbaik dari keintiman” “Hal yang mustahil itu, jika sexs tanpa cinta atau cinta tanpa s*x” gumam Armand. “Apakah kamu pernah melakukannya?” “Pernah dong, sama mantan-mantan aku dulu. I like s*x, but not free s*x” ucap Armand jujur, ia memandang Anya, ia perhatikan wajah cantik itu. “How about you?” tanya Armand. “Aku sependapat dengan kamu. s*x itu dapat membuat aku merasa dekat dengan pasangan secara fisik dan tentu emosional” “Kapan terakhir kamu melakukannya?” tanya Armand. “Sebulan yang lalu, dengan mantan aku” “Boleh tau mantan kamu siapa?” “Dia seorang dokter spesialis jantung. Lupakan saja, jangan ceritakan dia” “Apa dia selingkuh?” “Enggak, tidak ada pihak ketiga dalam hubungan ini. Karena masalah kelurga aja sih” Armand menarik nafas, “Lupakan dia, bangun kehidupan baru kamu” Armand lalu mengambil coca-cola dan memeneguknya. Armand gagal fokus dengan pakaian Anya yang mengekspose bahu terbuka, terlihat jelas kulit halus di sana. “Do you want s*x with me?” Anya mengerutkan dahi, jujur saat ini ia menginginkan sexs, mungkin karena sedang mendekati masa mensturasi. Jadi gairahnya meningkat, ingin bercinta. Ia pernah membaca sebuah artikel bahwa ini berkaitan dengan hormon. Bahwa hormon estrogen dan testosteron akan mengalami peningkatan. Kombinasi itu akan membuat wanita ingin bercinta. Secara garis besar, beberapa hari sebelum dan saat haid, serta beberapa hari setelahnya merupakan waktu libido atau gairah seksual wanita meluap-luap. Sekali lagi, itu semua karena perubahan hormon! “Ah nggak” ucap Anya, ia lalu tersenyum. Armand memperhatikan gerak gerik Anya,  “If you want, let's do it” “Oh God, kamu jangan ngaco deh” Anya terkekeh. “Ke kamar aku” “Hah !” Anya sedikit shock melihat Armand mengajak ke kamarnya. “No, no, kita nggak bisa melakukannya” “Why? Aku tahu kamu ingin, Cuma kamu gengsi untuk mengungkapkannya” “Sok tau” Armand lalu kembali duduk di samping Anya, “Iya nggak apa-apa. Soalnya aku nggak bisa memaksa. Aku melakukannya jika suka sama suka” “Anya” “Iya” “Aku bisa membuat kamu mencapai kimaks”     ***        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD